Ganti Menteri Ganti Kurikulum, Potret Pendidikan Tanpa Arah
Politik | 2024-11-21 18:34:26Isu perubahan kurikulum mengemuka setelah Mendikdasmen menyatakan bahwa akan menerapkan deep learning. Meski dinyatakan bahwa deep learning bukanlah kurikulum, namun metode dan perubahan kurikulum dimungkinkan pada tahun ajaran baru, namun rakyat sudah memiliki persepsi bahwa “ganti Menteri ganti kebijakan’, entah ganti kurikulum atau kebijakan yang lain. Ini adalah fakta tak terbantahkan. Setiap ganti Menteri Pendidikan pasti ada perubahan mendasar di bidang pendidikan. Pejabat yang berpikir dangkal saja seharusnya sadar, bahwa SDM yang berkecimpung di dunia pendidikan hampir tidak ada perubahan, masa pengabdian guru tak jarang yang hampir 40 tahun, maka ketika setiap 5 tahun ganti menteri bisa dipastikan guru tersebut mengalami delapan kali perubahan kebijakan atau bahkan perubahan kurikulum. Jadilah yang kelimpungan dengan pergantian kebijakan adalah SDM di lapangan, dan yang menjadi korban langsung adalah peserta didik yang jelas dijadikan sebagai kelinci percobaan.
Ironinya, berbagai perubahan dalam sistem pendidikan nasional selama ini, nyatanya belum mampu mewujudkan manusia seutuhnya, generasi beriman dan bertakwa dan trampil sebagaimana tujuan pendidikan. Yang ada generasi semakin terpuruk, moral semakin kacau, penguasaan terhadap ilmu dan pengetahuan semakin rendah, dan kualitas SDM yang tercetak tak lebih dari pekerja rendah atau sekadar buruh pemenuh ambisi kapitalis. Intinya, perubahan kurikulum atau sekadar kebijakan di bidang pendidikan tidak mengantarkan generasi bangsa ini menjadi generasi pembangun peradaban gemilang.
Perubahan ini bisa terjadi akibat ketidak jelasan visi dan misi pendidikan yang diterapkan negara, atau pun demi menyesuaikan dengan tuntutan global atau dunia industri. Pergantian kurikulum sangat kental dengan kepentingan segelintir orang. Namun, di balik pergantian kurikulum, ada satu hal yang tetap dan tidak berubah, yaitu asas pendidikan yang tetap kapitalis sekular. Apapun kurikulumnya, asasnya tetap ide batil, kapitalis sekular yang mengabaikan halal haram dan mengabaikan agama dalam kehidupan di dunia, tidak mempunyai visi akhirat. Oleh karena itu wajar jika meski bergonta-ganti kurikulum, tetap saja bangsa ini dalam kondisi terpuruk, karena memang asasnya salah, asasnya menyalahi fitrah manusia. Hasilnya adalah generasi minim adab, berpikiran bebas (liberal), makin berpotensi berbuat kerusakan dan masalah di tengah-tengah masyarakat.
Penguasa harusnya bertaubat, tidak lagi mempermainkan rakyatnya dan berpaling dari sistem rusak menuju sistem mulia, yaitu sistem Islam yang diturunkan dari Sang Pencipta dan Pengatur seluruh alam. Sistem Pendidikan Islam berasaskan akidah Islam memberikan arah yang jelas pada visi dan misi pendidikan, misi dunia untuk membentuk generasi berkepribadian Islam yang tangguh menghadapi kehidupan, unggul dalam IPTEK, semangat memperjuangkan peradaban mulia dan mempunyai visi jangka panjang, akhirat. Dalam Islam, rakyat bukanlah kelinci percobaan, namun manusia yang wajib diurus semua urusannya dan dimuliakan agar menjadi hamba yang taat. Islam meberikan sarana, fasilitas dan dana terbaik demi pengembangan dunia pendidikan. Memberikan kurikulum terbauk yang akan membentuk generasi emas berkepribadian Islam, dan ilmunya bermanfaat untuk kemaslahatan umat.
Sejarah panjang peradaban Islam telah memberikan bukti nyata akan keunggulan sistem Pendidikan Islam, yang diterapkan dalam negara yang menerapkan Islam kafah. Gaji guru yang layak, lahirnya ribuan ilmuwan ahli di berbagai bidang adalah salah satu bukti kepedulian Islam dalam dunia pendidikan , merupakan sarana menuntut ilmu yang wajib hukumnya dalam Islam. Sehingga dalam sistem Islam pendidikan adalah bidang yang sangat diperhatikan, bukan malah dijadikan korban ambisi penguasa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.