Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image NURUL AULIA FATIH

Kenaikan Pajak 12 Persen: Keuntungan Bersama atau Kerugian Masyarakat?

Politik | 2024-11-27 21:15:25
Ilustrasi Kenaikan Pajak (Asset Pribadi Penulis)

Pemerintah telah mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang akan berlaku untuk sejumlah barang dan jasa dalam kategori Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Kebijakan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 serta Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Meskipun bertujuan untuk memperkuat penerimaan negara, kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Beberapa barang konsumsi non-esensial seperti elektronik, pakaian, dan aksesoris akan dikenakan PPN baru ini. Selain itu, layanan hiburan seperti tiket bioskop, konser, dan langganan streaming juga akan terpengaruh. Jasa komersial, termasuk konsultasi bisnis dan periklanan, turut dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi, begitu pula barang dan jasa impor yang memiliki nilai tambah tinggi.

Namun, pemerintah memastikan bahwa barang dan jasa yang bersifat esensial tetap tidak dikenakan PPN. Kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, serta jasa kesehatan dan pendidikan tetap dibebaskan dari pajak ini untuk menjaga agar harga kebutuhan dasar tidak melonjak. Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa memberatkan masyarakat dari golongan ekonomi bawah dan menengah. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu mendanai berbagai program pembangunan sekaligus mendorong konsumsi barang-barang non-esensial yang lebih selektif.

Alasan di Balik Kenaikan Pajak

1. Pendapatan negara yang meningkat

Pemerintah berpendapat bahwa kenaikan pajak diperlukan untuk memperbesar pendapatan negara, terutama di tengah kebutuhan anggaran yang semakin mendesak. Uang yang terkumpul dari pajak rencananya akan digunakan untuk hal-hal penting seperti membangun infrastruktur, meningkatkan layanan kesehatan, dan memperbaiki sistem pendidikan. Semua itu dianggap penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

2. Mengatasi defisit negara

Kondisi keuangan negara yang sedang defisit juga menjadi alasan utama di balik kebijakan ini. Dengan menaikkan pajak, pemerintah berharap bisa menutup kekurangan anggaran. Namun, penting untuk mempertanyakan, apakah kebijakan ini sudah mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat luas? Apakah manfaat yang dijanjikan sebanding dengan potensi beban baru yang harus ditanggung oleh publik?

Dampak pada Masyarakat dan Usaha

Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara untuk mendanai pembangunan dan pemulihan ekonomi. Selain itu, pengawasan yang lebih ketat diharapkan dapat meningkatkan efisiensi perpajakan dan mengurangi kebocoran pendapatan negara.

Namun, kebijakan ini juga menimbulkan dampak negatif, seperti kenaikan harga barang dan jasa yang dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah. Kenaikan PPN juga berpotensi memperburuk inflasi dan meningkatkan biaya hidup. UMKM pun terpengaruh, karena beban pajak yang lebih tinggi dapat menghambat pertumbuhan dan daya saing mereka.

Kesimpulan

Kenaikan pajak 12 persen dapat mendukung pembangunan nasional, namun berisiko menimbulkan ketidakpercayaan publik jika tidak dikelola dengan transparansi dan melibatkan masyarakat. Kebijakan ini juga dapat memberi tekanan pada masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku UMKM, sehingga penting bagi pemerintah untuk menyediakan kebijakan pendukung dan strategi mitigasi. Dengan pendekatan inklusif dan bijaksana, kenaikan pajak ini bisa menjadi peluang untuk mendorong kemajuan berkelanjutan dan pemulihan ekonomi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image