Generasi Digital di Persimpangan Jalan: Media Sosial Antara Konektivitas dan Krisis Nilai
Iptek | 2024-10-12 22:13:06Sela Destania Silva Maharani (188241006)
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga
Media sosial kini diibaratkan sebagai belati bermata dua: di satu sisi menawarkan konektivitas tak terbatas, namun di sisi lain dituding sebagai pemicu krisis nilai di kalangan generasi muda. Lalu bagaimanakah kebenaran di persimpangan tersebut?
Dalam beberapa dekade terakhir, media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan generasi muda. Seolah menjadi mesin penelusur global, platform seperti Instagram, TikTok, dan X memberikan akses tak terbatas terhadap informasi, hiburan, dan interaksi sosial. Namun di sisi lain, media sosial sebagai cerminan zaman digital telah merubah lanskap interaksi sosial manusia secara drastis dan membawa dampak yang kompleks terhadap nilai-nilai sosial, terutama di kalangan generasi muda. Platform-platform ini tidak hanya menjadi sarana komunikasi, namun juga membentuk suatu identitas, nilai, dan perilaku. Perubahan yang terjadi begitu cepat dan kompleks, memunculkan pertanyaan mendasar: Apakah kemudahan berinteraksi ini membawa lebih banyak manfaat atau justru merusak jati diri generasi masa depan?
Di satu sisi, media sosial menjadi jembatan konektivitas yang mempermudah kita dalam berinteraksi. Media sosial juga sebagai wadah bagi generasi muda untuk mengekspresikan diri dan menemukan komunitas untuk hanya sekadar saling sharing pengetahuan atau bahkan bertukar pemikiran. Namun saat kita selami lebih dalam, seringkali hubungan yang terjalin melalui media sosial hanya bersifat dangkal dan sementara. Interaksi tatap muka yang lebih mendalam dan bermakna cenderung tergantikan oleh likes, comments, dan followers. Studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat mengarah pada penurunan kualitas interaksi tatap muka. Sebuah survei oleh Badan Pusat Statistik pada Maret 2023, menemukan bahwa 84,37% anak muda Indonesia berusia 16-30 tahun menggunakan internet untuk mengakses media sosial dan menjadikan media sosial sebagai aktivitas online utama bagi kelompok generasi muda (Muhamad, 2024).
Media sosial dapat berubah menjadi mengerikan untuk pertumbuhan serta perkembangan pada generasi muda saat mereka sudah mengalami yang namanya kecanduan. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan secara berlebihan tanpa adanya pengawasan. Paparan konten negatif, seperti cyberbullying, berita hoax, konten yang tidak sesuai dengan usia, dan FOMO (fear of missing out) dapat memengaruhi perkembangan psikologis generasi muda. Selain itu, media sosial juga dapat membentuk tren yang sering kali bersifat materialistik yang tidak realistis yang dapat memicu perbandingan sosial yang tidak sehat, menimbulkan tekanan bagi individu tertentu, dan menghambat kemampuan untuk fokus pada tugas-tugas penting dan hidup produktif.
Dampak negatif media sosial terhadap nilai sosial generasi muda tidak bisa dianggap remeh. Namun, penting untuk diingat bahwa media sosial bukanlah penyebab tunggal dari masalah ini. Faktor keluarga, lingkungan, dan pendidikan juga berperan penting dalam membentuk nilai-nilai seseorang.
Lalu kira-kira bagaimana solusi yang tepat?
Literasi Digital
Pendidikan literasi digital sejak dini sangat penting untuk membekali generasi muda dengan keterampilan kritis dalam mengonsumsi dan memproduksi konten di media sosial.
Regulasi yang Tepat
Pemerintah dan platform media sosial perlu bekerja sama untuk menciptakan regulasi yang efektif dalam menangkal penyebaran hoax dan cyberbullying.
Peran Orang Tua dan Guru
Peran orang tua dan guru menjadi sangat penting karena orang tua dan guru memiliki peran sentral dalam membimbing generasi muda dalam menggunakan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab.
Membangun Komunitas yang Positif
Membangun komunitas online yang positif dan mendukung dapat menjadi alternatif yang sehat bagi media sosial mainstream.
Sebenarnya, media sosial adalah alat yang netral, dampaknya tergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Generasi muda perlu belajar untuk menyeimbangkan penggunaan media sosial dengan kehidupan nyata, membangun relasi yang sehat, dan mengembangkan nilai-nilai positif. Dengan demikian, media sosial dapat menjadi sarana untuk memperkaya hidup, bukan menghancurkannya.
Referensi
Muhamad, N. (2024). Mayoritas Anak Muda Indonesia Gunakan Internet Untuk Media Sosial. Retrieved from https://databoks.katadata.co.id/teknologi-telekomunikasi/statistik/69fcdded6f50870/mayoritas-anak-muda-indonesia-gunakan-internet-untuk-media-sosial
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.