Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image sariroh putri

Aspek hukum perbankan syariah di Indonesia

Bisnis | Thursday, 27 Jan 2022, 18:01 WIB

PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DAN FATWA-FATWA DSN-MUI ATAS ASPEK HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA

Sariroh

Program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Al Azhar Indonesia

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk menjabarkan Kembali pengerertian, Teori&konsep, Sistem serta fatwa DSN-MUI terhadap perkembangan perbankan Syariah di Indonesia. Fungsi Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah melaksanakan tugas-tugas Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam mendorong dan memajukan ekonomi umat. Di samping itu, lembaga ini juga bertugas antara lain, untuk menggali, mengkaji dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (syari’ah) untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga-lembaga keuangan syariah, serta mengawasi pelaksanaan dan implementasinya. Ada banyak fatwa yang telah diterbitkan oleh DSN-MUI, Fatwa terbanyak dikeluarkan oleh DSN-MUI pada tahun 2000 dan 2002 yang merupakan respon cepat MUI untuk memberikan acuan instrument kepatuhan Syariah. Fatwa terbanyak dikeluarkan oleh DSN-MUI pada tahun 2000 dan 2002 yang merupakan respon cepat MUI untuk memberikan acuan instrument kepatuhan Syariah. Adapun tujuan lain artikel ini dibuat mengingat bahwa kegiatan operasional bank syariah, terutama di Indonesia telah banyak mendapat kritikan oleh para peneliti akedemisi karena terjadi beberapa penyimpangan kegiatan perbankan syariah yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan mengkaji data sekunder yang berupa teori–teori mengenai perbankan syariah.

Abstract

This article aims to redefine the meaning, theory, concept, and fatwa of DSN-MUI on the development of Islamic banking in Indonesia. The function of the National Sharia Council (DSN) is to carry out the duties of the Indonesian Ulema Council (MUI) in encouraging and advancing the people's economy. In addition, this institution is also tasked with, among other things, exploring, reviewing and formulating the values and principles of Islamic law (syari'ah) to be used as guidelines in transaction activities in Islamic financial institutions, as well as supervising their implementation and implementation. There are many fatwas that have been issued by the DSN-MUI, the most fatwas were issued by the DSN-MUI in 2000 and 2002 which were the quick response of the MUI to provide a reference for Sharia compliance instruments. Most of the fatwas issued by the DSN-MUI in 2000 and 2002 were the MUI's quick response to provide a reference for Sharia compliance instruments. As for the other purpose of this article, considering that the operational activities of Islamic banks, especially in Indonesia, have received a lot of criticism by academic researchers because there have been several deviations from Islamic banking activities that are not in accordance with the provisions of Islamic law. The method used in this research is the method of documentation and reviewing secondary data in the form of theories about Islamic banking.

Pendahuluan

Kegiatan ekonomi ini sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu banyak pro kontra ekonomi yang dihadapi manusia, maka ahli pikir mulai memikirkan bagaimana mengubah seni ekonomi menjadi ilmu ekonomi seperti yang ada sekarang ini. Ilmu ekonoomi ini akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Pada masa sekarang ini banyak bermunculan perbankan syariah dengan banyaknya perkembangan syariah. Ekonomi konvensional memang masih lebih diatas ekonomi syariah. Para ekonom mempridiksi tahun-tahun yang akan datang ekonomi syariah akan berkembang lebih pesat dari ekonomi konvensional.

Perbankan pada saat ini, khususnya Bank umum merupakan inti sistem keuangan setiap negara. Bank memiliki usaha pokok berupa menghimpun dana dari pihak yang berlebihan dana untuk kemudian menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat yang kekurangan dana dalam jangka waktu tertentu. Fungsi untuk mencari dan selanjutnya menghimpun dana dalam dalam bentuk simpanan sangat menentukan pertumbuhan suatu bank, sebab volume dana yang berhasil dihimpun atau disimpan tentunya akan menentukan pula volume dana yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut dalam bentuk penanaman dana yang menghasilkan.

