Vicious Circle of Poverty: Kemiskinan yang Menjadi Warisan
Rubrik | 2024-11-17 20:05:20Kemiskinan merupakan tantangan global yang terus ada setiap tahunnya, dan menjadi salah satu momok yang harus diberantas. Menurut Zuhdiyaty dan Kaluge (2018), kemiskinan didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana kebutuhan hidup dan kualitas hidup seseorang tidak terpenuhi. Fenomena kemiskinan dan kesenjangan sosial saling memberikan keterkaitan satu sama lain di mana kemiskinan mampu memberikan pengaruh terhadap suatu kondisi masyarakat dan sosialnya. Kondisi tersebut memperburuk satu sama lain dalam sebuah lingkaran yang sulit diputus. Tidak hanya dapat berdampak pada individu, tetapi juga memengaruhi struktur sosial secara keseluruhan.
Lingkaran setan kemiskinan, atau disebut juga Vicious Circle of Poverty, menggambarkan bagaimana kemiskinan menciptakan siklus yang saling terkait dan tampaknya sulit untuk diakhiri. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada Maret 2024, tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 9,03%, atau sekitar 25,22 juta orang (BPS, 2024). Angka ini menunjukkan bahwa kemiskinan di Indonesia masih menjadi masalah serius. Bagi masyarakat dengan strata ekonomi menengah ke atas, kebutuhan hidup dan gaya hidup dapat terpenuhi dengan baik. Namun, mereka yang berada di lapisan ekonomi bawah sering kali terjebak dalam kondisi yang memperburuk akses mereka terhadap kebutuhan dasar, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini menyebabkan mereka tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk meningkatkan taraf hidup, sehingga mereka terperangkap dalam pekerjaan dengan upah rendah yang tidak dapat mengatasi kebutuhan dasar mereka. Tanpa intervensi yang tepat, kesulitan ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga menciptakan siklus kemiskinan yang sulit untuk diputuskan. Kemiskinan yang meluas tidak hanya berpengaruh pada ekonomi, tetapi juga menghambat pembangunan sosial, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, menjadikannya sebagai tantangan besar yang memerlukan perhatian serius dan solusi yang komprehensif.
Lingkaran setan kemiskinan dan kesenjangan sosial dimulai dari ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kualitas ekonomi masyarakat secara langsung menentukan standar hidup individu. Istilah "semakin kaya" yang selalu dipuja, dan pandangan negatif terhadap mereka yang miskin, seakan telah menjadi budaya yang terikat di masyarakat tanpa kita sadari. Lingkaran setan ini memberikan jebakan yang sulit bagi masyarakat miskin untuk keluar. Ketika mereka berusaha keluar dari kemiskinan, sering kali mereka dihadapkan pada tantangan besar yang berkaitan dengan terbatasnya akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk memperbaiki keadaan. Salah satu hal utama yang menghambat upaya mereka adalah biaya yang tidak terjangkau, baik untuk pendidikan, kesehatan, maupun investasi dalam keterampilan dan usaha yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Meskipun ada potensi atau peluang untuk memperbaiki keadaan—misalnya melalui pendidikan yang lebih baik atau pelatihan keterampilan—biaya yang diperlukan untuk mengakses peluang tersebut sering kali jauh di luar jangkauan mereka yang hidup dalam kemiskinan. Tanpa modal yang cukup untuk membiayai pendidikan atau pelatihan keterampilan, mereka terpaksa terjebak dalam pekerjaan dengan upah rendah dan kondisi kerja yang tidak mendukung, yang pada gilirannya hanya memperburuk keadaan ekonomi mereka. Bahkan ketika ada program bantuan atau pinjaman yang tersedia, banyak keluarga miskin yang masih kesulitan untuk memenuhi persyaratan yang diperlukan, seperti dokumen atau jaminan, yang menambah lapisan kesulitan. Karena itu, meskipun ada potensi untuk keluar dari kemiskinan, biaya yang tidak ada atau tidak dapat dijangkau tetap menjadi penghalang utama yang memperpanjang dan memperburuk siklus kemiskinan yang mereka alami. Setiap aspek kehidupan—ekonomi, pendidikan, dan kesehatan—saling berkaitan, sehingga semakin memperdalam keadaan individu dan keluarga yang terjebak.
