Islam Solusi Revitalisasi Peran Guru
Politik | 2024-10-21 07:45:20Oleh Sri Nurhayati, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan
Tanggal 5 Oktober kemarin, diperingati sebagai hari guru sedunia. Peringatan tahun ini telah mengangkat tema, “Valuing Teacher Voices: Towards a new Social Contract for Education (Menghargai Suara Guru: Menuju Kontrak Sosial Baru untuk Pendidikan).” Diangkatnya tema ini terkait dengan pentingnya ‘suara’ seorang guru. Hal ini tak lepas dari diperlukannya suara para guru dalam memberikan pembinaan dan memanfaatkan potensi terbaik dari setiap anak didik mereka.
Peran penting guru memang begitu besar. Namun, sayang jika kita melihat fakta sekarang ini, khususnya di negeri kita tercinta. Kondisi guru begitu memprihatinkan, mereka dihadapkan dengan permasalahan yang datang silih berganti. Baik dari minimnya gaji yang tak memberikan kesejahteraan bagi mereka, karena minimnya gaji yang mereka dapat.
Tak hanya itu tekanan kurikulum yang membuat mereka harus menguras ekstra tenaga, pikiran dan waktu mereka. Administrasi yang lebih memakan waktu sering menjadikan mereka kurang memperhatikan kualitas peserta didik.
Kondisi guru yang dituntut untuk mencerdaskan generasi, tapi kebutuhan mereka sering terabaikan menjadikan beban tersendiri bagi para guru. Tekanan ekonomi misalnya, biaya hidup yang terus melambung tinggi, sedangkan gaji yang tak seberapa, membuat mereka terjerat pinjaman.
Dikutip Bisnis.com bahwa guru, khususnya guru honorer menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling banyak terjerat utang pinjaman online. Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ada 42% guru terjerat pinjol.
Tak hanya malah hutang, guru pun terjerat kasus kriminal, seperti tindak asusila. Apalagi akhir-akhir ini mencuat kasus pelecehan seksual yang pelakunya dari oknum guru dan korbannya adalah siswa mereka.
Salah satunya kasus di SMKN 56 Jakarta, adanya tindak asusila yang dilakukan oleh oknum guru terhadap belasan siswinya. Selain itu juga ada perilaku bejat juga dilakukan oleh oknum guru les di Sleman yang melecehkan puluhan anak sesama jenis. (CNN Indonesia.Com)
Sederet permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini, terkhusus guru, tidaklah muncul dengan sendirinya. Tata kelola dan aturan yang bertumpu pada sistem sekuler telah membawa pada permasalahan yang kompleks.
Paradigma Sekularisme telah melahirkan kebijakan yang dibuat oleh manusia telah banyak menguntungkan para pemilik modal dan elit oligarki. Begitu pula dengan kurikulum yang ada, hanya semakin menguatkan dukungannya terhadap berjalannya bisnis para korporat.
Seperti yang terjadi saat ini, pendidikan hanya didedikasikan serta berorientasi pada materi dan dunia kerja, perkembangan industri dan korporasi. Sehingga, peserta didik yang dilahirkan mereka yang hanya mementingkan materi dan minim akhlak yang mulia.
Sedangkan posisi guru, hanya dipandang dan dijadikan sebagai faktor produksi yang akan mempercepat tercetaknya peserta didik yang siap untuk terjun ke dunia kerja demi memacu laju dunia bisnis yang dimiliki para korporasi.
Sehingga tak heran negara yang berkepimpinan sekuler ini tidak akan pernah mampu mewujudkan kesejahteraan bagi para pendidik dan guru yang sesungguhnya, yakni sebagai pencetak generasi pembangun sebuah peradaban. Karena, tata kehidupan sekularisme hanya akan merusak jati diri guru.
Carut marut yang dilahirkan dari sekularisme ini telah menjadikan guru lupa akan peran pentingnya mereka dalm kehidupan. Sehingga, bermunculan perilaku buruk guru pada anak didiknya seperti tindak kekerasan verbal, fisik maupun seksual seperti yang sedang marak terjadi. Permasalah inilah yang akan terus menyelimuti kehidupan guru selama sistem sekularisme ini masih diterapkan.
Kemuliaan Guru Hanya Terwujud dalam Kehidupan Islam
Guru dalam pandangan Islam memiliki peran yang sangat strategis dan mulia. Guru memiliki peran sebagai suri teladan untuk menginternalisasikan ilmu dalam menjalankan sebuah kewajiban.
Selain itu, guru memiliki tugas dalam mengemban misi keilmuan dan kenabian yakni membimbing dan mengarahkan peserta didik agar senantiasa ada dalam ketaatan kepada Allah SWT. serta membimbing anak didiknya untuk memiliki akhlak mulia dan berbakti kepada ketua orang tua mereka.
Begitu mulianya peran guru ini, sehingga sudah menjadi keharusan sebagai seorang guru memiliki ketaqwaan kepada Allah Swt. sebagai pondasi mereka dalam menjalankan perannya. Selain itu, ilmu dan akhlak yang mumpuni sebagai suri teladan bagi anak didiknya. Itu sebagai kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang guru.
Begitu mulianya peran guru dalam mencetak generasi umat, Islam memberikan apresiasi tinggi terhadap pengabdian para guru. Salah satu bentuk dari apresiasi ini seperti dengan memberikan gaji yang tinggi bagi para guru.
Seperti, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, upah para guru sebesar 15 dinar (1 dinarnya setara denga 4,25 gram ) untuk setiap bulannya. Gaji ini diberikan oleh negara kepada setiap guru tanpa memandang status mereka sebagai pegawai negeri atau bukan. Baik di perkotaan atau di pedesaan semuanya sama, sebab seluruh guru memiliki hak dan tugas yang sama yaitu mendidik generasi.
Selain itu, negara akan memperhatikan kebutuhan guru dan pegawai sekolah, agar negara dapat memenuhi setiap kebutuhan mereka dalam pengajaran bukan berdasarkan anggaran seperti saat ini yang sering memberatkan beban guru.
Oleh karena itu, Islam mengharuskan para calon guru atau pendidik memiliki kriteria tinggi, karena terkait tugas berat mereka sebagai pembentuk generasi yang memiliki kepribadian Islam. Melalui penerapan sistem pendidikan dan kurikulum Islam akan tercetak guru-guru pendidik yang memiliki kualitas, yakni memiliki rasa takut kepada Allah.
Selain penerapan dalam sistem pendidikan, Islam juga menyiapkan sistem ekonomi Islam yang kuat dan unggul agar memampukan negara dalam membangun fasilitas sekolah yang memadai dan berkualitas, agar seorang guru dapat merasakan suasana yang aman dan nyaman ketika mereka mengajar anak didiknya.
Namun, harus kita pahami bahwa semua ini hanya akan terwujud ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan kita. Yakni dalam sebuah bingkai negara yang telah diwariskan oleh Rasulullah SAW, Khilafah Islamiyah. Walluhu’alam bissawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.