Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Pemuda: Sumpah Kita Harus Berubah

Politik | 2024-10-28 19:24:50

Oleh apt. Devi Marlina Sari, S.Farm

Tenaga Kesehatan

Pemuda hari ini adalah pemuda dengan seribu satu terminologi yang melekat padanya. Sebut saja Gen Z, Generasi Strowberry, Generasi Rebahan atau terkadang juga Generasi Sandwich dan sebagian lagi sebagai Generasi Milenial. Yang menarik dengan pemuda hari ini, selain segudang terminologi tersebut adalah tingkat adopsi mereka terhadap layanan Financial Technology (Fintech) yang begitu tinggi. Merujuk pada Lokadata.id bahwa penggunaan Fintech pada generasi ini mencapai 78% sebagaimana yang diberitakan oleh Kompas.com (11/10/2024). Tentu saja hal tersebut merupakan bagian dari dampak di mana mereka lahir pada era digital yang sudah mapan dan atau masa peralihan dari era elektronik analog kepada era digital. Sehingga mereka sudah terbiasa dengan segala kemudahan yang disajikan oleh teknologi digital masa ini. Bayangkan saja, semua aktivitas finansial dan yang terkait dengannya dapat dilakukan dari rumah sambil rebahan atau sambil melakukan hal lain di tempat manapun tanpa harus bertemu satu sama lain yang sedang bertransaksi, atau tanpa perlu mengantre atau bermacet–macetan yang pada era 90-an sampai awal 2000-an tidak terbayangkan.

Sampai di sini tidak ada masalah bagi pemuda generasi saat ini. Kemajuan teknologi dan berbagai kemudahan dalam hal memenuhi kebutuhan merupakan efek positif dari keberadaan generasi saat ini. Masalah muncul ketika akses Fintech dikolaborasikan dengan fenomena gaya hidup yang ada sekarang tanpa pemahaman yang benar. Sebut saja fenomena gaya hidup Fear Of Missing Out (FOMO) yaitu seseorang tidak ingin merasa tertinggal dari tren yang sedang popular, apapun caranya meskipun menabrak norma ataupun mengorbankan orang lain bahkan diri sendiri akan ditempuh untuk merasa diakui keberadaanya karena mengikuti tren. Atau fenomena gaya hidup You Only Live Once (YOLO) dan Fear of Other Peapole’s Opinions (FOPO), maknanya setali tiga uang, sama saja. Kolaborasi tersebut menjadi salah satu faktor bagi permasalahan finansial pemuda generasi saat ini.

Seperti yang diberitakan Kompas.com (11/10/2024), bahwa berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahwa generasi milenial dan Gen Z memang menjadi penyumbang utama kredit macet pinjaman online (Pinjol). Ditambah lagi fenomena gaya hidup Doom Spending, yaitu menghabiskan uang dengan sia-sia. Hal ini terkait erat dengan sikap defensif terhadap ketidakpastian atau pesimis akan masa depan sehingga uang dihabiskan tanpa ada tujuan selain dorongan pemikiran FOMO, YOLO dan FOPO tadi.

Apa dampak terburuk dari fenomena gaya hidup yang telah disebutkan di atas adalah, mulai dari potensi dilakukannya tindakan impulsif dengan membeli barang atau mengikuti kegiatan hanya karena orang lain melakukannya. Kemudian akibat lain adalah ikut–ikutan tren tanpa mempertimbangkan dampaknya lalu akan berpotensi menimbulkan stress dan kecemasan karena masalah finansial untuk mengimbangi orang lain, padahal tidak mampu. Perasaan tidak puas dan kehilangan, serta ketergantungan pada media sosial, yang terakhir adalah kehilangan fokus karena lelah sebab energinya dibuang sia–sia untuk hal yang tidak bermanfaat.

Akar masalah dari adanya fenomena gaya hidup FOMO, YOLO, FOPO dan Doom Spending adalah sistem liberal kapitalis demokrasi yang saat ini diterapkan di negeri ini dan juga mayoritas negeri-negeri di dunia. Sistem rusak ini menyebabkan Gen Z memiliki gaya hidup tersebut yang bebas, hedonistik dan konsumerisme. Dalam pandangan sistem yang diterapkan saat ini kesenangan dunia sesaat adalah prioritas utama. Sehingga potensi Gen Z untuk berprestasi terabaikan dan menghalangi potensinya sebagai Agen of Change menuju kebaikan. Apalagi diperberat dengan tidak adanya regulasi pada sistem hari ini yang mampu melindungi Gen Z, bahkan lebih parahnya justru menjerumuskan Gen Z pada arus materialistik melalui media sosial yang menciptakan gaya hidup tersebut.

