Ahmada
#2 Episode 2: Pertemuan Tak Terduga
Sastra | 2024-11-30 09:20:46
1. Api di Tengah HutanMalam di hutan terasa dingin, tetapi semangat para pejuang masih membara. Raden Wiranata duduk di samping api unggun, memandangi bara api yang berkilauan. Suara nyala api yang berderak terdengar seperti irama perjuangan, mengiringi malam penuh keheningan yang mencekam. Para pemuda desa yang berjuang bersamanya tampak kelelahan setelah pertempuran pertama melawan pasukan Belanda. Tubuh mereka penuh luka, tetapi semangat juang yang membara memancarkan tekad di wajah mereka. "Raden, bagaimana kelanjutannya? Apa rencana kita?" tanya Gatra, sahabat setianya, dengan nada cemas. Gatra mengusap luka di lengannya sambil menatap Raden penuh harap. Raden Wiranata menatap api dalam-dalam, seolah mencari jawaban di dalam bara yang membara. "Kita butuh sekutu," jawabnya mantap. "Pasukan Belanda terlalu besar. Kita tidak bisa melawan mereka sendirian." "Siapa yang bisa kita andalkan? Desa-desa lain sudah banyak yang menyerah," tambah Gatra sambil melirik ke arah para pejuang yang tertidur di sekitar api. Raden tetap tenang. "Ada seseorang di desa sebelah. Siti Juwita, pejuang yang dikenal berani. Kita harus menemuinya." Gatra mengangguk meski masih ragu. "Tapi perjalanan ke sana berbahaya. Pasukan Belanda bisa saja menyergap kita." "Kita tidak punya pilihan lain," balas Raden. "Hanya dengan bersatu, kita bisa melawan." 2. Perjalanan yang BerbahayaPagi menjelang, sinar matahari menembus sela-sela dedaunan hutan, menciptakan bayangan lembut di tanah berlumut. Raden Wiranata dan Gatra berjalan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi dedaunan kering. Setiap langkah mereka mengeluarkan suara gemerisik, seakan-akan bumi sendiri menjadi saksi perjalanan mereka. "Gatra, kau merasa ada yang mengikuti kita?" tanya Raden dengan nada rendah, matanya menyapu ke sekeliling hutan yang sunyi. Gatra menghentikan langkahnya, menajamkan pendengaran. "Sepertinya hanya angin, Raden." Namun, Raden tetap waspada. "Kita tidak bisa lengah. Belanda pasti mengawasi setiap gerakan kita." Tiba-tiba, semak-semak di depan mereka bergerak. Mereka segera mengambil posisi bertahan. Pedang Raden siap di tangan, dan Gatra meraih sebilah bambu runcing. Dari balik semak muncul seorang wanita muda dengan pedang terhunus. Wajahnya penuh luka kecil, matanya menyala-nyala dengan keberanian yang luar biasa. "Berhenti! Siapa kalian?" teriak wanita itu dengan nada tegas. Raden Wiranata mengangkat tangan sebagai tanda damai. "Aku Raden Wiranata dari Desa Sembung. Kami mencari Siti Juwita." Wanita itu menatap tajam, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Siapa yang menanyakan?" "Aku mendengar kau pejuang yang tangguh. Kami butuh sekutumu untuk melawan Belanda," jawab Raden dengan tenang. Wanita itu menurunkan pedangnya sedikit. "Aku Siti Juwita. Jika kalian benar-benar melawan Belanda, kalian teman. Ikuti aku." 3. Rencana BesarDi dalam pondok kecil yang tersembunyi di tengah hutan, Siti Juwita menuangkan air ke dalam cangkir bambu dan menyerahkannya kepada Raden dan Gatra. Aroma tanah hutan yang basah dan dedaunan segar mengisi ruangan kecil itu. "Kau benar-benar ingin aku bergabung?" tanyanya sambil duduk di bangku kayu yang sederhana. "Ya," jawab Raden tegas. "Belanda akan menghancurkan semua desa jika kita tidak bersatu." Siti Juwita tersenyum tipis, tetapi matanya menunjukkan kepedihan. "Aku sudah lama ingin balas dendam. Mereka membunuh keluargaku. Tapi kau tahu, jalan ini berbahaya." "Kami siap menanggung risiko," jawab Raden tanpa ragu sedikit pun. Siti mengangguk. "Baik, tapi kita harus melatih pasukanmu. Mereka harus kuat dan cepat." 4. Latihan dan Persiapan Latihan dimulai keesokan harinya. Di tengah hutan, Siti Juwita melatih para pemuda desa dengan keras. Matahari memancarkan sinarnya dengan garang, tetapi para pejuang tetap berlatih tanpa henti. "Kita harus bergerak cepat dan tak terduga!" serunya sambil menunjukkan gerakan silat yang lincah dan kuat. "Belanda memiliki senjata, tapi kita memiliki kecerdikan!" Gatra, yang awalnya skeptis, kini mulai menunjukkan semangat. "Aku tak menyangka latihan ini sangat melelahkan, tapi aku merasa lebih kuat." "Latihan ini bukan sekadar kekuatan fisik," kata Siti dengan suara tegas. "Ini soal bertahan hidup. Jika kalian tidak kuat, kalian akan mati!" Para pejuang semakin giat berlatih. Suara derap kaki dan hentakan kayu beradu memenuhi udara. Keringat mengucur deras, tetapi semangat juang mereka tidak padam. 5. Pertempuran Kedua Hari itu tiba. Pasukan Belanda yang dipimpin Jenderal Pieter van de Kamp bergerak menuju Desa Sembung. Derap langkah kuda dan suara senjata bergema di hutan, menggetarkan hati siapa pun yang mendengarnya. Raden, Siti, dan para pejuang bersembunyi di balik pepohonan, napas mereka tertahan. "Dorong mereka ke jebakan!" seru Siti saat pertempuran dimulai. Suaranya nyaring, memotong udara pagi yang dingin. Pertempuran berlangsung sengit. Suara senjata api beradu dengan pekikan para pejuang. Meski jumlah mereka lebih sedikit, semangat juang mereka tidak terkalahkan. "Raden, awas!" teriak Gatra ketika salah satu prajurit Belanda menyerang dari belakang. Raden menoleh cepat dan menebas prajurit itu tanpa ragu. "Jangan biarkan mereka lolos!" Dengan taktik yang cerdik, mereka berhasil menjebak pasukan Belanda di tengah hutan. Siti memimpin serangan dengan keberanian luar biasa. 6. Setelah PertempuranMalam itu, mereka berkumpul di sekitar api unggun. Banyak yang terluka, tetapi mereka merasa bangga atas kemenangan kecil yang mereka raih. "Kita telah menang, tapi ini baru permulaan," kata Raden dengan suara tegas. "Aku akan bersamamu sampai akhir," kata Siti, matanya bersinar dengan tekad. Dengan semangat yang tidak padam, mereka bersiap menghadapi pertempuran berikutnya. ---
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Terpopuler di