Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Isa Muafa

Pendekatan Demokratis dalam Pengasuhan Anak: Menciptakan Komunikasi Terbuka Tanpa Menghilangkan Rasa Hormat

Edukasi | 2024-10-26 08:33:24
Sumber : https://www.pexels.com/photo/family-making-breakfast-in-the-kitchen-4259140/

Dalam beberapa dekade terakhir, pendekatan orang tua dalam mendidik anak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Jika pada masa lalu pendekatan yang lebih otoriter menjadi gaya pengasuhan utama, sekarang banyak orang tua yang memilih pendekatan demokratis. Pendekatan demokratis ini memungkinkan anak untuk menyuarakan pendapat, mengekspresikan emosi, dan terlibat dalam pengambilan keputusan keluarga. Namun, meski membawa banyak manfaat, ada juga kekhawatiran bahwa anak-anak masa kini cenderung lebih berani menentang orang tua, bahkan kehilangan rasa hormat pada mereka.


Lalu, apakah pendekatan demokratis memang berpotensi menurunkan rasa hormat anak kepada orang tua? Atau, apakah ada cara untuk mengombinasikan kebebasan berpendapat dan rasa hormat dalam pengasuhan? Mari kita eksplorasi lebih jauh.


Perbedaan Pendekatan Otoriter dan Demokratis


Pendekatan Otoriter: Gaya pengasuhan ini lebih banyak menekankan pada ketaatan anak tanpa banyak ruang untuk berkomunikasi dua arah. Orang tua membuat keputusan, dan anak harus mematuhinya tanpa mempertanyakan. Konsekuensinya, anak cenderung patuh, namun sering kali merasa terkekang atau kurang mampu menyuarakan pemikirannya

Pendekatan Demokratis: Pendekatan ini memberikan kesempatan bagi anak untuk menyuarakan pendapat mereka. Anak diajak berdiskusi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan yang lebih harmonis dan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak.


Manfaat Pendekatan Demokratis


1. Mengembangkan Kepercayaan Diri Anak: Dengan memberikan kesempatan bagi anak untuk menyampaikan pendapatnya, orang tua membantu mereka mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan berpikir kritis.


2. Menciptakan Komunikasi Terbuka: Anak merasa lebih nyaman untuk berbicara tentang masalah yang dihadapi, karena mereka tahu bahwa orang tua akan mendengarkan tanpa langsung menghakimi.

3. Mengurangi Perasaan Tertindas: Pendekatan ini menghindari perasaan tertekan atau takut pada orang tua, yang umumnya dialami anak-anak di bawah pengasuhan otoriter.

Kebebasan berbicara dalam keluarga adalah hak, namun rasa hormat adalah kewajiban. Sumber : https://www.pexels.com/photo/man-and-woman-carrying-toddler-3038369/

Tantangan Pendekatan Demokratis
Namun, pendekatan demokratis juga memiliki tantangan tersendiri, terutama terkait rasa hormat. Beberapa anak yang terbiasa menyuarakan pendapat tanpa batas bisa berpotensi mengurangi rasa hormat pada orang tua. Mereka merasa memiliki kebebasan penuh, sehingga terkadang berani melawan atau membantah keputusan orang tua secara berlebihan.


Mengajarkan Rasa Hormat dalam Pendekatan Demokratis
Untuk menciptakan keseimbangan antara keterbukaan dan rasa hormat, orang tua dapat menerapkan beberapa strategi berikut:

1. Menetapkan Batasan yang Jelas: Walaupun orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk berpendapat, tetap ada aturan dan nilai yang perlu dipegang teguh. Orang tua dapat menjelaskan bahwa mereka selalu mendengarkan anak, namun tetap ada batasan dalam bertindak dan berbicara.

2. Membiasakan Berbicara dengan Sopan: Anak perlu diajarkan bahwa meskipun mereka boleh menyampaikan pendapat atau perasaan, ada cara berbicara yang sopan dan tidak melukai perasaan orang lain, terutama terhadap orang tua.

3. Memberi Contoh: Anak cenderung meniru perilaku orang tua. Orang tua yang menunjukkan sikap menghormati orang lain akan membantu anak menginternalisasi nilai-nilai yang sama. Jadi, jika orang tua berperilaku hormat kepada pasangan, orang yang lebih tua, atau bahkan kepada anak, mereka juga akan terbiasa memperlakukan orang lain dengan hormat.

4. Mengajarkan Nilai dan Empati: Orang tua bisa mengajak anak berdiskusi tentang pentingnya menghormati orang lain, serta bagaimana perasaan orang tua jika anak berbicara atau bertindak dengan cara yang tidak pantas. Pendekatan ini bisa membuat anak lebih memahami pentingnya rasa hormat sebagai bentuk empati dan penghargaan terhadap orang tua.

5. Mempertahankan Otoritas yang Sehat: Demokratis bukan berarti tidak memiliki otoritas. Orang tua tetap memegang peran utama dalam memberikan arahan, aturan, dan bimbingan kepada anak. Dengan cara ini, anak menyadari bahwa kebebasan mereka tetap berada dalam batasan yang sehat dan terarah.


Kesimpulan
Pendekatan demokratis dalam pengasuhan adalah langkah yang baik untuk menciptakan generasi yang berpikiran terbuka, percaya diri, dan mampu mengungkapkan pendapat mereka. Namun, orang tua juga harus ingat bahwa rasa hormat tidak boleh diabaikan. Kebebasan berpendapat yang diberikan kepada anak harus disertai dengan pemahaman bahwa menghormati orang tua adalah nilai dasar yang perlu dijaga.
Pada akhirnya, tujuan pengasuhan demokratis bukanlah untuk membuat anak kehilangan kendali atau berani melawan orang tua, tetapi justru untuk menciptakan komunikasi yang sehat dan hubungan yang saling mendukung, dengan rasa hormat sebagai fondasinya. Dengan demikian, orang tua dan anak dapat tumbuh bersama dalam lingkungan yang positif, saling memahami, dan saling menghormati.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image