Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Aini

Pemetaan Pesantren Framing Negatif Berujung Perpecahan

Politik | Saturday, 05 Feb 2022, 11:29 WIB

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menyampaikan pernyataan yang menimbulkan kegaduhan dengan mengatakan bahwa masih ditemukan pondok pesntren yang terafiliasi dengan jaringan teroris dalam pemaparan di Komisi III DPR, Selasa 25 Januari 2022. Jelas pernyataan ini banyak menimbulkan kegeraman di kalangan pesantren, ulama, ormas Islam, MUI dan tokoh Islam lainnya. BNPT kembali mengeluarkan tuduhan sepihak, dan ini bukan yang pertama kali dilakukan untuk kembali menyudutkan umat Islam dengan isu murahan yang jelas mempertontonkan sikap islamophobia di tingkat lembaga negara. Ini juga bukan pernyataan yang mengherankan, jangankan melempar tuduhan sepihak, melakukan pembunuhan sepihak atas nama pemberantasan radikalisme, antisipasi tindakan terorisme juga sudah menjadi langganan kebijakan atas nama penggaulangan terorisme. Kita tidak boleh lupa bagaimana aparat dengan mudahnya menghilangkan 6 nyawa laskar FPI, main tangkap sana-sini, hingga membunuh tanpa bukti seperti yang terjadi pada kasus Siyono di Jawa Tengah yang dibunuh aparat Densus 88 pada tahun 2016 silam. Sudah menjadi ciri khas, melempar isu radikalisme dan terorisme untuk menyudutkan umat Islam, bahkan membungkam umat Islam. Apalagi alasannya jika bukan karena islamophobia, ketakutan dan kebencian terhadap Islam.

Kembali pada wacana pemetaan pesantren yang katanya sebagai upaya deteksi dini dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya terorisme dan radikalisme. Pemetaan ini jelas bukan solusi, bahkan hanya akan menimbulkan perpecahan dan pengkotak-kotakan pesantren. Seharusnya tidak perlu berlindung di balik topeng terorisme dan radikalisme, terus terang sajalah , pemetaan pesantren pendukung dan pengkritik rezim. Karena hasil akhirnya bisa ditebak, pesantren yang mendukung rezim pasti akan diberi label pesantren toleran, moderat anti terorisme, anti radikalisme dan selanjutkan akan dianakemaskan, minimal mendapat kucuran dana. Sebaliknya, pesantren yang terindikasi berafiliasi pada jaringan teroris, mengajarkan islam radikal akan terus disudutkan, diisolasi dari masyarakat, dikriminalkan dan akhirnya tidak ada peminat. Sudah bukan rahasia lagi, penguasa saat ini dengan kepanjangan tangan semua lembaga berusaha mengamankan kekuasaan. Isu yang dijual bisa jadi bermacam-macam, namun khusus terorisme dan radikalisme jelas sasarannya adalah umat Islam.

Sambil menyelam minum air, sambil mengamankan posisi kekuasaan sambil memecah persatuan umat Islam. Itulah yang dilakukan rezim saat ini. Sikap berat sebelah sering diperlihatkan jika berurusan dengan umat Islam. Hanya oknum di pesantren yang terlibat terorisme maka semua pesantren dipetakan dan dimatai-matai, namun giliran koruptor jamaah di satu partai politik bukan partainya yang diminta bubar, namun dikatakan oknum. Sikap islamophobia juga sudah mendarah daging di rezim sekular. Saat pemilu mereka mengemis suara pada umat Islam, namun saat berkuasa permusuhan dan ketakutan terhadap Islam membutakan mata, maka tak heran kebijakannya seringkali menyakiti umat Islam bahkan abai dengan syariat Islam.

Oleh karena itu, umat Islam harus menolak wacana pemetaan pesantren, umat islam tidak boleh terus merasa tersudut dengan isu terorisme dan radikalisme. Buka mata selebarnya, pasang telinga secermatnya, yakinlah bukan terorisme dan radikalisme yang menyebabkan kehidupan di negeri ini menjadi terpuruk. Harga minyak goring melangit, harga sembako meroket, objek pajak semakin banyak, utang semakin menumpuk, wabah korona tak segera mereda, kebijakan dzalim semakin sering itu semua bukan karena terorisme dan radikalisme. Tapi itu semua adalah kesalahan sistemik, kesalahan penguasa yang menjalankan kekuasaan berdasarkan sistem sekular. Penguasa yang beragama namun abai dengan syariat agama, abai dengan aturan Allah Sang Pencipta. Tidak sekadar abai, bahkan tak jarang membenci syariat dan melanggar syariat. Dengan demikian, jika umat ingin lepas dari rezim yang sering menyudutkan Islam, lepas dari permasalahan yang muncul karena kesalahan kebijakan penguasa, mau tak mau harus beralih pada sistem yang akan meujudkan rahmat untuk seluruh alam, yaitu sistem Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image