
Eksploitasi Tenaga Didik Melalui Program Magang: Realitas Sistem Pendidikan Kapitalis
Politik | 2024-11-04 22:25:25
Oleh Endah Dwianti, S.E., CA., M.Ak.
(Pengusaha)
Program magang atau Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan bagian dari kurikulum pendidikan di banyak sekolah menengah kejuruan (SMK) maupun perguruan tinggi. Tujuannya adalah memberikan pengalaman kerja nyata kepada para siswa dan mahasiswa serta mempersiapkan mereka untuk menghadapi dunia industri.
Program ini merupakan salah satu wujud dari konsep link and match antara dunia pendidikan dan dunia usaha/industri (DUDI). Namun, di balik tujuan mulia ini, ada sisi gelap yang tidak dapat diabaikan: eksploitasi terhadap tenaga didik oleh perusahaan yang hanya mengejar keuntungan.
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), program PKL pada pelajar SMK sering kali menjadi modus eksploitasi tenaga kerja anak. Para siswa dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak sesuai dengan aturan perburuhan, tanpa jaminan keselamatan, kesehatan, dan upah yang layak. Ini bukan sekadar isu ketenagakerjaan, melainkan juga pelanggaran terhadap hak-hak dasar peserta didik. (tempo com, 2024)
Fakta lain juga menunjukkan bahwa ribuan mahasiswa Indonesia menjadi korban eksploitasi kerja berkedok program magang. Mereka diperlakukan sebagai tenaga kerja murah, diberikan beban kerja tinggi, jam kerja lembur tanpa kompensasi yang layak, serta tidak diberi perlindungan hukum. (kompas.com, 2024)
Kapitalisasi Pendidikan dan Eksploitasi Peserta Didik
Eksploitasi ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalisme yang mendominasi sektor pendidikan dan ekonomi. Dalam kapitalisme, pendidikan tidak lagi dipandang sebagai sarana untuk mencetak generasi yang berkualitas, melainkan menjadi komoditas yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dunia usaha.
Hubungan antara lembaga pendidikan dan perusahaan pun seringvkali lebih mengutamakan keuntungan daripada melindungi peserta didik. Perusahaan melihat program magang sebagai cara untuk mendapatkan tenaga kerja murah.
Sementara sekolah atau universitas diuntungkan dengan kerja sama ini karena meningkatkan reputasi mereka di mata calon siswa. Sayangnya, peserta didik sering kali menjadi pihak yang paling dirugikan dalam skenario ini. Mereka dieksploitasi sebagai tenaga kerja yang tidak dibayar dengan layak, tanpa mendapatkan pengalaman kerja yang bermakna atau bimbingan yang cukup untuk meningkatkan keterampilan mereka.
Dampak Kapitalisasi Pendidikan
Kapitalisasi pendidikan ini berdampak serius pada kualitas peserta didik dan masa depan mereka. Alih-alih mendapatkan pengalaman yang bermanfaat, mereka terjebak dalam sistem yang hanya memanfaatkan mereka untuk keuntungan jangka pendek perusahaan.
Kondisi kerja yang tidak manusiawi dan tanpa perlindungan memunculkan berbagai masalah, mulai dari penurunan motivasi belajar hingga trauma psikologis. Lebih parah lagi, eksploitasi ini sering kali terjadi di bawah kedok legalitas.
Program magang atau PKL dilaksanakan sesuai dengan regulasi, tetapi regulasi tersebut tidak cukup untuk melindungi hak-hak peserta didik. Mereka dihadapkan pada pilihan sulit: mengikuti magang yang sering kali tidak memberikan manfaat nyata, atau tidak mendapatkan sertifikasi yang diperlukan untuk lulus.
Pandangan Islam terhadap Pendidikan dan Magang
Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak dasar setiap individu dan merupakan kewajiban negara untuk menyelenggarakannya. Tujuan pendidikan dalam Islam tidak semata-mata untuk mencetak tenaga kerja, tetapi untuk membentuk manusia yang berkepribadian Islam, unggul dalam keilmuan, serta memiliki kemampuan untuk membangun peradaban mulia.
Negara yang bersistem Islam memiliki tanggung jawab penuh untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang berkualitas tanpa harus bergantung pada pihak swasta atau dunia usaha. Dalam konteks program magang atau PKL, Islam memiliki pandangan yang jelas.
Negara dalam sistem Islam akan memfasilitasi seluruh sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan berjiwa pemimpin. Kalaupun ada kerja sama dengan pihak swasta, negara akan memastikan bahwa tidak ada eksploitasi terhadap peserta didik.
Program magang akan dijalankan dengan prinsip keadilan, di mana peserta didik mendapatkan pengalaman yang bermakna serta hak-hak mereka dilindungi. Selain itu, sistem ekonomi Islam memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana negara mengelola anggaran dan sumber daya.
Dalam sistem Islam, perusahaan tidak boleh mengeksploitasi tenaga kerja, termasuk peserta magang. Setiap hubungan kerja harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan saling menguntungkan, bukan sekadar mengejar keuntungan. Negara bertanggung jawab untuk mengawasi implementasi program magang agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariat, termasuk dalam hal upah, jam kerja, dan perlindungan keselamatan kerja.
Kesimpulan: Kembali pada Sistem yang Adil
Kasus eksploitasi tenaga didik melalui program magang adalah salah satu contoh nyata bagaimana sistem kapitalisme gagal melindungi hak-hak peserta didik. Dalam sistem ini, pendidikan menjadi alat bagi dunia usaha untuk mengejar keuntungan, sementara peserta didik menjadi korban eksploitasi.
Islam menawarkan solusi yang berbeda. Dengan negara yang bertanggung jawab penuh atas pendidikan dan kerja sama yang adil antara dunia pendidikan dan dunia usaha, eksploitasi terhadap peserta didik dapat dihindari.
Umat Islam perlu menyadari bahwa sistem kapitalisme yang ada saat ini hanya akan terus menghasilkan ketidakadilan dan eksploitasi. Hanya dengan kembali kepada syariat Islam, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang adil dan berkualitas, di mana setiap individu dapat berkembang menjadi agen perubahan yang mampu membangun peradaban yang mulia.
Wallahualam bissawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.