Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ramadhan Ibn Abdullah Collins

Perjalanan yang tidak Ada Ujungnya

Kisah | 2024-10-15 18:37:03

November 2020 dunia digemparkan oleh wabah yang melanda sebagian besar bagiannya sehingga terasa tidak ada tempat aman untuk bersembunyi. Kala itu saya berada di penghujung bangku Madrasah Aliyah (MA) tepatnya di Pondok Pesantren Terpadu Al-Kahfi sedang menyusuri satu-persatu ujian untuk kelulusan pondok. Perkembangan berita wabah yang disiarkan berkembang sangat cepat, tidak dapat dibayangkan apa yang sedang terjadi di luar tembok rumah para santri tersebut.

Sehari dua hari saya dan teman-teman merasa sepertinya kondisi di dalam lingkungan pondok sudah cukup aman untuk aktivitas normal, namun sangat disayangkan berita terpaparnya beberapa santri akibat wabah ini kian bertambah, entah karena mereka yang baru tiba di pondok sehabis pulang ataupun karena sempat keluar mengunjungi took di luar pondok untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tidak ada yang tahu pastinya bagaimana.

Selesai para santri dari menunaikan shalat dzuhur di suatu hari yang cerah, pimpinan pondok bangun berjalan menuju mimbar masjid. Ketika diraihnya mic olehnya, suasana menjadi sepi dan keputusan pun diberikan, yaitu para santri diizinkan untuk pulang tanpa terkecuali ke rumah masing-masing dengan entah kapan dapat kembali melaksanakan pembelajaran di pondok seperti normal kembali.

Beberapa hari berlalu, tiba waktunya bibi saya pun datang menjemput dengan mobil kecil anaknya. Semua barang-barang diangkut ke dalam mobil kecuali barang-barang berat yang sudah tidak digunakan kembali seperti kasur, lemari, dan lain-lain.

Suasana alam begitu asing bagi saya, nampak sedikitnya orang berkeliaran di jalanan. Semua orang memakai masker, hanya sedikit dari mereka yang berjalan berkerumunan. Toko-toko sepi pengunjung, dan kendaraan umum hanya lewat tanpa dipenuhi banyak penumpang. Begitu asing kehidupan kala itu, Indonesia dengan penduduk yang terbilang banyak bagaikan sebuah ucapan yang hanya didengar tanpa terlihat nyata.

Hari-hari saya sepulang dari pondok dihabiskan di dalam rumah, pembelajaran pondok dijalankan secara online karena masih banyak targetan pembelajaran yang belum tercapai.

Pembiasaan diri untuk menjalani kehidupan yang begitu berbeda sangat diupayakan oleh saya. Terkhusus dalam hal sosial, di rumah bibi saya tidak banyak bergaul dengan sepupu karena kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan memiliki kehidupannya masing-masing. Untuk itu saya memilih untuk mengisi kekosongan selain belajar online bersama teman-teman pondok dengan mendaftar kelas tahfidz online dan merutinkan menonton podcast yang berisikan bahasan-bahasan perihal agama, politik, dan kisah upgrading diri oleh orang-orang terkenal.

Lagi-lagi tidak mudah, karena setiap tempat dan aktifitas pasti ada tantangannya. Rasa jenuh selama melakukan kegiatan yang baru bagi saya tersebut mulai menumpuk menjadi besar. Dari segala aktifitas yang saya lakukan selama kurang dari dua bulan, bisa dikatakan kelas tahfidz online yang saya baru bergabung di dalamnya mengalami penurunan dari segi semangat dan keseriusan, saya menyadari bahwa problem bukan ada program, pembimbing, dan targetannya, adapun masalah yang memang yang saya sadari adalah ada pada cara pembelajaran menghafal Al-Qur’an yang itu online tanpa ada tatap muka langsung dengan pembimbing, dan hal ini merupakan kekurangan yang saya miliki dalam proses pembelajaran yang bersifat dan continue serta memiliki targetan yang diperlukan untuk mencapainya ada interaksi aktif antara murid dan guru ataupun pembimbing.

Pada pendaftaran kelas tahfidz online saya memilih untuk mengambil paket setoran tambahan dua halaman dalam satu hari. Paket tersebut saya ambil karena saya merasa mampu dan memiliki waktu luang untuk dapat menuntaskan capaian setiap harinya.

