Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Giacinta Chavella

Anak-Anak SD Tiru Tren Make-up TikTok! Siapa yang Salah?!

Humaniora | 2024-10-29 10:54:14

Seiring berkembangnya teknologi, aksesibilitas masyarakat terhadap platform media sosial menjangkau jaringan yang semakin besar. Jaringan tersebut tidak hanya menjangkau sebagian kelompok usia tetapi juga anak-anak di jenjang pendidikan yang sangat muda. Anak-anak di tingkat sekolah dasar saat ini mulai menggunakan kosmetik sebelum pergi ke sekolah. Hal ini disebabkan oleh penggunaan tiktok yang tidak terkontrol oleh orang tua mereka. Salah satu tipe konten yang banyak dikonsumsi oleh kalangan anak-anak terutama anak-anak perempuan adalah tren "get ready with me". Tren ini merupakan sebuah genre konten yang menunjukan langkah-langkah seseorang menyiapkan diri untuk sebuah hari. Dalam sebuah video singkat, sang kreator biasanya mengajak penonton dalam rutinitas penggunaan kosmetiknya sembari menjelaskan produk dari brand apa saja yang mereka gunakan.

Berkembangnya teknologi menjadi titik perubahan dan globalisasi masyarakat di seluruh dunia, sekarang semua orang dapat mengakses informasi dengan lebih mudah menggunakan berbagai media yang ada di internet. Hal ini mengakibatkan masyarakat muda sampai tua dapat mengakses informasi menggunakan internet dengan sebebas mungkin. Hal ini menjadi suatu hal yang positif jika penggunaanya terkendali, namun terkadang penggunaan internet untuk akses informasi bisa menjadi sebuah hal yang negatif saat penggunaanya tidak terkendali, seperti di dalam kasus ini dimana anak-anak terpengaruh oleh konten "get ready with me" yang sekiranya kurang mengedukasi.

Peran orang tua dalam pembatasan akses gawai sangatlah berpengaruh dalam membentuk karakter anak-anak di masa kecil mereka. Orang tua sering berpikir bahwa akses penggunaan gawai yang diberikan kepada anak mereka dapat memberikan dampak positif untuk akses informasi dan pemikiran tersebut tidak sepenuhnya salah. Namun dunia digital tidak ada batasnya. Dari media sosial, anak-anak dapat mengakses segala macam konten bahkan konten dewasa yang tidak pantas untuk umur mereka. Berbeda dengan media hiburan tradisional yang lebih mengedukasi seperti Dora The Explorer, Si Bolang, Si Unyil, dll. Media hiburan sekarang lebih banyak menyajikan konten berbau dewasa yang membuat anak-anak yang masih mudah terpengaruh pun menjadi terpengaruh terhadap konten-konten tersebut. Anak-anak yang terpengaruh pun jadi ikut melakukan apa yang ditunjukkan di konten tersebut dimana mereka membeli berbagai macam produk kecantikan wanita dan melakukan makeup yang tidak sesuai dengan umur mereka.

Para konten kreator dengan jumlah pengikut yang sangat besar mempromosikan suatu produk makeup atau skincare sehingga barang tersebut menjadi "viral". Salah satu contoh dari fenomena adalah merek Drunk Elephant. Drunk Elephant adalah sebuah brand dari Amerika yang diluncurkan pada tahun 2013 dengan citra "clean skincare". Hal ini dilatarbelakangi era tahun 2013 dimana mayoritas produk perawatan kulit menggunakan bahan kimia yang berbahaya untuk kulit. Pada awal tahun 2020, popularitas Drunk Elephant melonjak dikarenakan munculnya banyaknya konten video di ranah tiktok yang membuat skincare smoothies. Fenomena skincare smoothies adalah saat beberapa produk skincare diaduk menjadi satu. Konten kreator seperti Katie Fang, Reyanna, dan Tallulah Metcalfe sering melakukan skincare smoothie dalam video get ready with me. Sama halnya seperti Drunk Elephant, orang-orang akan mencampurkan serum, glow drops, essence, toner, dan berbagai produk perawatan kulit lainnya kedalam wadah moisturizer milik Drunk Elephant. Skincare smoothie menjadi sangat populer sehingga di setiap booth sephora yang ada Drunk Elephant sudah dapat didugakan isi dari moisturizer ada campuran dari skincare lain yang membuat barang barang dari mereka sangat tidak higienis dan dapat merusak kulit.

