Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Sepasang Sayap untuk Negeri

Sastra | 2024-10-21 12:53:29
Dokumen detik.com


Rani memandang ke luar jendela kantornya dengan senyum puas. Proyek Belitong telah berkembang jauh melampaui ekspektasi siapa pun. Namun, keberhasilan ini membawa tantangan baru bagi Rani.
"Rani, kamu dipanggil ke ruang rapat," ujar sekretarisnya melalui interkom.
Di ruang rapat, Rani disambut oleh jajaran direksi. Direktur Utama, Pak Hendra, tersenyum lebar.
"Selamat, Rani. Proyek Belitong-mu luar biasa suksesnya," ujar Pak Hendra. "Karena itu, kami ingin menawarkanmu posisi baru. Bagaimana kalau kamu pindah ke cabang Tokyo? Kami yakin dengan kemampuanmu, kamu bisa mengulang kesuksesan Belitong di sana."
Rani terdiam. Tawaran ini adalah mimpi bagi banyak eksekutif muda. Tokyo, kota metropolitan yang menjanjikan karier gemilang dan gaji fantastis. Namun, di sudut hatinya, ada keraguan.
"Saya sangat menghargai tawaran ini, Pak," jawab Rani hati-hati. "Boleh saya minta waktu untuk mempertimbangkannya?"
Malam itu, Rani tak bisa tidur. Ia teringat perjalanannya selama ini. Dari gadis Belitong yang bermimpi besar, hingga menjadi eksekutif sukses di Jakarta yang berhasil membawa perubahan ke kampung halamannya. Haruskah ia meninggalkan semua ini demi Tokyo?
Rani menelepon sahabatnya, Dina.
"Din, aku bingung," curhat Rani. "Tawaran ke Tokyo ini luar biasa, tapi..."
"Tapi kamu merasa ada yang hilang?" tebak Dina.
"Tepat," jawab Rani. "Aku merasa masih banyak yang bisa kulakukan untuk Belitong."
Dina terdiam sejenak sebelum menjawab, "Ran, ingat tidak apa yang kamu katakan padaku dulu? Setiap orang punya jalannya masing-masing. Mungkin ini saatnya kamu menentukan jalanmu sendiri lagi."
Kata-kata Dina menggugah Rani. Ia teringat kembali mengapa ia memulai proyek Belitong. Bukan hanya untuk kemajuan kariernya, tapi juga untuk memberi dampak pada masyarakat.
Keesokan harinya, Rani kembali menghadap direksi. Dengan penuh keyakinan, ia menyampaikan keputusannya.
"Saya sangat berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan," ujar Rani. "Namun, saya merasa masih ada banyak yang bisa saya lakukan untuk mengembangkan Belitong dan daerah-daerah lain di Indonesia. Bagaimana jika kita fokus pada pengembangan daerah-daerah potensial di dalam negeri terlebih dahulu?"
Ruang rapat hening. Pak Hendra menatap Rani dengan pandangan menilai.
"Kamu yakin, Rani? Ini kesempatan besar," tanya Pak Hendra.
Rani mengangguk mantap. "Saya yakin, Pak. Saya percaya potensi Indonesia masih sangat besar. Kita bisa memulai dari Belitong, lalu mungkin Lombok, Bali, atau bahkan Papua. Saya ingin membawa perubahan di tanah air kita sendiri."
Setelah diskusi panjang, akhirnya direksi setuju dengan usulan Rani. Mereka memberikan Rani tanggung jawab untuk memimpin divisi pengembangan daerah yang baru dibentuk.
Minggu-minggu berikutnya, Rani sibuk menyusun rencana. Ia melakukan riset mendalam tentang potensi berbagai daerah di Indonesia. Dalam prosesnya, ia sering harus bekerja lembur dan mengorbankan waktu pribadinya.
Suatu malam, saat Rani masih berkutat dengan laptopnya, ponselnya berdering. Nama ibunya muncul di layar.
"Rani, kapan pulang? Sudah lama kamu tidak ke rumah," ujar ibunya dengan nada khawatir.
Rani merasa bersalah. Ia sadar telah terlalu fokus pada pekerjaannya hingga melupakan keluarganya. "Maaf, Ma. Rani sibuk sekali belakangan ini. Tapi Rani janji, minggu depan Rani akan pulang."
Sesuai janjinya, minggu berikutnya Rani pulang ke Belitong. Saat tiba di rumah, ia disambut oleh aroma masakan ibunya yang khas.
"Rani, kamu kurus," komentar ibunya sambil memeluk Rani.
Rani tersenyum lemah. "Iya, Ma. Rani sibuk sekali belakangan ini."
Malam itu, sambil menikmati masakan ibunya, Rani menceritakan tentang proyeknya yang baru. Matanya berbinar saat menjelaskan visinya untuk mengembangkan daerah-daerah di Indonesia.
"Rani," ujar ayahnya tiba-tiba. "Bapak bangga padamu. Tapi ingat, jangan sampai kamu kehilangan dirimu sendiri dalam proses mencapai mimpimu."
Kata-kata ayahnya menggugah Rani. Ia sadar telah terlalu terobsesi dengan pekerjaannya hingga melupakan hal-hal penting lainnya dalam hidup.
Keesokan harinya, Rani memutuskan untuk berjalan-jalan di pantai. Ia mengamati anak-anak yang bermain di tepi air, pedagang yang menjajakan dagangannya, dan nelayan yang baru pulang melaut. Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya.
Rani segera menghubungi timnya di Jakarta. "Guys, aku punya ide baru untuk proyek kita," ujarnya bersemangat. "Bagaimana kalau kita tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tapi juga pada pengembangan sumber daya manusia? Kita bisa membuat program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat lokal."
Timnya menyambut ide ini dengan antusias. Mereka segera mulai menyusun rencana untuk program pelatihan di berbagai bidang, dari pariwisata hingga teknologi informasi.
Saat kembali ke Jakarta, Rani membawa semangat baru. Ia tetap bekerja keras, namun kini ia lebih bijak dalam mengatur waktunya. Ia menyempatkan diri untuk pulang ke Belitong sebulan sekali, dan selalu menyediakan waktu untuk keluarga dan teman-temannya.
Setahun kemudian, proyek pengembangan daerah yang dipimpin Rani mulai menunjukkan hasil. Tidak hanya Belitong, beberapa daerah lain di Indonesia juga mulai berkembang. Yang lebih membanggakan, banyak anak muda dari daerah-daerah tersebut yang kini memiliki keterampilan baru dan dapat bersaing di dunia kerja.
Suatu hari, saat Rani sedang mempresentasikan hasil proyeknya di hadapan direksi, Pak Hendra tersenyum lebar.
"Rani, kamu benar," ujarnya. "Keputusanmu untuk fokus pada pengembangan daerah di Indonesia ternyata jauh lebih berdampak daripada jika kamu pindah ke Tokyo waktu itu."
Rani tersenyum. Ia teringat akan perjalanannya selama ini. Dari keraguan awal hingga keberhasilan saat ini. Ia sadar, kunci kesuksesannya adalah tetap fokus pada tujuannya, namun tidak melupakan hal-hal penting lainnya dalam hidup.
Malam itu, saat Rani memandang ke luar jendela apartemennya, ia merasa damai. Ia telah menemukan keseimbangan antara ambisinya untuk membawa perubahan dan kebutuhannya untuk tetap terhubung dengan akar kehidupannya. Inilah definisi kesuksesan baginya - bukan hanya pencapaian karier, tapi juga kemampuan untuk memberi dampak positif bagi orang lain dan tetap menjadi diri sendiri dalam prosesnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image