Bagi masyarakat miskin yang berusaha untuk keluar dari lingkaran ini, pendidikan menjadi salah satu jalan penting dikarenakan mampu membukakan jalan dan mengubah taraf layak hidup mereka ke depannya. Namun, keinginan untuk melanjutkan pendidikan sering kali terhalang oleh keterbatasan biaya. Meskipun mereka menyadari bahwa pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan taraf hidup, kenyataannya, biaya pendidikan yang tinggi memaksa banyak orang untuk memilih antara pendidikan dan kebutuhan sehari-hari. Tanpa pendidikan yang memadai, peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin menipis, menciptakan siklus yang sulit dipecahkan: tanpa pendidikan, sulit mendapatkan pekerjaan; tanpa pekerjaan, tidak ada penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Frustrasi dan putus asa dapat menyelimuti mereka, namun di balik itu ada keinginan yang kuat untuk berubah. Banyak yang berusaha mencari solusi, seperti bekerja paruh waktu atau mencari beasiswa, tetapi tantangan yang dihadapi sering kali terlalu besar. Akibatnya, potensi mereka tidak dapat berkembang, dan lingkaran kemiskinan terus berlanjut. Ini menciptakan domino effect, di mana masalah yang satu berkaitan dengan yang lain. Misalnya, akses pendidikan yang terhambat mengurangi peluang kerja, dan ketika mereka mencoba mengakses layanan kesehatan, keterbatasan biaya sering menjadi penghalang. Meskipun pemerintah menyediakan bantuan berupa beasiswa dan Kartu Indonesia Sehat, tidak semua masyarakat yang membutuhkan dapat terjangkau. Selain itu, muncul masalah baru, seperti bantuan yang tidak tepat sasaran.
Masyarakat miskin yang frustasi sering mencari hiburan yang dapat memberikan kebahagiaan tanpa biaya yang besar. Dalam kondisi ini, hiburan sering kali terbatas, dan kegiatan rekreasi yang sehat menjadi sulit dijangkau. Dalam beberapa kasus, hubungan seksual muncul sebagai pelarian dari tekanan hidup. Hidup dalam kemiskinan sering kali disertai tekanan dan stres yang tinggi. Hubungan seksual bisa menjadi cara untuk melupakan masalah sejenak, memberikan rasa nyaman dan relaksasi. Ini bisa menjadi pelarian yang dibutuhkan untuk meringankan beban mental. Hal itulah yang menimbulkan istilah ‘Banyak anak banyak rezeki’ yang di mana hal itu sering kali dipegang teguh oleh beberapa masyarakat untuk memberikan dorongan semangat bagi mereka. Meskipun hubungan seksual dapat memberikan kenyamanan sementara, tanpa pendidikan seksual yang memadai, risiko kehamilan yang tidak direncanakan meningkat, memperburuk beban keluarga. Keluarga yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan sering kali tidak memiliki sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar anak-anak mereka. Akibatnya, pendidikan dan kesehatan anak sering kali terabaikan. Tanpa pendidikan yang memadai, anak-anak berisiko menjadi generasi yang sama, terjebak dalam siklus kemiskinan yang berkepanjangan.
