Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Deflasi, Kelas Menengah Jadi Kelompok Rentan?

Bisnis | 2024-10-23 20:54:29

Kelas menengah di Indonesia akhir-akhir ini menjadi trending topik, selain yang paling banyak kena palak negara juga yang paling ekstrem menerima dampak perekonomian negeri ini yang fluktuatif.

Fakta ini sebagaimana yang dikatakan menteri keuangan era Presiden Joko Widodo yang kini menjabat lagi di kementerian yang sama di era Presiden Prabowo, Sri Mulyani. Namun penyebabnya bukan karena Deflasi yang beruntun selama lima bulan ini, dan bukan sinyal negatif bagi perekonomian. Deflasi terjadi karena turunnya harga pangan setelah tahun lalu mengalami pelonjakan tinggi, kondisi ini justru menguntungkan konsumen yang sebagian besar pengeluarannya terfokus pada kebutuhan makanan.

Meski sebagian kelas menengah yang turun kepada kelompok rentan, tapi dari kelompok miskin ada yang naik, masuk kepada kelompok yang menjadi aspiring middle. Di satu sisi penurunan yang berasal dari volatile food ( turunnya harga pangan) memang menjadi harapan pemerintah, sebab bisa menciptakan level harga makanan di level yang stabil rendah, di sisi lain kita harus menekankan komposisi inflasi perlu dilihat lebih dalam. Terutama yang berasal dari core inflation, atau inflasi inti yang mencerminkan permintaan agregat. Inflasi inti Indonesia pada September 2024 tercatat 0,16 persen.

Pendapat yang sama disampaikan mantan presiden, Joko Widodo bahwa deflasi maupun inflasi sebaiknya harus sama-sama dikendalikan agar tidak merugikan semua pihak, seperti produsen, petani, nelayan, UMKM, pabrikan, juga dari sisi konsumen supaya harga juga tidak naik atau stabil (republika.co.id, 6-10-2023).

Jokowi menilai inflasi tahunan (yoy) pada September 2024 sebesar 1,84 persen yang dinilainya sudah baik. Maka, terjadinya deflasi tersebut mesti dicek lebih lanjut lagi, apakah karena penurunan harga barang atau memang daya beli masyarakat yang berkurang.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebutkan salah satu sebab terjadinya deflasi di Indonesia lima bulan berturut-turut adalah harga pangan. Pada September 2024, deflasi Indonesia sebesar 0,12 persen secara bulanan atau month to month (mtm) (kumparan.com, 5-10-2024) (kumparan.com, 5-10-2024).

Ekonom Pangan dan Pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menyebut menurunnya harga pangan (volatile food) selaras dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sektor pertanian September 2024, yang terus menurun sejak mencapai puncaknya di April 2024.

Elisa mengatakan harga komoditas sayuran anjlok disebabkan oleh oversupply yang tidak diimbangi dengan kemampuan penyimpanan komoditas sayuran untuk jangka panjang. Situasi ini juga membuat banyak petani merugi karena membusuknya komoditas sayuran. Hampir 56 persen konsumsi dari masyarakat kelas menengah dan bawah adalah untuk kebutuhan pangan. Namun, kini ketika jumlah kelas menengah menurun, daya beli juga ikut menurun. Situasi ini juga perparah dengan banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Deflasi Tanda Ekonomi Merosot Rakyat Makin Tak Sejahtera

Fakta menunjukkan merosotnya kelas menengah menjadi miskin dan kelas miskin memiliki daya beli lagi karena harga pangan yang anjlok tak bisa dikatakan keadaan yang baik. Justru yang terjadi rakyat semua kelas tak sejahtera. Kebutuhan mereka bukan tentang pangan saja, kebutuhan publik pun seperti air, listrik, kesehatan , pendidikan juga aksesnya sulit terjangkau. Kian mahal dan kian banyak persyaratan.