Awal berjalannya kelas, setoran dapat terlaksana dengan baik, dan di setiap selesai setoran tambahan satu juz saya diwajibkan untuk melewati ujian, yang berikutnya jika dinyatakan lulus saya dapat melanjutkan untuk setoran dengan bagian atau juz berikutnya. Namun sesuai dengan yang saya sempat singgung sebelumnya, bahwa kondisi pembelajaran tidak berjalan mulus dari awal sampai akhir karena menurunnya semangat yang ada pada diri saya. Hal tersebut sudah saya konsultasikan dengan beberapa orang terdekat, terkhusus kepada ibu saya yang memang selama berjalannya kelas tahfidz online saya pun beberapa kali meminta ibu saya menyimak hafalan yang ingin saya setorkan pada saat kelas tiba.

Lamanya waktu berjalan tibalah memasuki bulan keempat dari sejak awal saya keluar dari lingkungan pondok yang mana juga pada waktu tersebut kelas tahfidz online baru saya jalani selama dua bulan. Pada hari-hari itu setoran mulai mengendur, pesan izin untuk tidak mengikuti kelas lumayan sering terkirim. Dan tanpa disadari hutang setoran sudah menumpuk dan sedikit mustahil untuk dibisa ditunaikan dengan waktu yang ada tanpa ada penambahan.

Saya berpikir panjang, apakah terus dilanjutkan atau berhenti di tengah jalan karena memang cara pembelejaran online yang tidak sesuai dengan cara belajar saya. Keputusan pun saya ambil, yaitu berhenti kelas dengan berpamitan kepada pembimbing karena memilih untuk mencari tempat yang memungkinkan untuk setoran hafalan Al-Qur’an tatap muka terkhusus dengan jarak yang dekat.

Hari-hari kembali normal tanpa ada kegiatan hafalan Al-Qur’an. Sehari dua hari terasa biasa, namun setelah sepekan lebih terasa ada yang kosong pada diri. Meskipun membaca Al-Qur’an dapat terjalankan setiap harinya, namun memori untuk diisi hafalan tidak ada kelanjutan.

Saya berpikir lama, apakah akan mendaftar kembali untuk mengikuti kelas tahfidz online seperti sebelumnya atau tidak, karena saya takut terjadi hal yang sama seperti sebelumnya. Hal tersebut menjadi bayang-bayang yang taka da ujungnya.

Menghafal bukanlah hal yang mudah, karena konsekuensi dari menghafal adalah menjaganya yang kita umat muslim sebut sebagai muroja’ah, dan inilah bagian yang banyak dinyatakan sulit oleh sebagian penghafal Al-Qur’an, karena ia memerlukan keseriusan untuk bisa benar-benar menjaganya tanpa mengubah satupun kata yang ada di dalamnya. Oleh karenanya, meskipun saya tidak melanjutkan tamabahan ahafalan selama wabah sedang melanda dunia tekhusus Indonesia, namun saya tetap untuk konsisten mengulang hafalan yang saya pernah miliki sejak SMP dulu.

Kini saya berada di lingkungan yang luar biasa sangat mendukung untuk menjaga hafalan serta mengimplementasikannya dalam kehidupan. Lingkungan tersebut adalah Sekolah Adab Insan Mulia Depok, dimana pendidikan disana berfokus kepada pendidikan karakter peserta didik supaya dapat selaras denga napa yang diajarkan oleh syariat Islam. Tidak hanya itu, pengajar disana merupakan sosok yang luar biasa, yang tidak pernah lelah untuk belajar dan berjuang untuk pendidikan Islam masa yang akan datang, dan yang khusus pastinya, saya bertemu banyak guru yang telah selesai dan menguasai isi serta kandungan dari Al-Qur’an, sehingga saya pun berani untuk memulai kembali setoran hafalan tambahan dengan program yang memang sudah disediakan oleh sekolah.

Begitulah perjalanan yang luar biasa berharga ini. Sebagai muslim, Al-Qur’an tidak hanya dibaca dan disimpan ditempat yang rapih, namun ia pun harus dipahami secara mendalam seluruh isi kandungannya dan diamalkan sesuai tuntunan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.

Perjalanan ini tidak akan berhenti, namun ia akan terus mengalir selama keimanan masih ada, karena manusia yang terus balajr meningkatkan kualitas diri akan mendapatkan sesuai denga napa yang ia kerjakan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image