Kehadiran dan fungsi perbankan di Indonesia baik untuk masyarakat, industri besar, menengah atau bawah mempunyai peranan dan pengaruh yang sangat signifikan. Hal ini terjadi karena kebutuhan akan bank baik untuk penguatan modal atau penyimpanan uang oleh masyarakat sudah menjadi hal yang biasa. Dalam mengantisipasi kebutuhan masyarakat serta memberikan rasa aman, nyaman dalam transaksi perbankan, kehadiran Bank Syariah merupakan salah satu solusi untuk menambah kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan perbankan khususnya di Indonesia.

Bank Syariah merupakan salah satu produk perbankan yang berlandaskan sistem perekonomian Islam, Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah Indonesia segera mengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalisme.

Bank Syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonomi dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuagnan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Umat Islam diharapkan dapat memahami perkembangan bank syariah dan mengembangkannya apabila dalam posisi sebagai pengelola bank syariah yang perlu secara cermat mengenali dan mengidentifikasi semua mitra kerja yang sudah ada maupun yang potensial untuk pengembangan bank syariah.

Pengertian Bank Syariah

Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang saat ini telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Sedangkan yang dimaksud dengan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah menurut Pasal 1 angka 13 Undang – undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang saat ini telah diubah dengan Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain :

pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil ( mudharabah )

pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal ( musharakah )

prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan ( murabahah )

pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan ( ijarah ) atau

dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain ( ijarah wa iqtina ).

Perkembangan sistem perbankan Syariah

Pada awalnya penerapan sistem perbankan syariah, pembentukan lembaga keuangan syariah, serta penciptaan produk – produk syariah dalam sistem keuangan dimaksudkan untuk menciptakan suatu kondisi bagi umat muslim agar melaksanakan semua aspek kehidupan termasuk aspek ekonominya dengan berlandaskan pada AlQur’an dan As-Sunnah. Saat ini sistem perekonomian Islam mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menjadi objek kajian dan penelitian kalangan barat. Sistem syariah dewasa ini telah terintegrasikan dan berinteraksi dengan sistem perekonomian dunia. Sistem perbankan syariah tidak lagi hanya dimonopoli dan diklaim sebagai sistem perbankan negara –negara Islam.

Dalam upaya pengembangan bank syariah dijumpai berbagai kendala antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :

Masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap jenis operasi dan produk – produk yang ditawarkan oleh bank – bank syariah.

Jumlah dan jaringan kantor bank syariah yang masih terbatas sehingga menyulitkan masyarakat mengakses pelayanan bank syariah.

Kurangnya sumber daya manusia yang memiliki pemahaman dan pengalaman teknik perbankan Syariah

Upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan kegiatan yang mendasar dan memiliki dampak yang luas, bukan saja bagi perekonomian nasional tetapi juga kegiatan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengembangkan perbankan syariah tersebut perlu diikutsertakan unsur – unsur yang dapat membantu perkembangan sistem perbankan syariah antara lain bankir syariah, para ahli ekonomi, hukum dan perbankan Islam, serta para ulama.

Terkait fungsi bank, Bank Syariah berfungsi sama halnya dengan fungsi bank pada umumnya yaitu sebagai intermediary agent yang merupakan kegiatan operasional utama yang harus dilakukan lembaga keuangan seperti bank, maka bank syariah sedemikian rupa membuat beberapa strategi pada beberapa kegiatan bisnisnya untuk meningkatkan skala minat masyarakat pada produknya, baik produk penghimpunan dana, penyaluran dana, maupun jasa, sebagai upaya menjaga kondisi bank agar tetap baik.

Strategi pemasaran yang tepat dalam kegiatan bisnis perbankan syariah sangat dibutuhkan dalam upayanya menarik minat, agar nasabah loyal dan menonjolkan produk serta jasa yang dimiliki oleh bank, sehingga nasabah ataupun masyarakat mengetahui keunggulan dan fungsi produk dan berujung pengambilan keputusan untuk menggunakan jasa produk Bank Syariah.

