Senja Pantai dan Kenangannya
Sastra | 2024-10-30 19:53:28Langit sore dihiasi rona oranye keemasan, momen Bumi pertama kali bertemu Arini. Gadis itu duduk sendirian di tepi pantai sambil menatap tenangnya gulungan ombak. Bumi yang terkenal ceria berani mendekat. "Bolehkah aku duduk di sini?" ucap Bumi sambil memutar bola matanya ke arah tempat di sebelah Arini. Arini terkikik "iya, silahkan" ucap Arini sambil mengangguk kecil, dan kembali menatap deburan ombak yang bergulung lembut diiringi hembusan angin yang menyapu surai indahnya. Obrolan ringan terus berlanjut hingga larut malam, mereka terpikat dengan kepribadian masing-masing. Bumi yang tercipta terjatuh dengan segala keindahan dan ketenangan yang dimiliki Arini, dan Arini pun terjatuh, ia merasakan kenyamanan yang diberikan Bumi padanya.
Sejak saat itu, pantai menjadi tempat favorit Bumi dan Arini. Setiap sore, mereka akan bertemu di sana, berbagi cerita dan tertawa sambil menikmati indahnya matahari terbenam. Bumi dengan segala keromantisannya selalu punya cara untuk membuat Arini tersenyum. Ia akan memetik bunga liar untuk Arini, menulis puisi, atau sekadar menggandeng tangan Arini sambil menikmati deburan ombak. Bumi selalu bisa menceritakan kepada Arini betapa ia selalu jatuh cinta pada Arini tanpa harus mengatakannya.
Siang tadi, Arini dan Bumi sedang memandangi laut yang tenang, indahnya pesona matahari terbenam menambah kesan romantis di antara keduanya. Bumi memberikan gulungan kertas yang diikat dengan selotip kepada Arini, Arini tersenyum mengetahui kekasihnya itu kembali membuatkan puisi romantis untuknya.
"Arini"
Wajahmu mencerahkan hari
Senyum manismu meluluhkan hatiku
Hari demi hari terasa sepi
Ketika senyumanmu tak menemanimu
Tetap tenang
Karena kamu sangat berarti bagiku
Silakan
Tidak pernah berniat untuk pergi
Atau merasa benci
Karena aku ingin kamu tetap di sini
Mendampingi
sampai maut memisahkan kita nanti.
Arini tersenyum bahagia setelah membacakan puisi dari kekasihnya. Tidak panjang, namun memiliki makna yang sangat dalam. Angin yang berhembus pelan seolah memahami suasana senja saat itu, Arini berusaha mengendalikan dirinya setelah dibuat terjatuh oleh Bumi, ia mendaratkan kepalanya di bahu di sebelahnya. Bumi tersenyum penuh semangat sambil membelai lembut surai wanita manis di sebelahnya lalu memejamkan mata, ia menikmati kehangatan di antara mereka. Tak ada perbincangan, yang ada hanya suara deburan ombak dan desiran angin di telinga mereka. “Bumi, maukah kamu berjanji padaku?” tanya Arini memecah kesunyian dalam kehangatan, tatapannya menatap lautan terbuka.
“Apa pun untukmu, Ariniku”, jawab Bumi tanpa ragu.
“Berjanjilah untuk selalu bersamaku, di sini, di pantai ini, sampai akhir hayat kita”, ucap Arini dengan tatapan penuh harap.
Bumi tersenyum sambil menggenggam erat tangan Arini.
"Aku berjanji, Arini. Kita akan selalu bersama, selamanya." Arini tersenyum lega dan bahagia, rupanya dunia masih memberinya kesempatan untuk menjadi wanita paling bahagia dan beruntung. “Ya Tuhan, ternyata hari-hari bahagia yang sering kubayangkan kini benar-benar terasa, terima kasih” gumamnya dalam hati.
Namun kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Arini mulai sering merasa lemas, kepalanya sering pusing, dan mudah lelah. Bumi yang khawatir membawa Arini ke dokter.
Dokter Maya, dokter yang memeriksa Arini. Usai melakukan serangkaian pemeriksaan, ia menyampaikan kabar tersebut bak kilat di siang bolong. Arini divonis mengidap penyakit mematikan, usianya tak akan lama lagi.
Bumi terpukul, hatinya serasa ditusuk seribu belati tajam setelah mendengar kabar dari Dokter Maya. Kesedihan dan ketakutan memenuhi pikirannya, Bumi meringkuk lemas, tubuhnya gemetar hebat, dia sangat mengkhawatirkan gadisnya. Meski demikian, ia tetap harus bekerja keras demi Arini.
Arini yang mengetahui penyakitnya merasa dunianya runtuh. Sakit, sakit sekali..., rasa sedih dan putus asa menerpa sekaligus setelah mengetahui penyakit yang dideritanya, Arini seolah kehilangan arah hidupnya. Bumi tak ingin sisa waktu Arini diisi dengan kesedihan.
