Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Merdeka Belajar dan Literasi Digital

Eduaksi | 2022-02-06 16:58:33

Mendengar kata ‘merdeka’ yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita adalah sebuah kebebasan. Bebas dari apa yang selama ini telah mengungkungnya, tidak lagi bergantung kepada orang lain, dan mampu berdiri sendiri. Namun demikian dalam kata ‘merdeka’ tetap mengandung konsekuensi adanya aturan-aturan yang harus dijalankan agar sampai ke tujuannya. Sama halnya seperti kata ‘merdeka’ bagi bangsa kita yang berarti terbebas dari penjajahan kolonial. Namun demikian dalam mengisi kemerdekaan bangsa kita ini tetap harus ada undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur bangsa ini agar dapat mencapai tujuan yang dicita-cita setelah merdeka dan terbebas dari belenggu penjajah tersebut.

Merdeka yang penting bukan hanya terbebas dari penjajah saja, tetapi ada yang tidak kalah penting dari itu yaitu merdeka belajar. Akhir-akhir ini kita yang berada di dunia pendidikan sering sekali mendengar kata merdeka belajar. Apalagi setelah dicanangkan sebagai program kebijakan baru oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim. Menurut beliau, merdeka belajar itu berarti sekolah, guru-guru, dan muridnya mempunyai kebebasan dalam berinovasi dan bertindak dalam proses belajar mengajar.

Sebelum seorang guru menerapkan merdeka belajar kepada siswa-siswanya, terlebih dahulu dirinya sendiri harus sudah merdeka. Merdeka belajar bagi seorang guru berarti guru tersebut merdeka untuk berinovasi dan berkreasi dalam mengelola pembelajaran di kelasnya. Guru yang sudah merdeka belajar akan memiliki kebebasan untuk merancang proses pembelajaran di kelasnya dengan cara yang paling cocok untuk para siswanya.

Sebagai seorang guru, saya memiliki persepsi tersendiri dalam memahami merdeka belajar. Saya lebih suka mengibaratkan merdeka belajar seperti orang yang ingin pergi ke suatu tempat tujuan. Di mana orang itu bebas memilih cara untuk berangkatnya (boleh jalan kaki, naik sepeda, naik sepeda motor, atau naik mobil), bebas juga memilih jalur mana yang akan dilaluinya, tetapi tetap harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas sepanjang jalan dari tempat dia berangkat sampai ke tempat tujuannya. Jadi dalam merdeka belajar menurut persepsi saya, seorang siswa diberikan beberapa pilihan bagaimana cara dia belajar (boleh baca buku, boleh baca artikel di internet, boleh menyimak video pembelajaran, boleh berdiskusi dengan guru atau teman, dan lain-lain) selama dia tetap mematuhi semua peraturan dan menuju tujuan pelajaran yang telah ditetapkan.

Pengalaman saya sebagai guru mata pelajaran kimia dalam menerapkan merdeka belajar ini tidak terlepas dari pengibaratan seperti orang yang berjalan menuju tujuannya tadi. Contohnya untuk siswa kelas sepuluh, pada pokok bahasan memahami bentuk molekul, sebelum hari pelaksanaan pembelajarannya siswa sudah saya berikan beberapa pilihan sumber belajarnya. Boleh membaca buku yang tersedia di perpustakaan, boleh membaca buku yang mereka miliki, boleh membaca artikel di blog kimia, atau boleh menyimak video pembelajaran yang banyak terdapat di YouTube.

Pada saat hari pelaksanaan pembelajarannya, di bagian awal pertemuan saya selalu menyampaikan tujuan pembelajarannya yang harus dicapai untuk pokok bahasan hari itu, agar siswa paham kemana mereka akan bergerak. Selama proses pembelajaran ini siswa diperbolehkan untuk berdiskusi dengan saya atau dengan teman sekelasnya. Berikutnya pada saat presentasi, siswa dipersilakan memilih bentuk presentasi yang sesuai dengan kemampuannya (bisa dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi, bisa dengan bantuan spidol dan kertas karton, atau bisa juga dengan bantuan balon untuk menunjukkan bentuk molekulnya). Namun yang tetap harus diperhatikan sebagai rambu-rambunya adalah waktu pelaksanaannya agar sesuai alokasi yang sudah direncanakan.