Pada produk penghimpunan dana di Bank Syariah strategi ini sudah sering diterapkan, hal ini disebabkan karena promosi dalam bentuk pemberian bonus dan hadiah memberikan pengaruh cukup besar dalam meningkatkan jumlah simpanan dari dana pihak ketiga. Walau demikian, bagi nasabah penyimpan dana di Bank Syariah tidaklah sekedar mendapatkan keuntungan materil (duniawi) semata melainkan keuntungan inmateril (ukhrowi) juga, dan ini juga menjadi faktor bagi nasabah mengapa mereka menyimpan dana mereka di Bank Syariah. Namun dalam perkembangannya, perbankan syariah tidak hanya memiliki peluang, melainkan juga berbagai permasalahan.

DEWAN SYARIAH NASIONAL

Pembentukan dan Kewenangan. Dewan Syariah Nasional ( DSN ) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) yang bertugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, reksa dana. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan pakar dalam bidang – bidang yang terkait dengan perekonomian yang syariah muamalah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. DSN adalah Dewan yang dibentuk oleh MUI yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah.

DSN merupakan satu – satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis – jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah ; serta mengawasi fatwa yang dimaksud oleh lembaga – lembaga keuangan syariah di Indonesia. Disamping itu, DSN juga mempunyai kewenangan untuk :

Memberikan atau mencabut rekomendasi nama – nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah ( DPS ) pada suatu lembaga keuangan syariah, termasuk bank, asuransi, dan reksa dana

Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing – masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum fihak terkait.

Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh intansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM

Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN

Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

prinsip Syariah Berkaitan dengan kegiatan penghimpunan dana, dalam prinsip syariah dibedakan antara simpanan yang tidak memberikan imbalan dari simpanan yang mendapatkan imbalan. Dana simpanan atau tabungan yang tidak memberikan imbalan bagi nasabah dimaksudkan semata – mata hanya sebagai cara untuk menyimpan atau menitipkan uang. Sementara simpanan untuk tujuan investasi akan mendapatkan imbalan dari bank. Bentuk simpanan manapun yang dipilih sangat dipengaruhi oleh niat atau motif dari nasabah. Prinsip operasional syariah yang telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Al-Wadi’ah dan Al-Mudharabah. Dengan demikian penghimpunan dana pada bank syariah disesuaikan dengan prinsip yang melandasinya.

Pengujian Fatwa-fatwa DSN Tentang Perbankan Syariah

Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwafatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan beserta produk dan jasa keuangan syariah. Sejak awal didirikan pada tahun 1999 hingga tahun 2001, secara umum fatwa-fatwa tersebut dikelompokkan menjadi tiga bagian, pertama, kelompok fatwa untuk kegiatan transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah, baik dalam penghimpunan dana, penyaluran dana (pembiayaan) maupun jasa-jasa perbankan. Kedua, kelompok fatwa untuk kegiatan akuntansi pada perbankan syariah. Ketiga, kelompok fatwa untuk investasi syariah.9 Dalam hal ini penulis hanya akan mengkaji fatwa DSN dalam hal kegiatan transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah.

Bentuk – bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat disebutkan sebagai berikut :

Giro berdasarkan prinsip Al-Wadi’ah

Tabungan berdasarkan prinsip Al-Wadi’ah dan atau Al-Mudharabah, atau

Deposito Berjangka berdasarkan prinsip Al-Mudharabah.

FATWA TENTANG GIRO

PENGHIMPUNAN DANA

Dalam fatwanya DSN memutuskan dua jenis giro dengan status hukumnya masing-masing. Pertama, giro yang ber dasar kan perhitungan bunga yang secara syariah tidak dibenarkan. Kedua, yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip mudhârabah, dan wadîah,10 atau fatwa mengharamkan 9 Ma’ruf Amin, “Kata Pengantar”, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama IndonesiaBank Indonesia, 2001), h. v. 10 Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan giro konvensional yang didasarkan atas bunga dan memberikan alternatif kepada bank syariah untuk memberikan layanan giro kepada nasabahnya baik mendasarkan pada akad wadiah ataupun mudharabah.

