Ganti Menteri, Ganti Kurikulum
Eduaksi | 2024-11-18 01:37:37Kurikulum Deep Learning akan mengurangi beban materi, namun menekankan pemahaman mendalam melalui metode pengajaran yang mindful, meaningful, dan joyful. Demikian wacana yang digaungkan tentang kurikulum baru, yakni kurikulum Deeplearning.
Rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti untuk mengubah kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Deeplearning tengah menjadi bahan perbincangan. Nampaknya kebinet baru ini begitu serius mengevaluasi Kurikulum Merdeka dan mengarahkan metode pendidikan menuju pendekatan baru yang dianggap lebih mendalam. Kurikulum baru yang dinyatakan bakal memberi ruang pada guru untuk melakukan improvisasi pun akan segara dirilis.
Pergantian menteri pasti diikuti pergantian kurikulum. Kurikulum Merdeka yang masih menyisakan pro kontra saja hingga saat ini membuat para guru bingung bagaimana harus menghadapi murid yang memiliki mindset hidup penuh kebebasan. Sehingga sulit untuk dinasehati agar rajin belajar, rajin beribadah, taat pada guru, dan lain-lain.
Ganti kurikulum lagi, artinya guru dan pihak sekolah membutuhkan penyesuaian dan harus menyiapkan segala bentuk fasilitas dan faktor pendukung. Lembaga pendidikan tidak bisa menolak untuk memberlakukan kurikulum baru. Seperti biasa, ganti menteri pasti akan ganti kurikulum. Seolah anak-anak didik adalah bahan percobaan dari proyek trial and error.
Sebenarnya yang dibutuhkan oleh generasi saat ini adalah kurikulum yang sudah terbukti mampu membawa manusia pada kekuatan Iman, terikat dengan syariat, tingginya akhlak mulia, berilmu, terdepan dalam teknologi. Bukan seperti output pendidikan sekarang. Mereka seringkali terlibat masalah rumit dan jiwanya rapuh. Banyaknya kasus bunuh diri, narkoba, pergaulan bebas, dan lain lain.
Berbagai problem ini mestinya menjadi pengingat bagi penguasa betapa selama ini sitem pendidikan yang ditempuh telah gagal menghasilkan generasi terbaik. Pemerintah harus serius mengkaji kembali, ada apa dengan sitem pendidikan hari ini? Padahal setiap ganti kabinet diikuti ganti kurikulum. Selalu saja begitu tanpa instrospeksi tentang hakekat kesalahan.
Sebenarnya pergantian kurikulum tidak akan membawa pada perbaikan generasi. Jika bangsa ini ingin mewujudkan generasi unggul maka wajib merombak sistem pendidikan sekulerisme menjadi pendidikan Islam.
Sebab bergantinya kurikulum apa pun jika sistem negara ini masih sekuler, maka akan menghasilkan output yang sekuler pula. Yakni memisahkan agama dari kehidupan. Ruhiahnya kering, tidak tersentuh keimanan karena agama dipisahkan dari kehidupannya. Seolah mengatakan agama hanya berlaku di pojok-pojok masjid. Tidak ada larangan bergaul bebas laki-laki dan perempuan di sekolah, bahkan sekarang mau siswa perempuan mau menutup aurat atau tidak, sekolah tidak boleh memaksa. Berbagai konser pun seringkali diadakan di sekolah dengan alasan seni dan hiburan. Banyak sekali kegiatan sekolah yang sebenarnya bertentangan dengan syariat.
Inilah yang menyebabkan para siswa tak lagi menjadikan akidah Islam dan halal haram sebagai standar perbuatan. Tujuan mereka belajar di sekolah pun bukan untuk Allah yang telah memerintahkan mereka untuk belajar. Tapi lebih kepada tujuam mencari pekerjaan. Sehingga jika ujian tiba, yang mereka inginkan adalah nilai tinggi, entah bagaimana prosesnya.
Dalam Islam, mewujudkan generasi emas artinya adalah generasi yang mampu menggantikan pemimpin bangsa ke depan. Bagaimana generasi hari ini bisa menggantikan para pemimpin jika pendidikan yang ada adalah berbasis sekulerisme? Tentu saja yang akan dihasilkan adalah generasi yang melanjutkan karakter pemimpin saat ini.
Padahal calon pemimpin masa depan itu mestinya harus memegang teguh akidah Islam dan memiliki prinsip amar ma'ruf nahi munkar. Maka Islam memiliki konsep pendidikan terbaik untuk membentuk generasi emas.
Akidah Islam menjadi asas dalam sistem pendidikan Islam, sedangkan tujuan dari penerapannya adalah untuk memuliakan manusia agar memiliki pola pikir dan sikap Islam. Maka negara akan membuat kurikulum sesuai dengan pandangan Islam, bukan berorientasi materi belaka.
Misalnya, pada tingkat dasar, siswa ditanamkan tentang akidah Islam beserta konsekuensi menjadi seorang muslim, tentu saja disesuaikan demgan.level berpikirnya. Pada tingkat tinggi, baru boleh diberikan materi pendidikan yang mengandung hadharah asing.
Sistem pendidikan Islam merupakan bagian dari sistem Islam yang wajib diterapkan. Dengan sistem Islam, generasi akan kuat akidahnya dan kokok kepribadian Islam. Maka mereka akan memahami posisinya sebagai generasi harapan bangsa yang kelak akan menggantikan para pemimpin dengan lebih baik. Gambaran generasi emas ini dapat kita saksikan pada masa kegemilangan Islam yang pernah tegak selama berabad-abad silam. Wallahu a'lam bish-shawwab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.