Bantuan Sosial Sudah tidak Relevan untuk Mengatasi Kemiskinan
Riset dan Teknologi | 2024-11-25 20:33:21Bantuan Sosial (BANSOS) untuk beberapa tahun yang akan datang tidak terlalu relevan, apalagi dengan menambah persentasenya atau di besarkan lagi anggarannya kepada masyarakat di presiden yang baru ini.
Yang harus kita kaji dan pahami dalam BANSOS ini ada dua kalimat yaitu, BANTUAN dan SOSIAL, Bantuan berasal dari kata dasar bantu, yang berarti tindakan untuk memberikan dukungan, pertolongan, atau mempermudah orang lain dalam menghadapi kesulitan.
Sosial berasal dari kata Latin socius, yang berarti teman atau sahabat. Dalam konteks luas, sosial berkaitan dengan Interaksi antar individu atau kelompok dalam masyarakat. Hubungan yang melibatkan norma, nilai, dan struktur dalam komunitas tertentu. Dimensi kolektif, yang di maksud tindakan atau peristiwa yang memiliki dampak terhadap masyarakat, bukan hanya individu.
Ketika kedua kata ini digabung, Bantuan Sosial merujuk pada tindakan memberikan pertolongan atau dukungan yang bersifat kolektif dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah dalam masyarakat. Fokusnya bukan hanya pada individu tetapi pada kelompok atau komunitas yang membutuhkan, baik secara memberikan barang ataupun dengan aksi.
Namun dengan selalu memberikan dukungan Bantuan Sosial secara terus menerus masyarakat akan mulai ketergantungan dengan mengharpakan bantuan tersebut datang setiap bulan, bukannya di manfaatkan dengan kebutuhan pokok mereka terpenuhi lalu mencari tambahan untuk memecahkan permasalahan kemiskinan, malah lebih santai karena bantuan tersebut akan terus datang, secara individu.
Factor kedua penyelewengan Bantuan Sosial dari tingkat atas hingga ke bawah, menggambil salah satu kasus besar diberapa tahun belakang dalam wabah Covid 19, Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menduga kasus korupsi Bantuan Sosial (BANSOS) Covid-19 bisa mencapai Rp 100 triliun, bahkan lebih. dilansir dari CNBC Indonesia. Lalu Novel Baswedan mengutarakan “Kasus ini nilainya puluhan triliun. Bahkan saya rasa seratus triliun nilai proyeknya dan ini korupsi terbesar yang saya pernah perhatikan," kata Novel kepada CNN Indonesia, seperti dikutip Rabu (18/5/2021).
Factor ke tiga, penerima tidak tepat sasaran Banyak data penerima bansos tidak diperbarui secara berkala, sehingga mencantumkan orang yang tidak layak atau meninggalkan mereka yang membutuhkan. Contoh: Dalam bansos pandemi COVID-19 pada tahun 2020, ditemukan 21 juta data bermasalah dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial, Ada penerima yang sudah meninggal, pindah alamat, atau tidak lagi masuk kategori miskin, tetapi masih menerima bantuan hasil Kajian Dampak: Penelitian LIPI tahun 2020 mencatat banyak keluarga miskin tidak menerima bansos karena tidak masuk dalam DTKS, terutama di daerah pedesaan yang sulit terjangkau pendataan.
Factor ke empat, Bantuan sosial sering dijadikan alat politik oleh pejabat untuk membangun citra atau mendukung kelompok tertentu. Contoh: Pada 2020, di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur, kepala daerah mencantumkan foto mereka di paket bansos yang dibagikan kepada masyarakat. Kasus ini banyak terjadi menjelang Pilkada serentak. Bahwa masyarakat merasa bansos digunakan untuk tujuan politik menjadi apatis terhadap program pemerintah lainnya.
Efektivitas bansos bergantung pada keberlanjutan, transparansi, dan pemberdayaan masyarakat penerima. Dengan membenahi sistem pendataan, hukuman penyelewengan, dan menjadikan bansos alat pemberdayaan, program ini dapat benar-benar mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa menciptakan ketergantungan, lalu memberikan barang ataupun alat yang bisa meningkatkan penghasilan untuk produktifitas berkelanjutan masyarakat untuk mengatasi kemiskinan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.