Ini sekaligus membuktikan, pemerintah tidak mampu mengatasi daya beli masyarakat yang mengalami penurunan hingga deflasi terjadi terus selama 5 bulan berturut-turut. Keadaan ini berdampak pada penurunan harga-harga barang dan jasa, jangka panjang akan mengakibatkan pengurangan produksi , maka jelas akan berujung pada phk massal.

Perekonomian Indonesia dalam sistem kapitalisme yang diterapkan selama ini, sebagian besar ditopang oleh konsumsi rumahtangga. Deflasi mengindikasikan konsumsi rumah tangga mengalami penurunan daya beli yang signifikan. Karena sektor rumah tangga pendapatannya tak lagi mencukupi di tengah berbagai pungutan dan biaya yang dikenakan pemerintah sendiri.

Ibarat lingkaran setan yang tak berujung, akibat banyak PHK, sempitnya lapangan pekerjaan, banyaknya investor yang malah padat modal dalam investasinya telah berakibat pendapatan setiap kepala keluarga berkurang dan tidak mampu memenuhi kebutuhan belanja barang dan jasa, alamiahnya sektor rumahtangga pun menahan daya belinya.

Jika daya beli sektor rumah tangga terus menurun, maka dampak secara langsung adalah pada kesejahteraan anggota keluarga termasuk ibu dan anak. Merekalah kelompok paling rentan terdampak imbas deflasi ini. Mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan di negeri ini telah memorakporandakan anggaran rumahtangga.

Jika kebutuhan pangan strategis seperti cabai, telur , daging ayam dan tomat, sudah menguras biaya, ditambah dengan biaya belanja kebutuhan pokok (sembako) lainnya maka, bukan tidak mungkin keluarga terdampak tak hanya cukup mengurangi konsumsinsya, bisa jadi akan berpikir seribu kali untuk mengeluarkan biaya pendidikan dan kesehatan.

Bisa kita bayangkan, betapa sangat berbahayanya dampak lanjutannya, yaitu penurunan kualitas pendidikan dan kesehatan generasi. Jelas ini bencana, sebab Allah SWT.pun sudah melarang dalam firmanNya yang artinya,”Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”. (TQS an-Nisa:9).

Lantas bagaimana solusinya, sebab mana mungkin individu masyarakat mampu mewujudkan kesejahteraan tanpa adanya peran negara? Keadaan ekonomi yang terus menerus tidak stabil ini tentu sudah bisa kita ketahui yaitu karena penerapan sistem kapitalisme demokrasi, adakah sistem yang lebih baik?

Saatnya Kembali Kepada Pengaturan Islam

Jawaban dari pertanyaan di atas jelas sistem Islam, dengan diterapkannya syariat secara menyeluruh. Islam bukan sekadar agama yang mengatur ibadah ritual pemeluknya saja tapi juga pedoman hidup manusia dari sejak bangun rumah tangga hingga bangun negara.

Islam memberi jaminan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Semua akan selalu mampu mengakses baik secara tidak langsung maupun secara langsung. Layanan pendidikan dan kesehatan dijamin negara untuk setiap individu, demikian pula dengan kebutuhan komunikasi lainnya seperti keamanan, infrastruktur penunjang dan lainnya.

Baitulmal adalah kas negara yang pos pendapatan dan pengeluarannya ditetapkan syariat. Penetapan sistem Islam secara kafah akan memungkinkan terwujudnya kesejahteraan rakyat individu per individu. Sistem ekonomi Islam menetapkan sumber-sumber pemasukan negara berupa pengelolaan sumber daya alam yang menjadi milik umum dan negara, sehingga negara akan mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyat, tanpa menggantungkan pada utang dan pajak sebagaiman negara kapitalisme.

Sungguh, menjadi kewajiban setiap muslim untuk tidak berdiam diri ketika syariat dibuang dan digantikan hukum manusia ala kapitalisme, maka marilah kita perjuangkan sistem sahih dari Allah SWT. yang dengannya akan turun keberkahan dari langit dan bumi. Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image