Sedangkan pada bagian akhir pembelajaran, saya akan mengecek ketercapaian dari tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan di bagian awal tadi dengan memberinya soal. Dan untuk bentuk soal itu tetap diberi pilihan, boleh tertulis, boleh juga secara lisan.

Jadi selama proses belajar mengajar itu, siswa akan sibuk dengan sumber belajarnya masing-masing. Siswa yang senang membaca buku akan berkumpul dengan siswa yang senang membaca buku juga. Siswa yang senang membaca artikel di blog kimia berkumpul di satu tempat. Siswa yang senang dengan menyimak video juga begitu, hanya saja agar suaranya tidak mengganggu siswa yang lain yang sedang membaca, menyimak videonya harus menggunakan headset. Mereka dapat bertukar buku maupun berbagi link blog atau video yang akan ditonton. Sebagai batasannya adalah alokasi waktu mereka untuk membaca atau menyimak video.

Saat akan menyusun presentasi mereka akan berkumpul dalam kelompok sesuai dengan bentuk presentasi yang diinginkannya. Siswa yang memilih presentasi dengan laptop dan proyektor akan berada di satu kelompok, siswa yang memilih presentasi dengan bantuan kertas karton dan spidol akan berkumpul di satu kelompok, dan siswa yang memilih presentasi dengan bantuan balon juga akan berada di satu kelompok. Hanya saja tetap ada pembatasan jumlah siswa per kelompoknya, misalnya maksimal empat orang. Jadi selama pembelajaran siswa dapat berganti-ganti kelompok sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Tentu saja hal ini menjadi sesuatu yang baik, di mana siswa belajar memahami karakter yang berbeda dari teman-temannya sendiri. Penilaian presentasi ini digunakan untuk pengambilan nilai keterampilannya.

Untuk penilaian pengetahuan, pada bagian akhir pembelajaran, siswa yang memilih tes tertulis saya dikte kan dua atau tiga soal sesuai tujuan pembelajarannya, yang selanjutnya soal itu mereka kerjakan di buku latihan. Sedangkan untuk siswa yang memilih tes lisan (biasanya hanya satu atau dua orang saja) akan saya panggil ke meja guru di depan kelas untuk kemudian saya berikan pertanyaan secara lisan yang harus mereka jawab secara lisan dan atau tertulis.

Dengan cara yang mirip seperti contoh di atas, begitulah kurang lebih saya mengelola kelas sebelas maupun dua belas. Penyesuaian diperlukan mengikuti pokok bahasan apa yang sedang dibahas. Misalnya pada kelas dua belas, untuk pokok bahasan sifat koligatif, saya membebaskan siswa untuk memilih bentuk praktik yang menurut mereka mudah dikerjakan. Bentuk praktik yang akan mereka pilih bisa ditemukan di buku pelajaran, di blog kimia, maupun di video pembelajaran kimia yang mereka tonton. Praktik yang mereka lakukan ini digunakan untuk mengambil nilai keterampilannya.

Jika kita mau menelaah praktik baik seperti yang saya contohkan ini, ada beberapa hal yang sudah sesuai dengan konsep merdeka belajar seperti yang dikatakan Mas Menteri, yaitu agar peserta didik bahagia dalam menempuh pendidikan. Dengan kebebasan pilihan yang saya berikan ke siswa, tentu saja membuat siswa lebih senang menjalani pembelajaran sesuai dengan keinginannya, tanpa harus terpaksa karena tidak ada pilihan. Selain itu para siswa diberi kebebasan untuk mengakses ilmu. Jadi siswa tidak lagi menganggap saya sebagai gurunya adalah satu-satunya sumber belajar bagi mereka. Guru hanya sebagai fasilitator dan motivator saja agar pembelajaran dapat terselenggara dengan baik sesuai tuntutan kurikulum.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image