Ironi Hari Guru, Seabrek Masalah Dunia Pendidikan Butuh Solusi
Agama | 2024-11-29 12:41:53O
Hari Guru Nasional yang diperingati setiap tanggal 25 November merupakan momen penting untuk menghormati jasa para guru di Indonesia. Tahun 2024, perayaan ini memasuki usia ke-30 sejak penetapannya pada tahun 1994. Tahun ini, Hari Guru Nasional mengusung tema "Guru Hebat, Indonesia Kuat". Tema ini dipilih untuk mengapresiasi dedikasi para guru dalam membangun generasi muda Indonesia yang berkualitas. (Liputan6.com; 22/11/2024)
Peran guru sangat mulia, tugasnya bukan hanya mengajar tapi juga mendidik. Mendidik berbeda dengan mengajar. Mengajar adalah proses mentransfer ilmu dari guru kepada murid. Sedangkan mendidik merupakan proses mengubah perilaku/karakter. Mengubah karakter siswa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Dalam hal ini dituntut ketelatenan, kesabaran, kesungguhan dan pengorbanan seorang guru. Namun ironi, saat hari guru diperingati, banyak persoalan yang terjadi pada guru. Mulai dari gaji tidak layak, guru hanya dianggap sebagai pekerja hingga maraknya kriminalisasi guru yang menunjukkan guru tidak memiliki jaminan perlindungan.
Serba Serbi Masalah Pendidikan
Adanya Undang-undang guru dan dosen no 14 tahun 2005 nyatanya tak mampu melindungi guru. Bahkan UU no 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak semakin mempermudah guru untuk dilaporkan wali murid yang tidak terima anaknya dihukum. Padahal, hukuman yang diberikan seorang guru kepada siswanya adalah bentuk penegakan disiplin dalam rangka membentuk karakter siswa. Dikhawatirkan, Undang-undang perlindungan anak menjadi imunitas bagi siswa yang kerap melanggar aturan sekolah. Pembentukan karakter siswa yang berakhlak dan beradab, seketika ambyar karena arogansi orang tua.
Di sisi lain, guru hari ini juga banyak yang melakukan perbuatan kontraproduktif terhadap profesinya. Di antaranya guru menjadi pelaku bullying, kekerasan fisik dan seksual, hingga terlibat judol. Seperti dilansir detik.News (22/10/2024), seorang guru di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan tega mencabuli siswanya sendiri yang masih duduk di bangku kelas III SD. Masih pada bulan yang sama, seorang guru SMP di Kabupaten Bandung sampai hati mencabuli siswanya yang masih berusia 14 tahun. Dan masih banyak kasus-kasus asusila lain yang pelakunya berprofesi sebagai guru. Guru secara tidak langsung menjadi korban sistem rusak. Kondisi ini tentu akan berpengaruh pada pelaksanaan tugasnya mendidik generasi. Seperti apa generasi yang dihasilkan? jika guru yang digugu dan ditiru nyata-nyata tidak beradab.
Regulasi negara pun ikut memberi andil jauhnya generasi dari nilai-nilai agama. Bagaimana tidak, porsi pelajaran agama hanya 3 jam per minggu dalam struktur kurikulum pendidikan. Dengan waktu yang relatif singkat, hampir tidak mungkin mencetak siswa agar mempunyai pondasi keimanan yang kokoh. Padahal pondasi keimanan ini akan menjadi benteng dari segala macam pelanggaran di dunia pendidikan, seperti perundungan, narkoba, bunuh diri, kekerasan seksual dan berbagai pelanggaran yang lain. Sistem pendidikan yang minim dari pelajaran agama hanya akan mencetak generasi yang cerdas dan pintar tapi tidak paham agamanya. Akhirnya, tumbuhlah individu-individu yang tidak peduli pahala dan dosa, abai dengan halal dan haram, dan jauh dari ketaatan.
Walhasil, kondisi individu, masyarakat dan negara yang jauh dari ketaatan bahkan mengabaikan peran agama dalam semua aspek kehidupan membuat kehidupan kian karut marut tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Sehingga adanya guru-guru yang kontraproduktif terhadap profesinya, kriminalisasi guru dan kualitas siswa yang kian menurun menjadi keniscayaan dalam sistem kehidupan saat ini.
Islam, Satu-satunya Solusi
Jika dicermati, kompleksnya masalah di dunia pendidikan tidak akan tuntas jika penyelesaiannya bersifat parsial dan tidak menyentuh akar persoalan. Butuh solusi mendasar yang mampu memperbaiki karakter guru, orangtua, masyarakat dan negara sebagai pembuat regulasi. Satu-satunya cara adalah kembali pada Islam. Hanya syariat Islam yang mampu mengubah karakter manusia dari tidak beradab menjadi beradab dan telah terbukti mencetak generasi unggul belasan abad yang silam. Dimana Akidah Islam menjadi landasan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam kurikulum pendidikannya yang berbasis akidah.
Islam menghormati ilmu dan pembawanya, diantaranya adalah guru dan memberikan jaminan perlindungan terhadapnya serta peningkatan kualitas ilmunya. Diantara penghormatan Islam terhadap guru adalah dengan memberikan jasa yang pantas terhadap dedikasi guru dalam mendidik dan mencetak generasi gemilang. Dikisahkan bahwa Umar Bin Khaththab memberi upah pada guru sebanyak 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas) setiap bulannya. Jika dikonversi dengan harga emas saat ini, setiap guru menerima gaji sekitar Rp 60 jt per bulan. Bahkan jika seorang guru menulis buku, akan diberi hadiah berupa emas seberat buku yang ditulisnya. Dengan gaji sebesar itu, seorang guru akan fokus dengan profesinya sebagai pendidik, tidak perlu mencari kerja sampingan karena kesejahteraannya sudah terjamin.
Islam juga memiliki mekanisme yang tertib dan teratur dalam memperlakukan guru, karena guru adalah salah satu pihak yang berjasa dalam sistem Pendidikan. Imam Al-Ghazali sangat memuliakan profesi guru. Beliau mengatakan, “Siapa saja yang berilmu dan mengajarkannya, maka ia disebut ‘orang besar’ di segenap penjuru langit.”
Menjadi seorang guru sesuai tuntunan Islam adalah sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya Allah, malaikat serta penghuni langit dan bumi sampai-sampai semut yang berada di sarangnya dan juga ikan senantiasa memintakan rahmat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR Tirmidzi).
Islam adalah teladan terbaik dalam membangun peradaban gemilang . Peradaban Islam telah banyak melahirkan cendekiawan dan ilmuwan yang ahli di berbagai bidang. Semisal Al-Khawarizmi seorang ahli matematika yang dikenal oleh Barat dengan aljabar yang dengan kecerdasannya merumuskan hitungan matematika jauh lebih mudah dengan ditemukannya angka nol.
Telah banyak contoh dan bukti kegemilangan peradaban tatkala Islam diterapkan secara menyeluruh pada semua aspek kehidupan, maka seyogyanya kita harus mengambil Islam sebagai satu-satunya solusi segala permasalahan hidup, termasuk dalam dunia pendidikan.
Wallahu a’lam bisshawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.