Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Shouma Samarkandi

Menjaga Bumi, Menyelamatkan Masa Depan: Transformasi Hijau di Indonesia

Eduaksi | 2025-01-09 21:15:40

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah menyaksikan krisis iklim yang kian nyata—banjir, kekeringan, dan peningkatan suhu global menjadi bukti nyata dari perubahan yang tak terbantahkan. Di tengah tantangan ini, Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah, berdiri di persimpangan jalan: tetap menjadi kontributor utama emisi karbon atau bertransformasi menjadi pelopor ekonomi hijau.

Langkah itu mulai terlihat. Pada tahun 2024, pemerintah Indonesia meluncurkan Indonesia Hijau 2045, sebuah peta jalan ambisius untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emission) pada tahun 2045. Namun, keberhasilan ini tidak hanya bergantung pada kebijakan negara, tetapi juga pada kolaborasi dengan sektor swasta, masyarakat, dan generasi muda.

Salah satu pilar utama Indonesia Hijau 2045 adalah transformasi energi. Sebagai salah satu negara penghasil batubara terbesar di dunia, ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil menjadi tantangan besar. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, langkah konkret mulai diambil.

Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terbesar di Asia Tenggara di Bali telah dimulai, dengan kapasitas 2 GW yang diharapkan mampu menyuplai energi ke sebagian besar wilayah Indonesia Timur. Selain itu, pemerintah berkomitmen untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara baru mulai 2030.

“Langkah ini tidak hanya tentang lingkungan, tetapi juga tentang daya saing ekonomi,” ujar Andini Rahmawati, pengamat energi terbarukan. “Negara yang lebih awal mengadopsi energi hijau akan menjadi pusat investasi di masa depan.”

Indonesia adalah rumah bagi salah satu hutan hujan tropis terbesar di dunia, namun deforestasi terus menjadi ancaman utama. Data menunjukkan bahwa Indonesia kehilangan lebih dari 500.000 hektar hutan setiap tahun, terutama akibat ekspansi kelapa sawit dan penebangan liar.

Namun, ada harapan baru. Berkat program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), Indonesia berhasil mengurangi deforestasi sebesar 10% pada 2023. Masyarakat adat, yang selama ini sering terpinggirkan, mulai diberdayakan sebagai penjaga utama hutan. Dengan program insentif berbasis karbon, mereka kini memiliki alasan ekonomi yang kuat untuk melestarikan hutan.

“Kami tidak hanya menjaga hutan untuk kami sendiri, tetapi juga untuk anak cucu kami,” kata Johan Tangke Allo, seorang pemimpin adat di Kalimantan.

Di balik langkah besar ini, ada dorongan kuat dari generasi muda Indonesia. Dari gerakan #JagaIklim yang viral di media sosial hingga startup berbasis solusi lingkungan seperti Plastik Pasti Hilang, anak-anak muda memimpin gelombang perubahan. Mereka tidak hanya menyuarakan protes tetapi juga menciptakan inovasi nyata.

Raisa Aditya, pendiri EcoGrow Indonesia, sebuah startup yang memanfaatkan limbah organik menjadi pupuk cair, menyatakan, “Kami tidak bisa menunggu sampai semuanya terlambat. Inovasi adalah kunci untuk menyelamatkan bumi ini.”

Transformasi hijau adalah tantangan besar, tetapi juga peluang emas bagi Indonesia. Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, posisi strategis di pasar global, dan populasi muda yang inovatif, Indonesia memiliki semua yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin dalam ekonomi hijau. Namun, perjalanan ini membutuhkan komitmen jangka panjang, transparansi, dan kemauan politik yang kuat.

Kita semua adalah bagian dari solusi. Dalam menjaga bumi, kita tidak hanya menyelamatkan lingkungan tetapi juga memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Seperti kata pepatah bijak, “Kita tidak mewarisi bumi dari nenek moyang kita; kita meminjamnya dari anak cucu kita.” Mari beraksi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image