Prinsip Wa’diah

Produk pendanaan pada Bank Syariah pada prinsipnya tidak berbeda dengan produk pendanaan bank konvensional. Namun yang membedakan adalah penggunaan prinsip syariah yang menyertai masing – masing produk pendanaan, misalnya bahwa Giro dan Tabungan pada dasarnya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip AlWadi’ah. Giro Al-Wadi’ah dan Tabungan Al-Wadi’ah adalah simpanan atau titipan yang kedua – duanya dapat ditarik sewaktu – waktu. Prinsip titipan atau simpanan dalam fiqih dikenal dengan prinsip Al-Wadi’ah. Al-Wadi’ah berarti titipan murni dari nasabah kepada bank atau pihak lain yang harus dijaga dan dikembalikan kepada penitip ( penabung ) kapan saja ia inginkan.

Prinsip Al-Wadi’ah yang berlaku baik untuk simpanan dalam bentuk giro maupun tabungan dapat dijelaskan sebagai berikut :

Berdasarkan karakteristik Giro dan Tabungan menggunakan prinsip syariah Al Wadi’ah yad dhamamah. Artinya, bank dapat memanfaatkan dan menyalurkan kedua jenis sumber dana tersebut menjadi simpanan dapat ditarik setiap saat oleh pemilik dana ( penabung )

Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak memperoleh imbalan atau menanggung kerugian.

Manfaat yang diperoleh pemilik dana ( penabung ) adalah jaminann keamanan terhadap dana titipannya serta fasilitas – fasilitas pelayanan giro dan tabungan lainnya. Misalnya buku cek, biliyet giro atau buku tabungan, serta kartu ATM.

Pada dasarnya bank dapat memberikan bonus kepada pemilik dana namun tidak ada perjanjian di muka.

Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan biaya administrasi. Untuk menghindari riba, maka biaya administrasi harus dinyatakan dengan nominal, bukan persentase.

Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentang dengan prinsip Syariah.

Prinsip Al-Mudharabah

Al-Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. M. Syafi’i Antonio (2001) mendefinisikan Al-Mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila terjadi kerugian, hal tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola,maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Produk pendanaan yang dapat menggunakan prinsip Al-Mudharabah adalah tabungan dan deposito berjangka. Selanjutnya, berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana (penabung), prinsip Al-Mudharabah dapat dibedakan dalam dua jenis sebagai berikut:

-Mudharabah Mutlaqah

Adalah kerja sama antara pemilik dana (shahibbul maal) dan mudharib (bank) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan wilayah bisnis. Artinya, pemilik dana memberikan bank kekuasaan yang sangat besar dalam penggunaan dana simpanannya kepada mudharib.

-Mudharabah Muqayyadah

Merupakan simpanan dana khusus (restrict investment) dimana pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank. Mudharabah AlMuqayyaqah merupakan kebalikan dari Mudharabah Mutlaqah dimana mudharib (bank) dibatasi jenis usaha, waktu, dan tempat usaha.

PENYALURAN DANA

Kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan Bank Syariah harus tetap berpedoman pada prinsip-prinsip kehati-hatian yang diatur oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyaluran dana perbankan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam 4 kelompok :

a. Prinsip Jual Beli ( Ba’I )

Dalam penerapan prinsip syariah terdapat 3 jenis prinsip jual beli (ba’i) yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu :

Ba’i Al-Murabahah

Pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau tangguhan. Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan.

Ba’i As-Salam

Adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery) dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara tunai. Ba’i as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri lainnya. Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Apabila barang atau hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka penjual atau produsen harus bertanggung jawab dengan cara mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai pesanan.

