Prospek Mazhab Ciputat: Meneruskan Api Pembaruan
Agama | 2024-10-26 13:03:52Mazhab Ciputat, sebagai tradisi pemikiran yang lahir di lingkungan akademik Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta, telah menjadi salah satu arus penting dalam perkembangan pemikiran Islam di Indonesia. Diinisiasi oleh tokoh-tokoh seperti Harun Nasution, Nurcholish Madjid, dan Azyumardi Azra, Mazhab Ciputat menyumbangkan wacana yang kritis, rasional, dan inklusif terhadap Islam. Gagasan-gagasan mereka, yang mencakup rasionalitas, pluralisme, pembaruan sosial, dan penerimaan terhadap perbedaan, memiliki dampak luas dalam membentuk Islam moderat di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, pemikiran Mazhab Ciputat tetap relevan di tengah dinamika sosial, politik, dan budaya. Namun, dengan tantangan globalisasi, digitalisasi, dan radikalisasi yang semakin kompleks, muncul pertanyaan penting: bagaimana prospek Mazhab Ciputat ke depan? Dan, apa yang harus dilakukan oleh para pendukungnya untuk meneruskan “api pembaruan” yang telah diwariskan oleh para pendiri?
Konteks Pembaruan Mazhab Ciputat
Mazhab Ciputat berkembang dalam konteks di mana Islam di Indonesia menghadapi persinggungan dengan berbagai perubahan sosial dan politik. Harun Nasution, sebagai salah satu penggerak awal, memperkenalkan pemikiran Islam yang lebih rasional. Ia menolak pendekatan tradisional yang statis terhadap ajaran agama dan memperkenalkan rasionalitas sebagai pendekatan utama dalam memahami Islam. Kontribusi Harun Nasution membuka jalan bagi diskursus keislaman yang lebih terbuka, dialogis, dan kritis.
Selanjutnya, Nurcholish Madjid atau Cak Nur, mengangkat gagasan “sekularisasi”—yang sering disalahpahami. Dalam pandangannya, sekularisasi bukan berarti meminggirkan agama, tetapi memisahkan agama dari politik praktis sehingga agama tetap murni. Ia menegaskan bahwa Islam harus dipahami sebagai rahmatan lil ‘alamin, agama yang membawa rahmat bagi semua alam. Cak Nur juga menekankan pentingnya pluralisme dan dialog antaragama, menolak klaim-klaim eksklusif yang sering digunakan untuk membenarkan kekerasan dan diskriminasi.
Di era yang lebih modern, Azyumardi Azra melanjutkan tradisi pembaruan ini dengan memperkenalkan konsep “Islam Nusantara”, yang menekankan pentingnya lokalitas dan konteks dalam penerapan Islam. Ia melihat Islam di Indonesia sebagai bentuk unik yang berbeda dengan di negara-negara Timur Tengah, karena Islam di Nusantara terjalin erat dengan budaya lokal yang menghargai keragaman dan moderasi.
Pemikiran para tokoh ini membentuk inti dari Mazhab Ciputat, yang terus mendorong umat Islam untuk berpikir kritis, terbuka terhadap perubahan, dan selalu mencari cara baru untuk memadukan ajaran agama dengan realitas kontemporer. Namun, tantangan yang dihadapi saat ini memerlukan pendekatan baru agar api pembaruan tersebut tetap menyala.
Tantangan Kontemporer bagi Mazhab Ciputat
Di era globalisasi dan digitalisasi, tantangan yang dihadapi Mazhab Ciputat semakin rumit. Munculnya ekstremisme dan radikalisasi menjadi salah satu ancaman besar bagi Islam moderat yang diperjuangkan oleh Mazhab Ciputat. Di media sosial, narasi-narasi ekstrem lebih mudah tersebar dan sering kali lebih menarik perhatian dibandingkan dengan narasi moderat. Hal ini mengakibatkan polarisasi di kalangan umat Islam, di mana sebagian besar terjebak dalam pandangan hitam-putih terhadap agama.
