Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Isa Muafa

Kritik terhadap Kebijakan Zonasi Pendidikan di Indonesia

Edukasi | 2024-10-28 08:35:42
Sumber : Dokumen Pribadi

Pemerintah Indonesia telah mengadopsi kebijakan zonasi dalam sistem pendidikan, yang awalnya diterapkan dengan sukses di Finlandia. Namun, penerapan kebijakan zonasi di Indonesia menghadapi tantangan besar. Meskipun kebijakan ini bertujuan baik untuk mengurangi ketimpangan dalam akses pendidikan dengan mendekatkan peserta didik ke sekolah terdekat. sayangnya, implementasinya masih jauh dari ideal. Kebijakan ini seolah-olah sekadar meniru sistem Finlandia tanpa mempertimbangkan kebutuhan serta kondisi infrastruktur dan sumber daya pendidikan yang berbeda di Indonesia.

Di Finlandia, kesuksesan sistem pendidikan sangat didukung oleh pemerataan kualitas pendidikan di seluruh sekolah, baik dari segi fasilitas, kualitas guru, maupun sumber daya belajar. Semua sekolah memiliki standar yang sama, sehingga siswa dapat menerima pendidikan berkualitas di sekolah mana pun, tanpa harus memilih sekolah "favorit". Guru-guru ditempatkan secara merata dan dirotasi secara berkala agar kualitas pengajaran tetap konsisten di seluruh sekolah.

Sebaliknya, di Indonesia, zonasi pendidikan justru sering kali memperlihatkan ketimpangan dalam fasilitas dan kualitas antar sekolah. Kebijakan zonasi diterapkan tanpa upaya yang cukup untuk memastikan kesetaraan mutu antar sekolah. Sebagian besar sekolah yang berada di pusat kota atau sekolah "unggulan" masih memiliki fasilitas, sumber daya, dan kualitas tenaga pengajar yang lebih baik dibandingkan dengan sekolah-sekolah di daerah pinggiran atau sekolah-sekolah kecil. Hal ini mengakibatkan adanya kesenjangan yang signifikan di antara sekolah-sekolah dalam satu wilayah yang sama.

“Zonasi pendidikan tanpa pemerataan kualitas hanya memperlebar kesenjangan, bukan mendekatkan kesempatan.”Sumber : Dokumen Pribadi

Selain itu, minimnya fasilitas pendukung di banyak sekolah juga menghambat keberhasilan kebijakan ini. Beberapa sekolah kekurangan fasilitas dasar seperti laboratorium, perpustakaan, ruang kelas yang layak, dan teknologi pendukung. Ketimpangan fasilitas ini berdampak pada kualitas pembelajaran dan perkembangan siswa. Bagaimana bisa sistem pendidikan zonasi mencapai tujuan pemerataan jika sarana dan prasarana antara sekolah yang satu dan lainnya masih jauh berbeda?

Di sisi lain, distribusi dan mutasi guru yang seharusnya menjadi bagian penting dari kebijakan zonasi juga belum maksimal. Guru berkualitas yang diharapkan tersebar merata justru banyak yang tertahan di sekolah-sekolah favorit atau pusat kota. Sementara sekolah-sekolah di daerah pinggiran dan terpencil sering kali mengalami kekurangan guru berkualitas. Ketidakmerataan distribusi guru ini menyebabkan kualitas pendidikan yang diterima siswa di sekolah-sekolah tertentu jauh lebih rendah, padahal mereka seharusnya mendapatkan hak yang sama untuk pendidikan berkualitas.

Untuk mencapai keberhasilan kebijakan zonasi di Indonesia, pemerintah perlu mengutamakan pemerataan fasilitas pendidikan, meningkatkan kesejahteraan serta pemerataan guru berkualitas di semua sekolah, dan memastikan bahwa setiap sekolah memenuhi standar mutu yang setara. Tanpa upaya konkret dalam aspek-aspek ini, kebijakan zonasi hanya akan memperparah ketidakadilan dalam akses pendidikan.

Sebagai penutup, zonasi pendidikan adalah kebijakan dengan niat mulia, namun implementasinya perlu dipikirkan matang dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Tanpa upaya pemerataan yang memadai, kebijakan ini berpotensi menjadi kebijakan yang sekadar ada di atas kertas, tetapi tidak memberikan dampak positif yang nyata bagi peserta didik di seluruh pelosok negeri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image