Ba’i Al-Istishna’

Pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicilan, atau tangguhan. Untuk melaksanakan skim ba’i al-istishna’ kontrak dilakukan di tempat pembuatan barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang dapat saja membuat barang yang dipesan atau dibeli sesuai spesifikasi pesanan yang disebutkan dalam kontrak, kemudian menjualnya kembali kepada pembeli. Prinsip ba’i istishna’ ini menyerupai bai as-sala, namun dalam istishna’ pembayarannya dapat dilakukan di muka, cicilan, atau ditangguhkan. Sementara dalam skim ba’i as-salam dilakukan secara tunai.

b. Prinsip Bagi Hasil

Bagi hasil atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari 4 jenis akad, yaitu :

Al-Musyarakah

Antonio Syafi’i (2003) mendefinisikan al-musyarakah yaitu akad kerja sama anata dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masingmasing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Bank Indonesia mendefinisikan al-musyarakah sebagai suatu perjanjian diantara para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Musyarakah dalam bahasa perbankan biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayay proyek tersebut. Modal yang disetor bisa berupa uang, barang perdagangan (trading asset), property, equipment, atau intangible asset (seperti hak paten dan goodwill)., dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uag. Semua modal digabung dalam proyek musyarakah dan dikelola bersamasama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.

Fatwa Tentang murâbahah

Fatwa mendefinisikan murâbahah sebagai “menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba”.

Namun demikian sebagai lembaga keuangan, berdasarkan peraturan yang ada, bank tidak dimungkinkan berfungsi pula sebagai retailer dengan memiliki persediaan barang untuk dijual. Maka dalam praktiknya yang diterapkan bukanlah murabahah murni tetapi murabahah kepada pemesan pembelian. Imam Syafi‘i menamai transaksi sejenis ini dengan istilah murâbahah al-amir bi alsyira‘ (murabahah to the purcase orderer).22 Dalam murabahah jenis ini dua pihak atau lebih saling bernegosiasi dan berjanji untuk melaksanakan kesepakatan di mana pemesan meminta pembeli membeli asset yang selanjutnya akan dibeli oleh pemesan dengan harga pokok ditambah keuntungan.23 Pada dasarnya murabahah yang lazim digunakan dalam praktik perbankan adalah murabahah yang dilakukan secara cicilan (al-bai‘ bi al-tsaman al-ajîl).24 Penjualan secara cicilan bukanlah kondisi murabahah. Akan tetapi sebagaimana dijelaskan di atas, pembiayaan secara cicilan merupakan motif utama orang bertransaksi dengan bank. Maka didasarkan atas kebiasaan yang berlaku inilah, fatwa menetapkan kebolehan murabahah yang dilakukan secara cicilan. Dalam menetapkan hukum ini Dewan menggunakan metode istishlahi dengan bersandar pada kebiasaan dunia perbankan yang melakukan transaksi secara cicilan. Oleh karena kebiasaan ini tidak bertentangan dengan nas maka ia dianggap sebagai ‘urf shahihah yang dapat diadopsi.

Jenis-jenis Al-Mudharabah:

Al-Mudharabah Muthlaqah

Merupakan bentuk mudharabah antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (bank), dimana shahibul maal memberikan hak atau kekuasaan yag sangat besar kepada mudharib untuk melakukan bisnis.

Al Mudharabah Muqayyadah

Jenis al-mudharabah muqayyadah ini sangat berbeda dengan al-mudharabah muthlaqah. Sifat kontrak kerjasama antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (bank) memberikan pembatasan kepada mudharib dalam melaksanakan bisnisnya misalnya pembatasan mengenai segmen usaha atau lokasi usaha yang boleh dilaksanakan dan lain sebagainya, yang diatur dalam mudharib dalam menjalankan usahanya, maka mudharib harus mengikuti ketentuan tersebut.

