Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tsalasani Zuhroh

Romantisasi Pernikahan Dini di Sosial Media: Apakah Kalian Siap Hadapi Realitanya?

Info Terkini | 2024-11-30 15:18:56

Kehidupan sehari-hari masyarakat di dunia saat ini, termasuk Indonesia, sudah bergantung pada teknologi, khususnya sosial media. Sosial media memiliki pengaruh yang besar terhadap pandangan dan pendapat publik dalam segala aspek, salah satunya isu pernikahan di bawah umur. Para public figure atau influencer yang menikah di usia muda dapat berdampak terhadap keinginan masyarakat untuk mengikuti gaya hidup yang mereka tampilkan di sosial media.

Para selebritas dan public figure dapat secara langsung membagikan kehidupan sehari-hari mereka melalui sosial media seperti Instagram, Youtube, X, dan Tiktok. Apabila ada seorang selebritas yang memiliki ribuan bahkan jutaan pengikut melakukan pernikahan di bawah umur dan membagikannya ke sosial media, hal tersebut akan dijadikan sebagai contoh yang kemudian ditiru oleh masyarakat, mereka akan mudah terpengaruhi hanya karena konten yang dibagikan berisi konten visual dan cerita yang terlihat bahagia.

Prinsip tradisional dan agama sering kali dijadikan bahan untuk mempromosikan pernikahan dini oleh para selebritas, seperti pentingnya membangun keluarga sejak dini dan untuk menghindari diri dari zina. (Slam, 2017) Batas usia perkawinan yang ditetapkan di Indonesia adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Tidak adanya kriteria atau indikator standar dalam UU Perkawinan menjadikan sebagian besar permohonan dispensasi pernikahan di bawah umur dikabulkan. Dalam islam dan hukum adat pun tidak ada ketentuan pasti mengenai batas umur untuk melakukan pernikahan. Sehingga, menjadikan masyarakat menormalisasi hal tersebut.

Public figure mendorong pemikiran masyarakat untuk menormalisasikan hal tersebut pada saat mereka mempublikasikan pernikahan di usia muda tanpa memperhatikan aspek lain seperti tanggung jawab, efek jangka panjang dari pernikahan, kesiapan mental, aspek ekonomi, emosional, dan lainnya. Banyak orang hanya melihat pernikahan di bawah umur adalah suatu hal yang mudah, menyenengkan dan diidam-idamkan. Akibatnya, pernikahan dini dianggap sebagai pilihan yang baik atas suatu masalah yang mungkin mereka hadapi.

Menurut hasil penelitian (Jenny Yelina Rambe, 2023), setelah dilakukan berbagai pengujian terhadap variabel-variabel yang terkait, ditemukan bahwa sosial media seperti YouTube, WhatsApp, Instagram, Facebook, dan Twitter berkontribusi sebesar 61,4% terhadap fenomena pernikahan dini di Kota Padangsidimpuan. Meskipun penelitian ini hanya berfokus pada satu kota, hasilnya menunjukkan bahwa sosial media memang memengaruhi minat masyarakat terhadap pernikahan dini.

Kehidupan pernikahan dini yang dibagikan di sosial media sering terlihat menyenangkan, tetapi faktanya sebagian besar tidak seperti itu. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menemukan bahwa banyak kasus dan laporan yang menunjukkan bahwa pernikahan dini sering menyebabkan banyak permasalahan. Salah satunya adalah tingkat perceraian yang tinggi diakibatkan kurangnya persiapan psikologis dan emosional yang cukup. “Angka perceraian itu didominasi oleh gugat cerai (permohonan istri). Tahun 2022 dari 1.498 kasus perceraian, sebanyak 1.153 kasus adalah gugat cerai. Artinya istri yang mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Agama. Dari angka itu, 50 persen adalah hasil pernikahan usia dini,” ungkap Wagub Jateng Taj Yasin (Melani, 2023). Mereka cenderung memilih bercerai ketika menghadapi masalah dalam rumah tangga, seperti tekanan finansial atau masalah psikologis.

Perempuan yang menikah terlalu muda juga beresiko terkena masalah kesehatan reproduksi. Selain itu, akses mereka terhadap pendidikan dan kesempatan bekerja pada masa depan terbatasi sehingga beresiko menambah kemungkinan terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Prof. Ahmad Rofiq menyatakan, pernikahan usia dini memiliki prevelensi dengan tingkat kemiskinan baru. Sebab, anak-anak yang menikah pada usia dini (di bawah usia 19 tahun) tidak sempat belajar sampai tuntas (setidaknya lulus SMA, menyelesaikan jenjang diploma atau strata 1 alias sarjana) (Melani, 2023).

Namun, terdapat beberapa tindakan yang dapat dijadikan sebagai pencegahan atau solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut. Pertama, peningkatan literasi dan pendidikan teknologi, termasuk bagaimana cara memilah informasi, manakah informsi yang baik dan buruk. Apabila mereka mendapatkan pendidikan yang baik, mereka dapat menerapkan pola berpikir kritis dengan baik dan sadar bahwa hal-hal yang ditunjukkan di sosial media hanyalah bagian terbaik dari kehidupan mereka.

Kedua, lembaga pemerintah dan publik memiliki peran aktif dalam mengurangi tingginya angka pernikahan di bawah umur di Indonesia. Pada saat para remaja mengajukan dispensasi pernikahan di bawah umur, lembaga yang berwenang seharusnya lebih mempertimbangkan dari berbagai aspek, apakah dispensasi tersebut dapat diberikan atau tidak. Selain itu, mereka bisa melakukan kampanye atau sosialisasi melalui sosial media dengan mengikutsertakan para public figure dan influencer.

Terakhir, public figure bertanggung jawab atas tindakan yang mereka lakukan. Mereka dapat menjadikan sosial media sebagai platform untuk menyampaikan informasi yang lebih relevan sesuai dengan realitas kehidupan tentang pernikahan, termasuk kendala atau kesulitan yang mereka hadapi. Dengan demikian, mereka tidak hanya menunjukkan sisi terbaiknya saja tetapi juga memberikan edukasi tentang bagaimana komitmen dan tanggung jawab yang harus dipenuhi atas hubungan pernikahan.

Daftar Pustaka

Melani. (2023). Prof Ahmad Rofiq: Pernikahan Dini Menambah Perceraian dan Angka Kemiskinan Baru. Semarang: KampusPedia. https://kampuspedia.id/prof-ahmad rofiq-pernikahan-dini-menambah-perceraian-dan-angka-kemiskinan-baru/

Rambe, J. Y., & Tampubolon, R. A. (2023). Pengaruh Media Sosial Terhadap Pernikahan Dini Di Masa Covid-19 Di Kota Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Education and Development, 11(1), 241-244.

Salam, S. (2017). Dispensasi Perkawinan Anak di Bawah Umur: Perspektif Hukum Adat Hukum Negara & Hukum Islam. Pagaruyuang Law Journal, 1(1), 110-124.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image