Overthinking dan Cara Mengatasinya
Lainnnya | 2024-10-13 11:53:08Overthinking adalah kondisi ketika seseorang terlalu banyak memikirkan sesuatu secara berlebihan, baik itu keputusan, peristiwa, atau masalah yang belum tentu terjadi. Hal ini seringkali diikuti dengan kecemasan dan ketidakpastian. Bayangkan seseorang yang ingin membuat keputusan sederhana, seperti memilih pakaian untuk sebuah acara. Alih-alih memilih secara cepat, ia mungkin memikirkan berbagai skenario, seperti bagaimana orang lain akan menilai penampilannya, apakah model baju tersebut sesuai untuk acaranya, apakah pakaian itu terlalu berlebihan atau terlalu sederhana, apakah pakaian itu akan memengaruhi cara orang lain memperlakukannya. Pemikiran ini berulang terus-menerus, hingga membuat keputusan yang sederhana menjadi sangat rumit.
Ada banyak penyebab yang memicu seseorang menjadi overthinking. Salah satunya adalah kecemasan atau rasa takut terhadap kemungkinan buruk. Ketika seseorang merasa cemas, otaknya cenderung mencari potensi masalah dalam setiap situasi, bahkan dalam situasi yang tidak memerlukannya. Selain itu, perfeksionisme juga menjadi salah satu alasan. Mereka yang memiliki standar sangat tinggi untuk dirinya sendiri sering kali berjuang keras untuk memastikan setiap detail sempurna, sehingga memikirkan segala sesuatu secara berlebihan menjadi kebiasaan.
Overthinking juga bisa muncul akibat pengalaman negatif di masa lalu. Orang yang pernah mengalami kegagalan atau trauma mungkin merasa perlu berhati-hati dalam setiap keputusan agar tidak mengulangi kesalahan. Hal ini memicu mereka untuk terus-menerus memikirkan setiap langkah yang akan diambil. Selain itu, tekanan sosial dan ekspektasi dari orang-orang di sekitar juga bisa menjadi beban mental. Ketika seseorang merasa harus memenuhi harapan orang lain, pikiran mereka akan dipenuhi oleh kekhawatiran tentang penilaian atau kritik.
Untuk mengatasi overthinking, langkah pertama yang penting untuk dilakukan adalah menyadari kapan kita mulai terjebak dalam pola pikir yang berlebihan. Kesadaran ini membantu kita mengambil jarak dari pikiran tersebut dan mulai berfokus pada solusi. Salah satu cara yang efektif adalah dengan mempraktikkan mindfulness, di mana kita berlatih untuk tetap hadir di saat ini tanpa terjebak dalam kekhawatiran tentang masa lalu atau masa depan.
Selain itu, penting juga untuk bertanya pada diri sendiri apakah pemikiran tersebut realistis atau hanya kecemasan yang tak berdasar. Kita seringkali membuat asumsi atau membayangkan skenario buruk yang belum tentu terjadi. Dengan mempertanyakan pikiran tersebut, kita bisa mulai melihat bahwa banyak dari kekhawatiran kita sebenarnya tidak perlu.
Alihkan perhatian pada hal-hal yang bisa dilakukan. Daripada terus memikirkan apa yang mungkin salah, fokuslah pada tindakan pasti yang bisa diambil. Misalnya, jika Anda terlalu banyak berpikir tentang pekerjaan yang harus diselesaikan, cobalah untuk memulai dengan langkah kecil daripada terdiam sambil menyusun rencana saja. Tindakan nyata akan membantu meredakan perasaan cemas dan membuat anda mudah untuk merevisi nya karena tidak tertenggat waktu.
Terkadang, menulis pikiran-pikiran yang mengganggu dalam jurnal harian atau catatan bisa sangat membantu. Dengan menuliskan kekhawatiran kita, kita bisa mengeluarkan beban mental dan melihat masalah secara lebih objektif. Aktivitas ini juga membantu memecah lingkaran pemikiran berulang.
Pada akhirnya, overthinking adalah respons alami yang bisa terjadi pada siapa saja, terutama dalam situasi yang menimbulkan stres atau ketidakpastian. Namun, dengan latihan dan strategi yang tepat, kita bisa belajar mengendalikan pikiran tersebut, sehingga kita tidak terus-menerus terjebak dalam kekhawatiran yang tidak produktif.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.