Beberapa sekolah juga melarang murid nya untuk menggunakan make up karena penggunaan makeup dapat mengalihkan perhatian anak dari proses belajar dan memberikan kesan yang tidak sesuai dengan usia mereka serta kulit anak yang masih sangat sensitif dapat berisiko mengalami masalah jika terkena bahan kimia dalam makeup, usia yang tepat untuk menggunakan makeup biasanya ketika peralihan anak dari SMP menuju SMA. Itu pun tetap harus diperhatikan jenis produk makeup yang digunakan. Jangan sampai terlalu "berat" dan malah akan membuat kulit anak teriritasi.

Secara tidak langsung sephora kids adalah fenomena yang merupakan hasil dari globalisasi. Berawal setelah munculnya konten grwm di aplikasi-aplikasi yang mudah diakses siapa saja seperti TikTok dan YouTube, perkembangan teknologi mendorong aksesibilitas bagi anak-anak untuk mengkonsumsi konten tersebut. Zaman pandemi Covid-19, membuat hampir semua anak tidak luput dari kepandaian menggunakan gawai ataupun alat elektronik lainnya. Karena transisi dari keseharian tanpa gawai ke kehidupan yang mengandalkan gawai untuk berkomunikasi dan belajar, generasi muda tidak dibenahi edukasi mengenai konten yang ada di dunia internet. Alat-alat elektronik ini datang bersama aplikasi dengan berbagai jenis informasi tanpa batasan apapun. Sehingga, anak-anak dibawah umur mengonsumsi konten yang ada di laman Tiktok dan YouTube secara mentah-mentah.

Dari umur 7 hingga 15 tahun, otak seorang anak sedang dalam proses berkembang dan cenderung mudah untuk dipengaruhi oleh faktor eksternal. Biasanya faktor eksternal yang berpengaruh adalah orang tua atau teman-teman sebaya seorang anak. Namun, dalam kasus sephora kids faktor eksternal tersebut adalah para konten kreator di sosial media. Globalisasi yang menghilangkan berbagai sekat, seakan mendorong berbagai tipe konten tanpa mempedulikan umur pengguna gawai tersebut. Hal ini ditunjukan melalui adanya fitur "recommended" di bawah sebuah video Tiktok, dimana fitur tersebut akan merekomendasikan video-video yang serupa dengan konten yang ditonton. Sosial media adalah sistem yang menarik penontonnya untuk terus menerus mengkonsumsi konten yang direkomendasikan. Semakin lama seseorang pengguna berkecimpungan di laman satu tipe konten, algoritma aplikasi tersebut akan terus menerus merekomendasikan konten yang serupa.

Di zaman perkembangan teknologi anak-anak mulai diberikan akses yang tidak terkendali mengenai gawai, perihal ini mengakibatkan terbukanya akses terhadap berbagai macam konten di internet. Di dalam kasus ini konten yang dipermasalahkan adalah konten kecantikan wanita yaitu"get ready with me". Seorang anak kecil memiliki pribadi yang mudah dipengaruhi oleh berbagai hal yang ia lihat, dengar maupun alami. Di dunia digital penuh dengan penipuan dan pemalsuan, hal tersebut berpotensi dalam membahayakan mereka. Segala hal di sosial media dapat dikurasi untuk menunjukan kehidupan paling "sempurna" sang pengguna akun. Standar kecantikan di internet diukur melalui jumlah likes dan followers seseorang influencer. Sehingga seorang anak yang menggunakan aplikasi Tiktok meniru sosok yang mereka anggap pantas untuk dijadikan panutan. Hal ini membahayakan rasa harga diri seorang anak yang merasa penampilannya diukur berdasarkan berapa banyak jumlah likes atau followers yang ia miliki atau yang disebut oleh "toxic validation".

