Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alia Mutiara Salsabila

Kemiskinan Struktural: Diskursus Sosial dan Ekonomi Tak Berujung

Humaniora | 2024-11-28 00:51:42
Sumber: freepik.com

Pada tahun 2024, tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 9,03%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak sekali tantangan untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Walau dari tahun ke tahun, penelitian statistik menentukan bahwa presentase kemiskinan di Indonesia tampak menurun, hal ini tidak memungkiri bahwa kenyataannya kemiskinan di Indonesia rupanya lebih cenderung meningkat. Keluar dari lubang kemiskinan bukanlah hal yang mudah, banyak sekali masyarakat yang masih terjerat kemiskinan struktural yang membuatnya semakin terikat dengan kemiskinan. Kemiskinan struktural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang terjadi secara berkelanjutan akibat tidak setaranya struktur sosial dan ekonomi di lingkup masyarakat.

Kemiskinan struktural tidak hanya berputar pada masalah individu ataupun keluarga, tetapi banyak aspek yang mendorong terjadinya kemiskinan struktural ini. Memahami aspek-aspek yang mendorong dan berkontribusi dalam terjadinya kemiskinan struktural ini menjadi penting bagi kita sebagai rakyat Indonesia. Terlebih lagi, majunya teknologi membuat kita lebih mudah untuk berdiskusi satu sama lain sehingga sebuah diskursus mengenai kemiskinan struktural ini pun muncul dengan mudahnya.

Terdapat dua aspek yang menjadi concern diskursus kemiskinan struktural, aspek-aspek tersebut yaitu aspek sosial yang dapat kita temui sehari-hari dan aspek ekonomi yang berkaitan erat dengan kemiskinan. Terdapat beberapa faktor dari aspek sosial maupun ekonomi yang mendorong terjadinya perputaran kemiskinan struktural yang belum kunjung tertuntaskan ini, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut

1. Prinsip dan Kesalahan Berpikir

Adanya rasa senasib sepenanggungan pada rakyat miskin membuat beberapa dari mereka merasa biasa saja berada di lingkaran kemiskinan tersebut. Seringkali, mereka menerapkan prinsip “nrimo ing pandum” yang berarti menerima secara ikhlas keadaan yang terbawa dari masa lalu, yang terjadi di masa kini, hingga yang akan terjadi di masa depan. Hal ini yang akhirnya turut menimbulkan stigma dan kesalahan pola pikir pada diri mereka sendiri yang akan dilihat dan ditiru oleh keturunannya. Selain itu, prinsip ini juga membuat mereka terus berputar pada lingkaran kemiskinan yang sama dengan usaha yang sangat kecil untuk keluar dari kemiskinan itu.

2. Kurangnya akses pendidikan berkualitas

Terdapat banyak sekali daerah di seluruh penjuru Indonesia yang masih kesulitan untuk mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas. Tak hanya daerah-daerah yang ada di pelosok, terkadang daerah yang berada di perkotaan pun memiliki kualitas pendidikan yang masih sangat minim dan kurang. Namun, hal ini tak dapat sepenuhnya dilimpahkan ke pendidik, tetapi juga kepada kementerian pendidikan yang seharusnya dapat lebih aware dan peduli dengan akses pendidikan berkualitas yang seharusnya inklusif dan dapat dirasakan serta didapatkan oleh seluruh rakyat Indonesia.

3. Sedikitnya akses terhadap informasi

Banyaknya masyarakat yang memiliki akses informasi di era digital ini tak menjadikan seluruh masyarakat benar-benar dapat memahami cara mengakses informasi tersebut, masih banyak pula masyarakat yang mendapat misinformasi ataupun tak memahami cara mengakses suatu informasi. Dengan sulit dan kurangnya pemahaman terkait akses informasi, masyarakat dapat mudah terjebak dalam suatu lingkaran ketidaktahuan dan misinformasi yang membuatnya kerap kali mudah percaya terhadap suatu informasi yang kurang kredibel.

4. Kurangnya perhatian pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan

Seperti yang kita ketahui, kemiskinan struktural merupakan roda berputar yang akan diteruskan kepada keturunan dari keluarga tersebut. Terdapat beberapa keluarga yang dapat berhasil keluar dari lubang kemiskinan struktural ini, tetapi tak sedikit pula masyarakat yang benar-benar terjebak dalam roda kemiskinan struktural ini. Korupsi dan kolusi pun masih marak terjadi yang membuat anggaran-anggaran tersalurkan ke arah yang tak seharusnya.

Hak-hak masyarakat yang tak terpenuhi inilah yang membuat peran pemerintah menjadi krusial dan benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, selain untuk memenuhi hak-hak masyarakat, pemerintah juga berperan penting untuk menangani dan membantu masyarakat keluar dari lubang kemiskinan struktural. Namun, upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini tergolong masih kurang efektif. Masyarakat membutuhkan sebuah strategi dan solusi untuk memutus roda kemiskinan struktural itu yang membuat hal ini seharusnya menjadi suatu perhatian penting bagi pemerintah.

Menghadapi dan memutus rantai kemiskinan struktural bukanlah hal yang mudah, terdapat banyak sekali tantangan yang harus dilewati untuk menghadapi dan memutus rantai kemiskinan strukturan tersebut. Pesatnya perkembangan teknologi, strategi dan regulasi pemerintah dalam mengatasi kemiskinan struktural, hingga meluruskan cara berpikir masyarakat yang telah terjebak dalam kemiskinan struktural inilah yang menjadi sebuah tantangan bagi siapapun yang ingin memutus rantai kemiskinan struktural.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image