Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heri Heryana

Simalakama PTM & PPKM

Lomba | Saturday, 12 Feb 2022, 22:33 WIB

Ibu Popon (54 th) tampak berusaha keras mengotak-ngatik keyboard laptopnya. Sesekali ia menyeka keringat di dahinya. Sedikit gelisah tanda ia kurang mengerti dengan aplikasi pembelajaran daring yang ia hadapi. Beberapa anak didiknya mulai tidak sabar menunggu presentasi materi dari gurunya. Bu Popon semakin gelisah. Materi power poin-nya tidak kunjung tayang meskipun ia sudah menekan tombol share screen.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti mengajaknya berlari mengimbangi teknologi yang kurang friendly di usianya yang sudah mendekati purnabakti. Ketika Pembelajaran Tatap Muka (PTM) sudah diperbolehkan Ibu Popon akhirnya bisa bersukacita mengajar lagi anak-anak di kelas. Apalagi ia sudah divaksin baik dosis pertama maupun dosis kedua. Baginya ini bukan hanya soal metode dan media belajar semata, Ia bisa berdamai dengan kegagapan teknologi tapi di luar itu ia sangat ingin bertemu anak-anak didiknya. Sangat rindu.

Lain cerita dengan Santi Purnama (38 th). Wanita karir dua anak ini bekerja sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit. Satu anaknya duduk di kelas 3 SD. Satu lagi masih balita dan dua-duanya dititipkan di tempat penitipan anak (daycare) karena sekolah masih PJJ. Lelah setelah merawat pasien covid 19 di rumah sakit, pulang ke rumah dihadapkan dengan PR dan tugas anak sekolah pembelajaran jarak jauh.

Sekolah PJJ anaknya hanya bisa didampingi dan diawasi pengasuh daycare karena sebagai tenaga kesehatan ia tidak bisa bekerja work from home (WFH) seperti yang lain. Sejak covid gelombang 2 berakhir dan tren kasus konfirmasi menurun akhirnya ia bisa bernafas lega karena Pembelajaran Tatap Muka (PTM) akhirnya dibuka 100 persen meskipun dengan protokol kesehatan ketat dan seluruh siswa diharuskan vaksinasi. Anaknya kini bisa belajar langsung didamping guru tanpa khawatir ketinggalan materi pelajaran.

Lalu ada Reza Widianto (8 th), pelajar kelas 2 sekolah dasar yang bersuka cita karena setelah PTM diperbolehkan akhirnya ia bisa bertemu dengan teman-teman sekolah dan gurunya yang selama satu tahun terakhir hanya ia bisa lihat di layar monitor laptop aplikasi zoom. Persyaratan ikut PTM bagi siswa yang mengharuskannya vaksinasi tidak membuatnya gentar meskipun ia sebetulnya takut jarum suntik. Kerinduannya akan sekolah lebih besar melebihi ketakutannya akan jarum. Maklum, masa-masa kelas 1 SD yang seharusnya menjadi pertemuannya dengan teman-teman baru akibat pandemi tidak bisa ia temui. Guru, teman, dan sekolahnya hanya ia bisa lihat dan sapa dari layar monitor saja.

Tiga kisah di atas bukanlah kisah sebenarnya. Akan tetapi, potret realitas itu nyata terjadi di sekitar kita. PTM maupun PJJ bukan hanya cerita tentang bagaimana pembelajaran sekolah berlangsung. Ada banyak cerita, suka duka, kelebihan dan kekurangan yang menyertainya. Ada yang bergembira, ada pula yang masih trauma covid gelombang tiga datang tiba-tiba.

Sumber: republika.co.id

Kini, di beberapa media dan pemberitaan kekhawatiran itu akhirnya terjadi. Kasus covid 19 tiba-tiba naik lagi. Varian baru yang disebut-sebut sebagai varian Omicron ini mulai memberikan warning tanda-tanda PTM harus dikaji ulang. Pemerintah bahkan sudah mengumumkan bahwa covid 19 di Indonesia telah memasuki gelombang ketiga dan beberapa daerah sudah diberlakukan kembali Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan level yang berbeda-beda tergantung tingkat kenaikkan kasusnya. Para guru dan orang tua pun mulai was-was. Ada yang pro, ada pula yang kontra soal PTM apakah harus diteruskan atau dihentikan sementara sampai menunggu kasus mereda. Masing-masing tentu memiliki alasan pribadi.

Menurut Kementerian Kesehatan penyebaran Omicron disinyalir sangat cepat menular meskipun gejala yang ditimbulkan lebih banyak gejala ringan dan penderitanya banyak yang cukup Isoman saja. Sehingga meskipun kenaikan kasus konfirmasi mulai meninggi grafiknya tingkat perawatan pasien covid di rumah sakit cenderung masih terkendali. Tidak seperti gelombang covid yang kedua yang didominasi varian Delta pertengahan tahun 2021, alhamdulillah tidak terjadi kepanikan stok oksigen menipis di rumah sakit dan apotek maupun bunyi sirine ambulance yang meraung-raung hampir setiap jam mondar mandir di jalan raya.