Semakin hari, kondisi Arini semakin melemah. Meski demikian, Bumi tak pernah bosan memperlakukannya dengan cinta dan kasih sayang. Ia selalu berada di sisi Arini, menemani Arini berobat, mengantar Arini ke tempat-tempat yang belum pernah mereka kunjungi, membacakan buku untuknya, bercerita, atau sekadar menemaninya tidur.
Sekembalinya dari rumah sakit, Bumi membawa Arini ke sebuah taman, taman yang indah, di mana bunga-bunga menghiasi sekelilingnya. Mereka menikmati waktu bersama di taman, tapi entah apa yang ada di kepala Arini (?) Arini melontarkan kalimat yang mengejutkan Bumi. “Aku hanya milikmu Arini, satu-satunya wanita yang bisa memilikiku hanyalah Arini Raespati” dengan wajah sedikit bingung Bumi menjawab dengan cepat. "Bumi..Aku bukan lagi Arini yang dulu, bukan lagi wanita yang bisa kamu ajak melihat matahari terbenam setiap hari.." Arini menunduk. Bumi yang mendengarkan langsung mengerti maksud ucapan Arini, dalam genggamannya yang tegas namun tetap lembut tangan perempuan itu "Kamu tetaplah Arini-ku, meski alam semesta berkata kamu bukan lagi Arini yang dulu, aku tidak peduli- !semua kekuranganmu kini akan kuselesaikan, aku, Rajendra Bumi Arkana berjanji akan selalu berada di sisimu, menemanimu, dan melindungimu. Kita akan bersama selamanya! Tegas namun tetap lembut, Bumi menenangkan Arini yang sedang ngobrol dengan pikirannya. Mendengar itu semua, Arini menatap mata Bumi, Arini sungguh bersyukur kepada Tuhan, kebaikan apa yang telah dia lakukan sehingga dia diberi anugerah bidadari tak bersayap tersebut.
Suatu sore, Arini meminta Bumi untuk mengajaknya ke pantai. Hari itu, langit kembali dihiasi warna oranye keemasan, seperti saat pertama kali mereka bertemu.
Arini bersandar lemah di bahu Bumi, tangannya menggenggam erat tangan Bumi. “Earth, apakah kamu ingat janji kita di pantai ini?”
"Tentu saja, sayangku. Aku tidak akan pernah melupakannya," jawab Bumi, suaranya tercekat oleh air mata.
“Bumi, aku sangat bahagia. Meski waktu kita singkat, kamu telah memberiku begitu banyak cinta.” Bumi yang mendengarkan berusaha menahan butiran bening di matanya agar tidak jatuh.
Arini terbatuk-batuk, napasnya tersengal-sengal. Bumi memeluk erat tubuh ringkih Arini, air matanya tak terbendung lagi.
“Tetaplah di sini, Bumi. Tetaplah bersamaku sampai akhir.” lanjut Arini..
Ditemani deburan ombak dan cahaya senja, Arini menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan Bumi.
Bumi terus menatap lautan, hatinya diliputi kesedihan yang mendalam. Dunianya hancur tanpa bekas, rasa sakit karena kehilangan mendominasi hatinya. Namun, dibalik kesedihannya, ia merasakan kedamaian. Arini telah pergi dengan damai, ke tempat yang mereka cintai, ditemani senja yang indah.
Di rumah duka, sebelum berpisah untuk selama-lamanya, Bumi dengan ikhlas mencium kening wanitanya seraya membelai penuh kasih sayang helaian rambut hitam sang kekasih, yang tak mampu lagi dibelai lembut surainya, hanya untuk diberi sebuket bunga liar, berbagi cerita ditemani keindahannya. senja, membuat puisi, dan menggenggam tangannya.
Bumi tak beranjak dari sisi Arini, ia setia menemani Arini hingga ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Ikhlas melepaskan separuh dunia, membiarkan semesta memeluk hangat tubuh malaikat kecilnya. Bumi tak kuasa menahan air matanya, hari itu, langit pun turut menangis seolah merasakan kesedihan yang sangat mendalam. Bumi mencium batu nisan yang bertuliskan nama "Arini Raespati"...,"kurasa akulah yang paling mencintai dan mencintaimu, kurasa hanya akulah yang paling ingin melindungimu, menurutku akulah yang paling ingin membahagiakanmu Arini..., ternyata Tuhan dan semestalah yang paling mencintaimu kamu lagi.., berjanjilah, berbahagialah setelah ini meski aku tak lagi bisa berada di sisimu. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya, dimana takdir dan alam semesta tak mampu lagi memisahkan kita.
Bumi menepati janjinya. Setiap sore, ia akan datang ke pantai, duduk di tempat yang sama, mengenang Arini. Ia tahu, Arini akan selalu hidup di hatinya, di setiap deburan ombak, di setiap semburat senja, dan hembusan angin di pantai kenangan mereka.
“Arini Raespati, gadis dengan segala keindahan, kelembutan, dan ketenangan di dalam dirinya. kebahagiaan datang padanya. Tak ada lagi air mata kesedihan, kesakitan, dan keputusasaan. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya, aku mencintaimu Arini-ku".
- Rajendra Bumi Arcana
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.