Pandangan Islam terhadap pemuda adalah bahwa pemuda memiliki potensi luar biasa dan kekuatan yang dibutuhkan umat sebagai agen perubahan. Sebut saja Ali bin Abi Thalib (8 tahun), Arqam bin Abi al-Arqam (12 tahun), Sa’ad bin Abi Waqash (17 tahun), Utsman bin Affan (20 tahun), Mush’ab bin Umair (24 tahun) dan masih ada sekitar 40 orang bersamanya yang kebanyakan adalah kaum muda, siapakah mereka? Apa hubungannya dengan Gen Z atau generasi modern masa kini? Mereka semua adalah barisan awal yang berjuang bersama Rasulullah saw., para pemuda cerdas yang mampu melihat ke depan yang menggunakan akalnya dengan tidak meninggalkan hatinya untuk menerima kebenaran agama Allah Swt. Pemuda yang berani berlari menuju masa depan, dengan sikap optimis bahwa dakwah tentang agama yang dibawa nabi Allah Swt. akan sukses meskipun segala rintangan di depan. Para pemuda itu memiliki tujuan hidup yang jelas yaitu rida Allah Swt. dan petunjuk jalan untuk mencapai tujuannya juga jelas yaitu Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw. Atau sebut juga Muhammad Al Fatih (22 tahun) penakluk Konstantinopel dengan kecerdasan dan kekuatan yang tidak ada pemimpin pasukan terbaik sebaik dia setelah Rasulullah saw., Abdurrahman An Nashir (21 tahun) yang membawa masa keemasan di Andalusia, Muhammad Al Qasim (17 tahun) seorang jendral yang menaklukan India, sungguh jauh berbeda dengan pemuda masa kini yang terombang ambing dalam kegalauan dan fatamorgana keindahan dunia.

Para pemuda hebat tersebut lahir dari kepemimpinan yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Di mana pemeliharaan urusan rakyat mulai dari skala individu sampai skala bernegara menerapkan aturan berdasarkan tuntunan Allah Swt. yang mencontoh kepada Rasulullah saw. Pendidikan bukan dijadikan sebagai badan komersil yang mencari keuntungan materi untuk penyelenggaranya, kesenangan dunia sesaat tidak dijadikan sebagai tolok ukur kebahagiaan, harta bukan menjadi dasar keagungan seseorang dan dunia bukan tujuan. Penerapan sistem bernegara dengan syariat Islam melesatkan potensi setiap individu dan masyarakat serta mencegah terpeliharanya pemahaman rusak yang menghancurkan individu dan tatanan bermasyarakat. Syariat Islam tidak mengenal berperilaku menuruti pandangan orang melainkan pandangan Allah Swt., tidak mengenal bersenang -senang menghabiskan uang sebab hidup hanya sekali justru beramal shalih sebanyak–banyaknya di jalan Allah Swt. agar saat jatah rezeki di dunia sudah habis maka siap panen raya di sisi Allah Swt., membuang jauh perbuatan sia-sia menggantinya dengan amal bermanfaat, tidak mengenal takut menghadapi masa depan hanya karena merasa pesimis tapi malas berusaha. Pemuda dalam naungan sistem Islam akan terpelihara nalarnya, jiwanya, imannya dan raganya sehingga apa yang menjadi tujuan Allah Swt. dalam penciptaan manusia terlaksana yaitu menjadi khalifah di bumi yang salah satu tanggung jawabnya adalah mengelola bumi dengan seluruh isi yang ada padanya.

Oleh karena itu pemuda, mari bersumpah bahwa kita harus berubah dengan hijrah kaffah. Kita pemuda Gen Z dengan waktu luang dan masa puncak bugarnya jasmani adalah permata yang jika diasah akan menjadi berkilau yang cahayanya mampu menembus segala halang dan rintang demi terwujudnya kejayaan Islam. Tentu saja ini pasti akan terwujud jika sistem yang digunakan dalam berkehidupan adalah sistem terbaik yaitu sistem Islam. Penerapananya mulai dari negara sampai individu. Sistem Islam akan melejitkan potensi Gen Z, mengarahkan jalan hidupnya sesuai dengan tujuan penciptaan dan mempersembahkan karya terbaik untuk umat dan agama Allah Swt. Potensi ini dibutuhkan untuk membangun kembali paradaban gemilang yang pernah dicapai umat Islam pada masa lalu dalam naungan Khilafah Islamiah. Wallahu a’lam bishawwab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image