Di Jakarta misalnya, mengutip laman IG @kemenkes_ri di awal Februari 2022 ini kasus terkonfirmasi varian Omicron mencapai 15.825 kasus dengan jumlah pasien di rawat 9.364 orang. Jumlah kasusnya memang sedikit lebih tinggi dari varian Delta yang sempat mencapai 14.619 kasus, tapi dari segi jumlah pasien yang dirawat lebih rendah dibanding Delta yang mencapai 18.824 orang.

Kemudian di Bali jumlah kasus baru terkonfirmasi sebanyak 2.031 kasus. Jumlah ini sedikit lebih tinggi dari kasus varian Delta yang mencapai 1.910 kasus. Tetapi, pasien yang dirawat berjumlah 948 orang. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dari puncak Delta yang mencapai 2.263 orang.

Di Banten jumlah kasus baru terkonfirmasi sebanyak 4.885 kasus. Jumlah ini lebih tinggi dari kasus varian Delta yang mencapai 3.994 kasus. Pasien yang dirawat berjumlah 966 orang. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dari puncak Delta yang mencapai 4.268 orang.

Bagaimana Sikap Kita?

Pihak Sekolah :

a. Memastikan guru/staf sekolah mematuhi prokes di lingkungan sekolah dan di rumah.

b. Mengoptimalkan percepatan vaksinasi seluruh siswa, guru, dan staf sekolah.

c. Apabila masih melaksanakan PTM, pastikan prokes dijalankan. Membagi siswa dengan sistem shift supaya kapasitas kelas tidak penuh. Siswa selalu mengisi form screening, memakai masker, face shield, dan membawa hand sanitizer. Serta selalu mendesinfektan ruangan kelas setelah kegiatan belajar mengajar selesai. Dan juga menggunakan jemputan orang tua siswa dengan sistem drive true untuk menghindari kerumuman.

d. PTM bisa juga dikombinasikan dengan hybrid learning.

Pihak Orang Tua dan Siswa:

a. Taat dan disiplin prokes di rumah maupun saat mengantar/menjemput ke sekolah.

b. Partisipasi vaksin anak di sekolah.

c. Memastikan anak dalam kondisi sehat ke sekolah.

d. Memastikan APD anak lengkap setiap ke sekolah (masker, face shield, hand sanitizer).

e. Tidak membawa anak ke acara-acara yang bersifat massal/kerumunan.

f. Menahan diri dari kegiatan piknik dan makan di luar rumah.

Pihak Pemerintah :

a. Mengoptimalkan percepatan vaksinasi siswa dan guru/staf di seluruh sekolah, dan

b. Membangun kerja sama antara satgas covid 19 dan sekolah dalam mengawasi jalannya prokes di sekolah secara ketat.

Lalu Bagaimana Nasib PTM?

Ibarat dilema Covid 19 gelombang 1 dan 2 tahun 2021 kebijakan PPKM menjadi simalakama dengan kegiatan perekonomian masyarakat. Banyak pelaku ekonomi menjerit karena usahanya tutup. Pengusaha harus gulung tikar dan banyak karyawan harus kehilangan pekerjaan karena terpaksa diberhentikan. Pada saat itu sekolah-sekolah 100% menjalani PJJ secara daring dari mulai taman kanak-kanak sampai tingkat universitas. Setelah kasus aktif menurun drastis baru akhirnya sekolah-sekolah membuka PTM. Ada yang sudah full 100 persen PTM ada juga yang masih hybrid (50% PTM, 50% daring). Kegiatan ekonomi pun berangsur membaik dan pulih sejak status PPKM dicabut.

Di gelombang ketiga covid 19 varian Omicron, kini simalakama PPKM berbenturan dengan kepentingan pendidikan yaitu kegiatan PTM di sekolah. Tentunya harus ada kajian mendalam dari semua pemangku kepentingan. Karena sebagai warga negara setuju ataupun tidak setuju dengan kebijakan PTM apakah harus dihentikan atau tidak tetap harus memperhatikan kajian epidemiologi kasus di lapangan dari pemerintah.

Tapi, kalaupun harus menyampaikan jika melihat apa yang dialami dan dirasakan tokoh fiktif Ibu Popon, Santi Purnama, maupun Reza Widianto pilihan PTM tetap dilangsungkan adalah pilihan terbaik. Asalkan tetap dengan prokes yang ketat dan disiplin serta target vaksinasi siswa, guru, dan staf tercapai 100%. Alternatifnya bisa dengan kombinasi hybrid learning dimana PTM dan PJJ dilakukan secara bergantian.

Adaptasi kebiasan baru memang membawa banyak dampak pada semua aspek kehidupan di masa pandemi ini. Seperti halnya ekonomi yang harus tetap berjalan demi berlangsungnya kehidupan perekonomian masyarakat, pendidikan juga harus tetap berjalan demi menjaga harapan generasi bangsa di masa depan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image