Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nazwa Oktaviani

Fintech Syariah: Solusi Inovatif Untuk Mendorong Pertumbuhan UMKM di Indonesia

Ekonomi Syariah | 2024-10-19 17:48:41
Edi Kurniawan on Unsplash" />
Photo by Edi Kurniawan on Unsplash

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia telah terbukti menjadi motor penggerak dalam mengatasi berbagai masalah ekonomi. Mulai dari mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan masyarakat, hingga menekan angka kemiskinan, UMKM memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi. Seiring perkembangan teknologi, fintech (financial technology) telah hadir sebagai inovasi yang mengubah industri jasa keuangan secara signifikan. Meskipun konsep fintech sudah ada sejak lama (Arner et al., 2016), perannya semakin menonjol dalam era digital seperti saat ini. Fintech memungkinkan lahirnya produk dan layanan keuangan baru yang lebih efisien dan aman, sekaligus meningkatkan stabilitas pada sistem pembayaran.

Salah satu bukti berlangsungnya inovasi di dunia keuangan adalah kehadiran fintech syariah yang juga bagian tak terpisahkan dari industri fintech nasional. Kemunculan fintech syariah di Indonesia merupakan respon terhadap kebutuhan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah, yang berbeda dari fintech konvensional yang menggunakan bunga dalam operasionalnya (Muhammad & Lanaula, 2019). Dalam praktiknya, fintech syariah turut berperan dalam memperluas penyaluran pendanaan berbasis syariah di berbagai daerah di Indonesia, di mana mayoritas penerima manfaatnya adalah pelaku UMKM (Prestama et al., 2019). Dengan demikian, fintech syariah memiliki potensi dalam mendorong inklusi keuangan melalui pemenuhan kebutuhan pada segmen pasar yang non-bankable. Fintech syariah menawarkan solusi untuk meningkatkan inklusi keuangan, terutama bagi segmen pasar yang belum terjangkau oleh lembaga keuangan tradisional (Mukhlisin, 2019).

Apa itu fintech syariah?

Fintech syariah adalah layanan keuangan yang menggabungkan teknologi dengan prinsip-prinsip syariah. Tidak seperti layanan finansial konvensional yang mengenakan bunga (riba), fintech syariah menggunakan akad-akad yang sesuai dengan hukum Islam, seperti:

  • murabahah (jual beli),
  • ijrah (sewa),
  • mudharabah (bagi hasil).

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018, fintech syariah memungkinkan pertemuan antara pemberi dan penerima pembiayaan secara elektronik melalui internet. Ini memudahkan terjadinya transaksi yang cepat, transparan, dan sesuai dengan prinsip syariah, seperti menghindari spekulasi dan riba (Mukhlisin, 2019).

Potensi Fintech Syariah dalam Mendukung UMKM

Data dari OJK (2020) menunjukkan bahwa hingga di Agustus tahun 2020, sektor fintech di Indonesia telah menyalurkan pembiayaan sebesar 121,87 triliun rupiah, dengan 99% borrower berasal dari pelaku UMKM. Angka ini memperlihatkan bahwa fintech, termasuk fintech syariah, dapat menjangkau segmen pasar yang selama ini sulit mendapat akses dari lembaga keuangan tradisional. Mukhlisin (2019) juga menyoroti bahwa fintech syariah mampu mengurangi kesenjangan antara lembaga keuangan dan UMKM dengan menyediakan akses yang lebih mudah dan terjangkau.

