Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ariyani Hardiman

Menghadapi Serangan Fajar dalam Pesta Demokrasi

Politik | 2024-11-29 01:01:11
Ilustrasi: freepik

Ariyani Hardiman

Universitas Airlangga

Surabaya, 29 November 2024

Di waktu-waktu menjelang semaraknya pesta demokrasi, masyarakat seringkali menghadapi adanya godaan-godaan yang datang dari berbagai pihak. Godaan tersebut, salah satunya adalah berupa politik uang atau yang familiar di telinga masyarakat sebagai serangan fajar. Serangan fajar yang dimaksud merupakan pemberian materi dalam bentuk uang atau lainnya yang bersifat sebagai sogokan dengan intensi agar pihak yang diberi dapat dengan rela dan sadar menyumbangkan hak suaranya untuk mendukung pihak pemberi, yakni politisi yang akan mencalonkan diri atau tim pengusung mereka dalam sebuah pemilihan. Saking seringnya terjadi serangan fajar, hal ini seakan dirasa telah menjadi tradisi yang sudah mendarah daging dalam perpolitikan di tanah air kita. Dalam jurnal yang ditulis oleh GAFURI, A. (2023) mengutip dari Leo Agustino bahwa adanya serangan fajar ini sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak era kolonialisme. Pada saat itu, bangsa penjajah menyuap pribumi yang menjabat sebagai perangkat daerah untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kebiasaan ini rupanya terus hidup di pikiran dan tindakan pejabat publik serta menjangkiti raga demokrasi Indonesia.

Faktor yang memicu terjadinya serangan fajar di antaranya adalah kemiskinan, pendidikan dan tingkat pengetahuan masyarakat yang kurang, serta lemahnya penegakan hukum. Faktor kemiskinan masih menjadi penyebab yang utama, wong-wong cilik cenderung menerima imbalan-imbalan suap seperti ini untuk sedikitnya mengurangi beban ekonomi yang mereka pikul. Bentuk-bentuk suap yang diberikan kepada mereka biasanya adalah uang ataupun bahan pokok. Tak ayal, beberapa dari mereka bahkan justru menunggu momen-momen jelang pemilihan umum atau daerah ini agar bisa mendapat kesempatan untuk diberi imbalan. Keadaan ini membuat para elite politik dengan mudah berdalih bahwa pemberian mereka bukanlah suap, melainkan bantuan sosial atau sedekah.

Faktor selanjutnya yang juga tidak lepas dari faktor kemiskinan adalah pendidikan dan tingkat pengetahuan masyarakat yang kurang. Pendidikan yang rendah menyebabkan minimnya pengetahuan mengenai bagaimana politik seharusnya bekerja, cara menjadi pemilih yang cerdas, dan apa yang harus dilakukan bila dihadapkan pada tindakan yang dicurigai sebagai bentuk penyuapan. Namun, perlu digaris bawahi bahwa tidak semua yang memiliki pendidikan rendah merupakan penerima serangan fajar. Masyarakat dengan pendidikan yang cukup juga bisa tetap tersangkut atas penerimaan suap bila pengetahuannya akan politik memang minim.

Lebih lanjut, yakni faktor penegakan hukum mengenai tindak politik uang yang kurang efektif. Sebenarnya, peraturan mengenai politik uang sudah tertuang dalam undang-undang, yaitu pada pasal 73, pasal 278 ayat (2), pasal 280 ayat (1) huruf j, pasal 284, pasal 286 ayat (1), pasal 515 dan 523 JUGA No. 7 Tahun 2017. Namun, undang-undang yang dibuat oleh pemerintah dan bawaslu seakan tidak berpengaruh apapun pada kenyataan di lapangan. Sebab, masih kerap terjadi adanya serangan fajar yang dilakukan secara terang-terangan tetapi penegakan hukum seolah tidak pernah ada. Pengusutan tuntas mengenai kasus-kasus ini tidak pernah benar-benar dilakukan oleh pemerintah.

Maka, untuk menghentikan kebiasaan buruk ini, peran dari masyarakat sangatlah penting. Negara Indonesia merupakan negara demokrasi. Demokrasi berarti kita bebas tanpa ada halangan apapun untuk bisa memilih dan tanpa adanya intervensi dari pihak-pihak lain yang dapat mempengaruhi hasil dari sebuah pemilihan pemimpin. Serangan fajar seperti ini dapat menghilangkan makna dari negara demokrasi itu sendiri. Kita, sebagai warga negara yang baik, harus memanfaatkan momen pesta demokrasi dengan sebaik-baiknya. Uang atau materi lain yang diberi demi membeli hak suara kita tidak akan pernah bisa menjamin bagaimana nasib rakyat dalam lima tahun yang akan datang. Kemiskinan tidak menjadi alasan untuk menerima iming-iming menjelang pemilihan. Masyarakat harus menyadari bahwa alasan pemberian uang atau bahan pokok menjelang hari pemilihan dengan alasan bantuan sosial sama sekali bukanlah bentuk kepedulian, melainkan bentuk keinginan mereka untuk membutakan orang-orang miskin. Dengan serangan fajar, para calon pemimpin akan terus dengan mudah membodohi rakyat. Pemberian serangan fajar merupakan bukti bahwa para calon pemimpin menyepelekan rakyat, mengira bahwa semua hal akan bisa dengan mudah terwujud asal bisa membungkam menggunakan uang.

Mari, lebih berpikir terbuka dan acuh dengan politik. Jangan hanya karena merasa tidak suka dengan hal-hal yang berbau dengan politik menjadi dalih untuk tutup telinga mengenai rekam jejak calon pemimpin. Menerima serangan fajar dan coblos sesuai pilihan hati tidak menjadikan kita bersih dari praktik penerimaan suap. Menerima suap, tetap merupakan tindakan ilegal. Berani menolak serangan fajar adalah tindakan yang keren

REFERENSI:

GAFURI, A. (2023). Peran Nilai-Nilai Pancasila Dalam Membendung Praktek Politik Uang Di Pemilu Dan Pemilihan. Darul Ulum: Jurnal Ilmiah Keagamaan, Pendidikan Dan Kemasyarakatan, 14(1), 1–8. https://doi.org/10.62815/darululum.v14i1.123

https://www.hukumonline.com/berita/a/hindari-politik-uang-dalam-pemilu--begini-aturan-dan-ancaman-hukumannya-lt64ed535a9c126/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image