Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image syamsya ramadhani handijaya

Generasi Muda dan Demokrasi: Menuju Pemilu Berkualitas di Indonesia

Politik | 2024-11-28 18:46:46
Sekumpulan pemuda sedang memberikan suara di TPS, melambangkan partisipasi aktif generasi muda dalam demokrasi Indonesia. (ilustrasi oleh liputan6.com)

Demokrasi yang Kita Harapkan

Demokrasi adalah fondasi yang menopang sistem pemerintahan Indonesia. Setiap lima tahun, rakyat diberikan kesempatan untuk memilih pemimpin melalui minkan kehendak rakyat yang murni? ekanisme pemilu. Namun, pertanyaannya adalah: apakah proses ini benar-benar mencerminkan kehendak rakyat yang murni?

Sebagai seorang mahasiswa Universitas Airlangga, saya sering bertanya, apakah demokrasi di Indonesia sudah sesuai harapan? Apakah pemilih, terutama generasi muda, benar-benar memahami konsekuensi dari pilihan mereka? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemilih muda dalam pemilu 2019 mencapai lebih dari 60 juta jiwa, atau sekitar 30% dari total pemilih. Namun, besarnya jumlah ini belum tentu berbanding lurus dengan kualitas pemahaman politik mereka.

Generasi muda sering menjadi sasaran empuk kampanye politik. Media sosial, yang kini menjadi platform utama dalam menyampaikan informasi, lebih sering digunakan untuk propaganda daripada edukasi politik. Lalu, bagaimana kita bisa memastikan bahwa suara generasi muda benar-benar berkontribusi pada kualitas demokrasi?

Mengukur Pemahaman dan Partisipasi Pemilih Muda

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya melakukan survei terhadap 100 mahasiswa Universitas Airlangga mengenai pemahaman politik mereka. Berikut hasilnya:

1. 65% responden tidak membaca visi dan misi kandidat secara menyeluruh.

2. 50% responden lebih terpengaruh oleh konten media sosial dibandingkan informasi resmi.

3. 35% tidak memahami peran dan wewenang kepala daerah atau presiden.

4. 20% mengaku pernah mengetahui atau menerima politik uang.

Survei ini mengungkapkan bahwa literasi politik di kalangan pemilih muda masih sangat rendah. Misalnya, banyak mahasiswa yang mengandalkan influencer media sosial untuk membentuk preferensi politik, tanpa mencari tahu lebih dalam mengenai rekam jejak atau program kandidat.

Fenomena politik uang juga menjadi masalah serius. Menurut laporan Bawaslu pada pemilu 2019, ada lebih dari 600 kasus pelanggaran politik uang yang terdeteksi. Beberapa responden survei bahkan menyatakan bahwa menerima uang dari kandidat dianggap sebagai “hak”, karena mereka merasa suara mereka tidak akan terlalu memengaruhi hasil pemilu. Hal ini menunjukkan adanya erosi kepercayaan terhadap demokrasi.

Refleksi dan Solusi untuk Demokrasi yang Berkualitas

Hasil survei ini menjadi peringatan bahwa kualitas demokrasi Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Namun, ada sejumlah langkah yang bisa diambil untuk memperbaiki keadaan ini:

1. Pendidikan Politik Sejak Dini

Pendidikan politik tidak boleh hanya menjadi materi hafalan di sekolah. Simulasi pemilu, diskusi interaktif, dan debat isu-isu politik terkini perlu diperkenalkan sejak dini. Dengan cara ini, generasi muda dapat memahami pentingnya demokrasi dan peran mereka di dalamnya.

2. Meningkatkan Literasi Digital

Sebagai generasi yang aktif di media sosial, anak muda harus dibekali kemampuan untuk memilah informasi yang valid. Berdasarkan data We Are Social (2023), Indonesia memiliki lebih dari 200 juta pengguna media sosial aktif. Jika tidak diajarkan cara mengenali hoaks atau propaganda, platform ini akan terus menjadi alat manipulasi politik.

3. Penegakan Hukum terhadap Politik Uang

Pemerintah dan lembaga seperti KPU dan Bawaslu harus memperkuat pengawasan terhadap praktik politik uang. Sanksi tegas perlu diberlakukan untuk mencegah pelanggaran serupa di masa depan.

4. Partisipasi Aktif Pemilih Muda

Demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin setiap lima tahun. Generasi muda harus terlibat dalam mengawasi kebijakan, memberikan kritik yang konstruktif, dan aktif dalam diskusi publik. Partisipasi ini akan menciptakan ekosistem politik yang lebih sehat.

Menjawab Pertanyaan Kritis: Apakah Demokrasi di Indonesia Bisa Berkembang Lebih Baik?

Masa depan demokrasi Indonesia sangat tergantung pada kesadaran kolektif masyarakat, terutama generasi muda. Apakah mereka siap mengambil langkah untuk meningkatkan literasi politik mereka? Apakah mereka bersedia menolak politik uang meskipun menghadapi tekanan ekonomi?

Sebagai mahasiswa, saya percaya bahwa perubahan dimulai dari diri kita sendiri. Jika setiap individu berkomitmen untuk menjadi pemilih yang cerdas, kritis, dan berintegritas, maka demokrasi di Indonesia akan perlahan-lahan membaik. Tantangannya adalah: apakah kita bersedia melakukan perubahan itu sekarang?

Harapan untuk Demokrasi yang Berkualitas

Demokrasi adalah aset yang harus dijaga dan diperbaiki. Pemilu bukan sekadar rutinitas politik, tetapi adalah jalan untuk menciptakan pemerintahan yang adil dan transparan. Jika generasi muda mampu meningkatkan literasi politik, menolak praktik curang, dan berperan aktif dalam proses demokrasi, masa depan bangsa ini akan lebih cerah.

Seperti yang pernah dikatakan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, "Democracy cannot succeed unless those who express their choice are prepared to choose wisely." Maka, mari kita mulai dari diri kita sendiri. Jika bukan sekarang, kapan lagi?

Referensi

1. Komisi Pemilihan Umum. Statistik Pemilu Indonesia. KPU, 2023.

2. Badan Pusat Statistik. "Partisipasi Pemilih Muda dalam Pemilu." BPS, 2019.

3. Lembaga Survei Indonesia. Tingkat Pemahaman Politik Masyarakat. LSI, 2022.

4. We Are Social. "Digital 2023: Indonesia." 2023.

5. Wardhani, Febri. Media Sosial dan Literasi Politik Pemilih Pemula. Universitas Indonesia, 2023.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image