Lingkaran setan kemiskinan juga memiliki dampak luas pada masyarakat. Ketika sebagian besar populasi terjebak dalam kemiskinan, produktivitas ekonomi negara dapat menurun. Ketika sebagian besar populasi terjebak dalam kemiskinan, daya beli masyarakat menurun, yang berarti permintaan terhadap barang dan jasa juga menurun. Hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas ekonomi karena sektor-sektor yang bergantung pada konsumsi masyarakat, seperti perdagangan dan industri kecil, mengalami penurunan pendapatan. Selain itu, rendahnya akses pendidikan dan keterampilan di kalangan mereka yang miskin mengurangi kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang produktif. Keterbatasan dalam akses terhadap layanan kesehatan juga mengurangi kualitas kesehatan masyarakat, yang pada gilirannya berdampak pada efisiensi dan produktivitas tenaga kerja. Dampak ini kemudian menciptakan lingkaran setan di mana rendahnya produktivitas menghambat pertumbuhan ekonomi, yang memperburuk kemiskinan lebih lanjut. Dengan kata lain, kemiskinan yang meluas memperlambat pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya memperburuk kemiskinan itu sendiri. Perekonomian yang tidak inklusif menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kesenjangan sosial yang melebar dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik. Ketika perbedaan antara yang kaya dan yang miskin semakin mencolok, ketidakpuasan sosial dapat meningkat, memicu konflik dan ketegangan.
Memutus lingkaran setan kemiskinan dan kesenjangan sosial memerlukan pendekatan komprehensif. Salah satu langkah awal yang penting adalah memastikan akses merata terhadap pendidikan berkualitas. Pendidikan adalah kunci untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Investasi dalam pendidikan harus mencakup peningkatan kualitas sekolah, pelatihan guru, dan aksesibilitas bagi semua anak, terutama di daerah yang kurang berkembang.
Selain itu, sistem perawatan kesehatan yang inklusif harus diperkuat. Akses ke layanan kesehatan yang baik akan membantu meningkatkan kualitas hidup individu dan meminimalisir dampak kesehatan yang menghambat produktivitas. Program kesehatan preventif juga dapat mengurangi biaya perawatan jangka panjang. Sejalan dengan itu, pendidikan yang berkualitas membuka peluang kerja yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan produktivitas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan memutus siklus kemiskinan antar generasi. Sementara itu, akses terhadap layanan kesehatan yang memadai akan memastikan bahwa masyarakat tetap sehat dan produktif, mengurangi beban biaya medis yang sering menjadi hambatan bagi keluarga miskin. Dengan kedua aspek ini berjalan bersamaan, individu dari keluarga miskin memiliki kesempatan lebih besar untuk keluar dari kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup, serta berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara.
Pengembangan ekonomi yang inklusif juga sangat penting. Program pelatihan kerja dan kewirausahaan dapat membantu individu yang hidup dalam kemiskinan untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkan di pasar kerja atau memulai bisnis mereka sendiri. Kebijakan sosial yang mendukung perlindungan sosial, seperti bantuan tunai, subsidi, dan program jaring pengaman sosial, dapat membantu mengurangi dampak kemiskinan.
Lingkaran setan kemiskinan dan kesenjangan sosial adalah tantangan kompleks yang memerlukan solusi multi-aspek. Dengan menginvestasikan dalam pendidikan, kesehatan, dan kebijakan ekonomi yang inklusif, masyarakat dapat berupaya memutus lingkaran ini dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan sejahtera. Upaya bersama dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif. Hanya dengan pendekatan yang holistik dan dengan upaya yang terarah serta kebijakan yang tepat, kita dapat berusaha mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial yang terus mempengaruhi kehidupan jutaan orang di seluruh dunia.
Penulis: Pramudya Dhafa Hernandi
DAFTAR REFERENSI
Badan Pusat Statistik. (2024, 1 Juli). Persentase penduduk miskin Maret 2024 turun menjadi 9,03 persen. https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/07/01/2370/persentase-penduduk-miskin-maret-2024-turun-menjadi-9-03-persen-.html
Zuhdiyaty, N., & Kaluge, D. (2018). Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Indonesia Selama Lima Tahun Terakhir. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan Ekonomi Asia, 11(2), 27–31.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.