Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Amira Ilyasa

Urgensi Tindakan Cepat Menghadapi Perubahan Iklim: Menyelamatkan Bumi untuk Generasi Mendatang

Riset dan Teknologi | 2024-11-18 20:36:22

Perubahan iklim adalah masalah global yang semakin mendesak untuk ditangani. Dengan suhu rata-rata global yang terus meningkat, dampak dari pemanasan global mulai dirasakan di seluruh dunia, baik dalam bentuk bencana alam yang lebih intens seperti badai, banjir, dan kekeringan, maupun dalam perubahan pola cuaca yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari.

Menurut laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), dunia telah mengalami kenaikan suhu global sekitar 1,1 derajat Celsius dibandingkan dengan era pra-industri, dan jika tren ini tidak dihentikan, suhu global bisa naik hingga 3,2 derajat Celsius pada akhir abad ini, yang akan menyebabkan dampak yang lebih parah dan tak terkendali. “Kami sudah berada di jalur yang sangat berbahaya. Jika kita tidak bertindak sekarang, kita akan menghadapinya lebih keras di masa depan,” kata Dr. Hoesung Lee, Ketua IPCC, dalam laporan mereka yang diterbitkan pada 2023.

Bukti dari perubahan iklim ini semakin nyata. Tahun 2023 tercatat sebagai salah satu tahun terpanas dalam sejarah, dengan gelombang panas yang melanda berbagai belahan dunia, dari Eropa hingga Asia. Di Indonesia sendiri, fenomena El Niño pada 2023 menyebabkan kekeringan yang melanda sejumlah daerah, mengganggu ketahanan pangan dan sumber daya air. Di sisi lain, peningkatan permukaan air laut yang disebabkan oleh mencairnya es di kutub mengancam kota-kota pesisir, seperti Jakarta, yang diperkirakan akan mengalami banjir lebih parah dalam beberapa dekade mendatang.

Tantangan utama dalam menghadapi perubahan iklim bukan hanya masalah teknologi, tetapi juga komitmen politik dan ekonomi global. Berbagai negara, terutama negara-negara industri besar, masih enggan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara signifikan. Meskipun ada kemajuan seperti kesepakatan dalam Paris Agreement pada 2015 untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius, implementasi yang efektif masih menjadi masalah.

Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Tiongkok, dua negara dengan emisi terbesar di dunia, belum menunjukkan komitmen yang cukup untuk melakukan perubahan signifikan. Sebuah studi yang diterbitkan oleh Global Carbon Project pada 2022 mengungkapkan bahwa meskipun beberapa negara mulai mengurangi emisi mereka, total emisi global pada 2021 justru mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Tanpa upaya yang lebih kuat dan terkoordinasi, target pengurangan emisi yang disepakati dalam Paris Agreement akan sulit tercapai.

Namun, di tengah pesimisme tersebut, ada juga harapan. Banyak negara berkembang, seperti India, yang meskipun menghadapi tantangan besar dalam hal pembangunan, mulai mengintegrasikan teknologi energi terbarukan dalam strategi energi mereka. Di Indonesia, penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin mulai berkembang pesat. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia (ESDM) menunjukkan bahwa kapasitas pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia telah meningkat lebih dari 30% dalam dua tahun terakhir, meskipuntan tangannya masih besar, mengingat ketergantungan pada energi fosil yang masih sangat tinggi.

Langkah-langkah mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim harus didorong, terutama dengan pendekatan berbasis komunitas. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bergotong royong untuk mendorong pengurangan emisi, meningkatkan efisiensi energi, dan melindungi ekosistem yang mendukung kehidupan kita. Sebagai contoh, inisiatif carbon pricing atau pengenaan pajak karbon yang diterapkan di beberapa negara dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mendorong pengurangan emisi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image