Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kunci Sukses

BULOG TERJERAT UTANG, MENGAPA?

Agama | Monday, 24 Jan 2022, 15:27 WIB
Oleh Indah Kartika Sari (Freelance Writer)

Dalam tata kelola pangan, Bulog menempati posisi yang penting dalam mencukupi kebutuhan pangan rakyat. Namun apa jadinya bila Bulog terlibat skandal hutang yang kian membengkak. Tentu saja ini akan berpengaruh dalam pelayanan pangan terhadap masyarakat. Apalagi Bulog berencana akan menambah lagi hutang berbasis riba ini. Sungguh memprihatinkan.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso membeberkan bahwa total utang pokok yang dimiliki Bulog saat ini mencapai Rp 13 triliun. Utang tersebut digunakan untuk belanja penyediaan Cadangan beras Pemerintah (CBP) sebesar 1 juta ton.

Utang dan bunga tersebut makin menggunung karena pemerintah belum membayar utang ke Bulog sebesar Rp 4,5 triliun. Utang tersebut berkaitan dengan penyediaan bantuan beras PPKM dan bansos rastra. Pembayarannya dari pemerintah masih terkendala karena ada Peraturan Kementerian Sosial (Permensos) yang berubah sehingga pihak Kemenkeu belum bisa membayarkannya.

Padahal, utang yang membengkak akan mengurangi kemampuan Bulog untuk merealisasikan belanja CBP. Pada gilirannya akan makin memperburuk kondisi kelaparan yang angkanya makin tinggi. Oleh karena itu, keterlambatan pencairan dana penugasan dari pemerintah sangat disayangkan.

Peneliti INDEF Sugiyono Madelan menjelaskan alasan pemerintah belum membayarkannya hingga kini. Menurutnya, ada dugaan kuat erat kaitannya dengan masalah likuiditas keuangan pemerintah, yakni ketika penetapan defisit anggaran makin besar pada periode pandemi. Ia menyarankan agar Menkeu memperbaiki masalah APBN yang sudah makin kronis, termasuk kebijakan utang pemerintah dan BUMN, juga penjualan Surat Utang Negara (SUN).

Masalah utang bukan satu-satunya masalah yang menimpa Bulog. Sebelumnya ada masalah penumpukan beras di gudang yang mengakibatkan kualitas beras menurun. Bahkan, beras tidak layak konsumsi masih ada di gudang. Lantas bagaimana nasib rakyat ketika disuguhi beras basi ?

Hal tersebut terjadi karena ada kebijakan impor pemerintah yang terjadi saat musim panen raya. Akhirnya beras petani lokal menumpuk dan tidak terserap dengan baik.

Kekisruhan ini terjadi karena buruknya manajemen dan komunikasi antara Kementerian Pertanian dan Perdagangan yang tidak singkron juga akibat akibat mafia impor yang memperlemah posisi pemerintah sebagai penanggung jawab urusan rakyat.

Jelas ini merupakan kebobrokan sistem demokrasi yang menjadi penyebab kebijakan pemerintah khususnya pangan menjadi di bawah kendali pengusaha.

Pengaruh korporasi terhadap Bulog sedemikian besar sampai-sampai Bulog menggandeng swasta untuk mengelola bisnis komersil yang semakin menjauhkan Bulog dari fungsi pelayanannya kepada masyarakat.

Bulog merupakan satu di antara sekian banyak BUMN yang terjerat hutang ribawi. Persoalannya bukan hanya karena buruknya manajemen melainkan karena Bulog di bawah kendali buruknya pengelolaan sistem kapitalisme yang cacat sejak kelahirannya.

Sistem kapitalisme memandulkan fungsi negara sebagai satu-satunya pengurus rakyat. Posisinya tak lebih sebagai regulator yang menfasilitasi pertemuan antara korporasi dan rakyat. Negara yang sejak awal sudah melakukan transaksi bisnis dengan korporasi jelas akan berorientasi untung rugi. Kepentingan korporasi akan lebih dibela daripada kepentingan rakyat. Oleh karenanya, jangan pernah berharap sejahtera dan bahagia dalam sistem ini karena rakyat selalu menjadi pihak yang terzalimi.

Berbeda jika negara ini mengambil Islam sebagai dasar dari tata kelola pangannya. Negara bukan sekadar fasilitator, tetapi sebagai pelindung dan pengurus umat. Negaralah yang menjamin ketersediaan pangan, bukan swasta. Bulog dalam aturan syariat tentu tidak fokus pada bisnis, tetapi pada upayanya agar tidak satu pun rakyat kelaparan.

Tata kelola pangan yang mensejahterakan akan didukung oleh fungsi Baitulmal (APBN syariah dalam negara Islam Khilafah) yang kuat dan mampu menyediakan beras yang berkualitas dan baik bagi seluruh warga. Bulog tidak perlu berutang—apalagi dengan riba—untuk memenuhi stok pangan nasional.

Mekanisme antar departemen tidak akan berujung kisruh karena memakai sistem memusat (sentralisasi) sehingga semua kebijakan antar departemen ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Negara Khilafah juga memposisikan dirinya sebagai negara mandiri yang tidak tunduk kepada UU internasional sehingga kebijakan negara tidak dikooptasi oleh negara lain.

Demikian metode Islam dalam menyelesaikan permasalahan Bulog dengan utangnya yang menggunung. Semuanya bermuara pada penyelesaian sistemik melalui sistem politik dan ekonomi berasaskan Islam yang berada dalam naungan sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah Islamiah.

Sumber bacaan :

https://kumparan.com/kumparanbisnis/bulog-terlilit-utang-rp-13-triliun-bunga-utang-kian-bengkak-1xCbmRUBdyW

https://muslimahnews.net/2022/01/08/495/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image