Terlebih, sosok influencer grwm yang mempromosikan penggunaan berbagai jenis kosmetik dapat menjerumuskan seorang anak yang tidak mengetahui apapun tentang kandungan kimia di dalam suatu produk. Oleh karena itu mengapa seorang anak mentah-mentah membeli produk yang digunakan di video grwm? Ketika menonton seseorang yang membuat kita merasa senang karena adanya kecocokan dengan konten yang mereka keluarkan, sebuah hubungan parasosial dapat lahir. Hubungan parasosial ini adalah akar dari kesetiaan dan kepercayaan seorang anak untuk menggunakan produk karena mereka merasa sebuah kedekatan dengan influencer tersebut. Setiap orang memiliki jenis kulit yang berbeda dan tidak semua produk sebaiknya digunakan oleh semua orang. Tanpa pembenahan dan bimbingan, seorang anak dapat meminta atau membeli hal tersebut tanpa pikir panjang. Alhasil, mereka akan mengalami kerusakan kulit di masa remaja mereka. Karena itulah keberadaan sosok orang dewasa yang paham akan lika-liku dunia digital dalam penggunaan anak di sosial media sangatlah krusial.

Salah satu alasan mengapa Sephora kids timbul adalah karena peran lembaga pendidikan dan keluarga tidak berjalan sesuai standar seharusnya. Dalam konteks ini peran lembaga keluarga dapat terbilang gagal. Kedua orang tua tidak seharusnya membebaskan dan memanjakan anak untuk membeli perias wajah dari usia dini yang awalnya ditargetkan untuk kulit seorang remaja atau dewasa. Lembaga keluarga juga seharusnya menghentikan anak mereka dari menggunakan bahan kimia yang berbahaya untuk kulit anak kecil. Orang tua seharusnya proaktif dalam menelusuri kemungkinan dampak penggunaan kosmetik terhadap kulit anak dan membimbing konten yang ditonton.

Sekolah adalah awal perkenalan anak muda terhadap masyarakat. Peran dari lembaga pendidikan seharusnya mengajarkan perbedaan dari yang baik dan yang buruk dan juga tentang norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dengan lembaga sekolah tidak membatasi siswi-siswi mereka yang masih memerlukan wali untuk mendampingi mereka menggunakan make up ke sekolah dengan kesadaran bahwa unsur dari make up atau skincare memiliki kimia yang tidak baik untuk digunakan di kulit muda. Sekolah yang berisi dengan orang-orang yang berakademik sepantasnya dapat mengedukasi murid-murid mereka atas bahaya menggunakan kimia berbahaya di wajah mereka.

Akibat dari konten kecantikan tersebut banyak anak kecil yang mulai terpengaruh untuk mengikuti berbagai hal yang ditunjukkan di dalam konten. Anak kecil yang masih mudah terpengaruh jadi menerapkan apa yang ditunjukkan dalam konten tersebut, mereka jadi membeli berbagai peralatan kosmetik, menggunakan nya untuk menghias wajahnya secara berlebihan, dan bahkan membuat video yang berisi konten kecantikan. Dari berbagai macam penggunaan make up, banyak anak kecil yang terpengaruh dalam kesehatan muka mereka, dimana penggunaan alat kosmetik make up tidak dianjurkan untuk anak dibawah umur. Dalam kasus ini lembaga keluarga dan lembaga sekolah telah gagal dalam membimbing anak.

Lembaga pendidikan dan keluarga harus mengintrospeksi diri terhadap permasalah yang sudah ada dan peran mereka dalam tumbuhnya fenomena sephora kids. Sekolah harus membuka diri terhadap posibilitas mengedukasi siswa-siswi mengenai literasi digital karena berbagai macam jenis manusia berkeliaran di media sosial termasuk manusia dengan intensi yang tidak baik. Kita harus sadar bahwa internet dan media sosial adalah pedang bermata dua yang harus digunakan dengan bijaksana. Perlu adanya pemaparan materi tentang jenis-jenis konten yang tidak seharusnya ditiru oleh anak-anak melalui sosialisasi untuk orang tua. Sekolah juga dapat mengarahkan dan merekomendasikan konten-konten yang cocok untuk anak-anak dalam pelajaran-pelajaran di kelas. Salah satu contohnya adalah animasi edukatif seperti seri Bluey ataupun akun tiktok yang menyenangkan sekaligus mendidik. Namun, satu hal yang jelas adalah pentingnya lembaga pendidikan dan keluarga untuk membuka mata akan realita dan beradaptasi dalam mendidik anak mengenai pengaruh media sosial pada pertumbuhan otak anak.

Bonifasius Riris Prabhoto, Delicia Chiara Angeline Pramudianti, Giacinta Chavella Queency Maria

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image