Selain itu, menurut Saripudin et al. (2021b) dalam Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, fintech syariah menawarkan beberapa peluang utama, di antaranya:

1. Segment Pasar yang Luas

Potensi pasar fintech di Indonesia sangat besar, hal ini karena didukung oleh peran signifikan dari pelaku UMKM sebagai penyumbang utama PDB sebesar 54%. Selain itu, UMKM mencakup 97% dari total pelaku usaha di Indonesia, dan minat masyarakat terhadap layanan berbasis teknologi terus meningkat karena faktor sosial, ekonomi, dan politik. Pertumbuhan penggunaan teknologi di Indonesia juga menjadi pendorong utama, terlihat dari peningkatan penetrasi smartphone sebesar 25,9% dalam periode 2014-2019. Dan diperkirakan, pada tahun 2025, ada sekitar 89,2% penduduk Indonesia yang akan menggunakan smartphone, hal ini tentu memberikan peluang lebih besar bagi perkembangan fintech.

2. Beragam Jenis Akad

Fintech syariah memiliki berbagai peluang pengembangan produk berkat keberagaman akad yang tersedia dalam syariah Islam. Akad-akad ini mencakup transaksi non-komersial seperti zakat, wakaf, dan qardhul hasan, serta akad komersial yang lebih umum digunakan dalam bisnis, seperti murabahah (jual beli), ijarah (sewa), mudharabah (bagi hasil), dan musyarakah (kemitraan). Keberagaman ini membuka peluang bagi fintech syariah untuk menciptakan produk-produk yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan beragam nasabah, baik untuk tujuan amal maupun untuk pengembangan bisnis.

3. Regulasi yang Fleksibel

Saripudin et al. (2021) juga menekankan bahwa saat ini, ruang regulasi untuk fintech syariah masih relatif terbuka luas. Belum ada aturan yang mengikat secara ketat, yang memungkinkan para pelaku industri untuk lebih fleksibel dalam melakukan inovasi dan pengembangan teknologi. Hal ini menciptakan peluang bagi fintech syariah untuk menyesuaikan layanan mereka guna memenuhi kebutuhan nasabah, terutama di segmen UMKM. Di samping itu, asosiasi fintech syariah memiliki peran penting dalam menginisiasi pengembangan regulasi, sehingga industri ini dapat terus tumbuh dengan kerangka aturan yang lebih dapat beradaptasi dan mendukung inovasi teknologi.

Penerapan Fintech Syariah di Kalangan UMKM
https://ik.trn.asia/uploads/2020/08/Ammana.jpg

Salah satu fintech syariah yang berhasil mendukung perkembangan UMKM di Indonesia adalah Ammana, yang mengusung model peer-to-peer lending (P2P) berbasis syariah. Ammana fokus pada pembiayaan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta menjalankan sistem bagi hasil tanpa bunga, sesuai dengan prinsip syariah. Dalam model bisnis ini, Ammana bertindak sebagai platform yang menghubungkan pemodal dengan pelaku UMKM yang membutuhkan pendanaan.

Di tahun 2020, Ammana telah menyalurkan dana sebesar 23 miliar rupiah kepada 2.285 pelaku usaha UMKM. Keberhasilan Ammana dalam mendukung UMKM tidak hanya tercermin dari besarnya dana yang disalurkan, tetapi juga dari tingkat keberhasilan penyelesaian kewajiban pinjam meminjam (TKB) yang mencapai 94,81%. Ini menunjukkan bahwa mayoritas UMKM yang mendapatkan pendanaan melalui Ammana mampu melunasi pinjaman sesuai kesepakatan, membuktikan bahwa fintech syariah efektif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi sektor mikro dan kecil di Indonesia (Yahya et al., 2020b) .

Selanjutnya, fokus yang perlu diperhatikan bukan hanya pada pertumbuhan fintech syariah, tetapi juga bagaimana memperkenalkan layanan ini ke lebih banyak pelaku usaha. Banyak pelaku usaha masih belum memahami keunggulan fintech syariah dibandingkan sistem konvensional. Di sini letak tantangan dan peluang untuk membuat fintech syariah lebih dominan, terutama di pasar UMKM yang semakin terhubung dengan dunia digital. Dengan sosialisasi yang lebih intens, fintech syariah diharapkan bisa menjadi bagian dari pilar utama dalam ekosistem ekonomi digital di Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image