Membangun Misi Hidup (bagian 01)
Gaya Hidup | 2024-10-21 06:13:41Perjalanan hidup insan manusia, tidak akan terlepas dari pengaruh pendidikan yang dialami dan dirasakannya. Baik itu pendidikan melalui orang tuanya, keluarganya di rumah, ataupun oleh pihak instansi pendidikan seperti sekolah formal dan non formal. Pendidikan, secara umum akan membentuk caranya memandang dunia, caranya membentuk pemikiran terhadap kehidupan, caranya membangun sikap terhadap keberhasilan dan kegagalan sampai pada perilaku sehari-harinya.
Sebagai contoh, jika seseorang terus konsisten belajar tentang kewirausahaan dan pola pikirnya, maka sangat mungkin akan terbentuk pola pikir yang melihat masalah sebagai peluang, melihat kesulitan sebagai tantangan dan memandang persaingan sebagai upaya untuk menjadi diri yang lebih baik. Maknanya, apa yang diajarkan pada individu, akan mempengaruhinya dalam membangun pikiran, menentukan sikap dan mengembangkan perilakunya.
Mengingat begitu pentingnya pengaruh pendidikan terhadap kehidupan insan manusia, maka sudah sepantasnyalah bahwa tujuan dan arah dari pendidikan perlu diperiksa, jika perlu dikaji ulang. Sejauh ini, kemanakah arah pendidikan bangsa ini? Sudahkah mengarah pada sesuatu yang sejati dan mendalam? Sudahkah mengarah pada maksud dan tujuan penciptaan manusia?
Manusia, di dalam ajaran Islam, diciptakan hanya untuk beribadah ke pada Allah, menghamba dan mengabdi hanya kepada pencipta-Nya, dan meletakkan syariat agama di atas segalanya.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyaat: 56).
Maka, berbasis pemahaman ini, sudah seyogianya kita memeriksa pada konteks:
(1) Pendidikan dalam keluarga misalnya, sudahkan mengarah pada filosofi ini? atau justru menjauhinya? Sudahkah membangun rasa dan keinginan kuat untuk beribadah? Atau justru sebaliknya, dorongan kuat untuk mengejar karir, sehingga mengesampingkan aktivitas beribadah?
(2) Pendidikan di sekolah misalnya, sudahkan membangun pemahaman bahwa tujuan dan maksud diciptakannya manusia adalah untuk menghamba dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta'ala? Ataukah sebaliknya, yaitu malah mendorong peserta belajar untuk magang diberbagai industri, sehingga waktu habis untuk bekerja. Sudahkan mengingatkan untuk terus mempelajari apa yang halal dan haram? atau justru membiarkan siswa mengikuti ragam acara yang berpotensi khalwat dan ikhtilat? Membangun misi siswa bahwa mencari rezeki adalah ditujuan sebagai sarana beribadah, ataukah justru membangun konstruksi pemikiran bahwa keberhasilan pendidikan adalah ketika berhasil punya gaji besar di usia muda, punya rumah sendiri dan punya kendaraan sendiri?
(3) Pendidikan di komunitas/circle terdekat. Sampai hari ini, sudah banyakkah tercipta komunitas-komunitas yang berfokus untuk saling mengingatkan tentang tujuan hidup? tentang untuk apa hari-hari sebaiknya diisi? tentang perbuatan yang sebaiknya dilakukan dan mana yang wajib ditinggalkan? tentang pergaulan mana yang harus dijauhi dan mana yang justru wajib didekati?
Ingat, faktor lingkungan dapat memberikan pengaruh yang begitu kuat pada individu
Dalam sebuah hadits (dikutip dari tulisan dr Andika M dalam muslim.or.id) Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Apa yang terjadi hari ini?
Sehingga, mari saksikan di sekitar kita bahwa generasi muda hari ini, sibuk memamerkan pencapaiannya, jumlah uangnya, depositonya dll. Mereka berlomba mengejar karir tertinggi dan memamerkannya di media sosial (flexing). Bahagia tercipta ketika rekan-rekannya mengakui pencapaiannya. Sukses diyakini sebagai sebuah situasi ketika mampu bergaya hidup mewah. Sukses adalah ketika memiliki teman-teman di komunitas mewah. Sukses adalah ketika mampu mencapai kehidupan di atas rata-rata generasinya.
Maka, mereka yang berada pada level dan pemikiran ini, bagaimana dengan misi hidupnya? Kemanakah tujuan langkah mereka setiap harinya? Dimana stasiun pemberhentiannya? Sudahkah pemahaman tentang maksud penciptaan manusia melekat di hati dan pikirannya? Sudahkah terpikirkan untuk membangun lingkaran pertemanan yang saling mengingatkan? yang saling menasehati?
Apakah proses pendidikan yang mereka lalui selama ini telah berhasil menancapkan 'harga mati' bahwa tujuan hidup adalah untuk beribadah? untuk menghamba, meminta pertolongan dan beribadah hanya kepada Allah? Maka, perjalanan membangun pendidikan yang mendekati ideal tentu masih panjang. Perjalanan untuk menselaraskan kurikulum pendidikan dengan maksud penciptaan, tentunya masih membutuhkan proses. Perjalan untuk menyeimbangkan tugas-tugas dan tahapan pendidikan agar seirama dengan tujuan penciptaan manusia dimuka bumi, tentunya juga masih membutuhkan bahasan yang panjang. Nantikan sambungan tulisan berikutnya..
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.