MEKANISME PENERAPAN FATWA DSN-MUI

Inti dari fatwa DSN-MUI Ialah memberikan rambu-rambu terhadap Lembaga keuangan Syariah agar tidak melenceng dari prinsip Syariah. Sehingga bisnis perbankan Syariah sejalan dengan amanat Undang-Undang No.21 Tahun 2008 Tentang perbankan Syariah. Karena akan Nampak sia-sia bila fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI tidak mampu diimplementasikan oleh bank Syariah.

Secara umum untuk mengimplementasikan fatwa DSN-MUI dapat dilakukan melalui du acara yaitu pembuatan SOP dan pengawasan DPS. Bank Syariah harus mampu membuat SOP yang berkaitan dengan akad-akad muranahah, dan emudian setiap akad murabahah yang telah dikelluarkan oleh bank Syariah harus mampu diawasi oleh DPS. Sehingga adanya pembuatan SOP dan pengawasan DPS akan membuat akad murabahah sesuai prinsip Syariah

Pembuatan SOP

SOP adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja berdasarkan indicator indicator teknis, administrative, dan procedural yang sesuai dengan tata kerja dan prosedur kerja.

Oleh karena itu, bank Syariah wajib membuat SOP tentang akad murabahah, agar setiap produk sesuai denga nisi fatwa DSN-MUI yang berkenan dengan fatwa murabahah. Pembuatan SOP dalam rangka penerapan fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan akad murabahah.

Pengawasan DPS

Tujuan pengawasan untuk memastikan bank dikelola secara sehat dan berhati hati sesuai dengan prinsip management risiko dan tata Kelola yang baik serta mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk memenuhi prinsip Syariah. Artinya, pengawasan yang dilakukan di bank Syariah lebih komprehensif bila dibandingkan dengan bank konvensioanal. Karena didalam pengawasan bank Syariah mencakup pengawasan terhadap kesesuaian dengan prinsip Syariah.

Pengawasan Syariah dilakukan melalui pemeriksaan atas kesesuaian atau kepatuhan satu Lembaga keuangan dalam seluruh aktifitasnya dengan Syariah islam. Pemeriksaan termasuk kontrak, perjanjian, kebijakan, produk, transaksi, memorandum dan akte perjanjian asosiasi, laporan surat intern dan lain lain. DSN harus melengkapi dan membuka akses kepada seluruh catatan, transaksi dari semua sumber sumber termasuk nasehat professional dan karyawan Lembaga keuanga islam (Syariah).

PENUTUP

Demikianlah mekanisme terkait perbankan Syariah dan pemaparan DSN-MUI yang mengatur jalannya perkembangan perbankan Syariah di Indonesia. Bank Syariah pada dasarnya memiliki potensi dan peluang yang luar biasa besar. Pertumbuhan dari segi aset pun sudah membuktikan bahwa Bank Syariah merupakan model bank yang sangat ideal untuk mendorong kemajuan perekonomian Negara. Namun dari segi kualitas pelayanan Bank Syariah harus mengejar ketinggalannya dari Bank Konvensional yang telah lebih awal berdiri. Selain itu, untuk menghasilkan persaingan yang produktif antara Bank Syariah dan Bank Konvensional diperlukan peraturan perbankan khusus untuk Perbankan Syariah sehingga mampu menjalankan tugasnya tanpa harus mengekor kepada sistem konvensional. Dari pemaparan tersebut tadi menunjukkan bahwa teori bank syariah berbentuk seperti bangunan dimana fondasi dari bank syariah adalah akidah berdasarkan Al-Quran dan Hadits serta menjalankan sifat Rasulullah Shallallahu ‟Alaihi Wasallam terdiri dari sidiq, fathanah, amanah dan tabliqh. Setelah fondasi sudah ada maka dapat menjalankan aturan bank syariah berdasarkan pada syariat yang terdri dari: larangan segala praktek riba, larangan pembiayaan usaha maysir dan gharar, Pembiayaan pada real asset, berbagi keuntungan dan risiko rugi (profit and loss). Apabila syariat sudah dijalankan pada perbankan syariah maka akan terwujud bank syariah yang murni syariah sehingga mendapat ridho Allah Ta‟ala.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image