Selain itu, politisasi agama semakin merajalela, terutama dalam kontestasi politik. Dalam banyak kasus, agama digunakan sebagai alat untuk memenangkan dukungan politik, sering kali dengan mengorbankan nilai-nilai moderasi dan toleransi yang telah lama dijunjung oleh Islam Nusantara. Radikalisme dan politisasi agama ini menjadi tantangan serius bagi Mazhab Ciputat, yang sejak awal berdiri di atas prinsip inklusivitas dan pluralisme.
Krisis identitas di tengah umat Islam juga menjadi tantangan besar. Di era global, umat Islam sering kali dihadapkan pada dua pilihan ekstrem: menerima pengaruh globalisasi tanpa kritik atau menutup diri dari dunia luar dengan kembali ke tradisi yang dogmatis. Di tengah situasi ini, pemikiran kritis dan moderat yang diajarkan oleh Mazhab Ciputat sering kali terabaikan.
Meneruskan Api Pembaruan: Apa yang Harus Dilakukan?
Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, para pendukung Mazhab Ciputat harus mengambil langkah strategis untuk meneruskan pembaruan yang telah diwariskan oleh para pendahulunya. Berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan:
1. Reaktualisasi Pemikiran Klasik
Pemikiran para tokoh Mazhab Ciputat, seperti Harun Nasution, Nurcholish Madjid, dan Azyumardi Azra, harus direaktualisasikan dalam konteks zaman sekarang. Gagasan-gagasan tentang rasionalitas, pluralisme, dan Islam yang inklusif harus dikembangkan lebih lanjut untuk menjawab tantangan digitalisasi dan politisasi agama. Para intelektual muda harus mampu menghasilkan karya-karya baru yang menjembatani pemikiran klasik dengan realitas sosial-politik masa kini.
2. Pemanfaatan Ruang Digital
Di era digital, narasi-narasi Islam moderat sering tenggelam di tengah maraknya konten ekstrem. Para pendukung Mazhab Ciputat harus lebih aktif di ruang digital, menggunakan media sosial, podcast, blog, dan kanal-kanal lainnya untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang moderat dan inklusif. Strategi komunikasi digital yang efektif menjadi kunci untuk memenangkan pertempuran ide di dunia maya.
3. Penguatan Komunitas Intelektual
Salah satu kekuatan Mazhab Ciputat adalah tradisi diskusi intelektual yang dinamis. Komunitas-komunitas intelektual ini perlu diperkuat dan diperluas agar menjadi ruang di mana ide-ide pembaruan dapat terus berkembang. Selain itu, penting untuk memperluas diskusi ini ke ranah gerakan sosial, sehingga wacana intelektual dapat berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, kesetaraan gender, dan keadilan sosial.
4. Membangun Aliansi Strategis
Untuk memperkuat pengaruhnya, Mazhab Ciputat perlu menjalin aliansi strategis dengan kelompok-kelompok Islam moderat lain seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kerja sama ini dapat memperkuat narasi Islam moderat dan membantu melawan radikalisasi di tingkat nasional maupun global.
5. Menghadirkan Islam yang Humanis
Mazhab Ciputat harus terus mempromosikan Islam yang humanis dan kontekstual, yang peduli pada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan kesetaraan. Pemikiran Islam harus relevan dengan masalah-masalah konkret yang dihadapi masyarakat, seperti ketimpangan ekonomi, perubahan sosial, dan krisis lingkungan.
Catatan Penutup
Mazhab Ciputat memiliki warisan intelektual yang kuat dan kaya, namun tantangan kontemporer menuntut langkah-langkah baru untuk menjaga api pembaruan tetap menyala. Reaktualisasi pemikiran klasik, pemanfaatan ruang digital, penguatan komunitas intelektual, aliansi strategis, dan menghadirkan Islam yang humanis adalah langkah-langkah penting yang perlu diambil. Dengan meneruskan semangat pembaruan ini, Mazhab Ciputat dapat terus menjadi kekuatan penting dalam perkembangan Islam moderat di Indonesia dan dunia, menjawab tantangan zaman dengan solusi-solusi inovatif dan inklusif.
*Study Rizal LK adalah Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Dakwah (P3ID) FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.