Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tita Rahayu Sulaeman

Remaja Tangguh: Sehat Mental dengan Ilmu dan Iman

Agama | 2024-10-10 13:24:55
sumber gambar : dokumentasi pribadi

Penulis : Fina Fatimah

Pada Ahad, 6 Oktober 2024 kurang lebih 50 remaja putri dari wilayah Bandung Timur mengikuti kajian Talkshow Islam yang bertajuk “Dikit-Dikit Kena Mental? Jangan Ya Dek Ya.. Bersama Islam, Kita Tangguh!” Acara yang dimulai pukul 08.30 WIB itu disambut dengan antusias oleh para peserta yang mayoritas terdiri dari pelajar SMP dan SMA.

Acara dimulai dengan sambutan dari moderator yang menjelaskan tujuan dan pentingnya tema yang diangkat. Kemudian pembicara pertama yang merupakan seorang dokter memulai presentasinya dengan menjelaskan apa yang dimaksud dengan kesehatan mental. Ia menjelaskan bahwa orang yang mentalnya sehat adalah mereka yang kondisi psikologis, sosial, dan emosionalnya baik. Selain itu, seseorang yang sehat mental menyadari kemampuan dirinya, mampu menangani stresor, bisa bekerja secara produktif, dan berkontribusi positif untuk masyarakat sekitar.

 

Pembicara pertama lalu memberikan fakta kondisi kesehatan mental remaja Indonesia yang cukup memprihatinkan. Dimana 15,5 juta remaja Indonesia memiliki satu masalah kesehatan mental dalam satu tahun terakhir. Kebanyakan diantaranya mengalami gangguan kecemasan, ADHD, depresi, masalah perilaku, dan PTSD. Masalah kesehatan mental ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain dipengaruhi faktor di dalam diri, kesehatan mental juga dapat dipengaruhi faktor dari luar, seperti faktor pengasuhan dan faktor lingkungan.

Beliau memberikan tips agar terhindar dari kondisi sakit mental, di antaranya; menjaga kesehatan fisik dengan berolahraga dan makan makanan sehat; istirahat yang cukup; dan memiliki management stress yang baik dengan selalu berpikir positif. Jika dirasa kondisi mentalnya sulit untuk diatasi sendiri maka tidak masalah untuk mencari bantuan profesional. Adapun penanganan secara medis bisa dengan obat-obatan antidepresan, psikoterapi, dan bergabung dengan kelompok yang sama-sama memiliki masalah mental untuk saling memberi dukungan. Poin penting terakhir, bagi siapapun yang merasa memiliki gejala masalah kesehatan mental, jangan sampai untuk mendiagnosis diri sendiri.

Sesi kedua diisi oleh narasumber seorang konselor remaja yang membahas tema serupa diambil dari perspektif Islam. Beliau mengajak peserta untuk menyampaikan fakta-fakta mengenai masalah kesehatan mental di sekitar kita. Salah satu peserta yang merupakan seorang guru pendamping kemudian menyampaikan fakta miris dari beberapa muridnya yang kerap melakukan self harm (menyakiti diri sendiri) ketika ada masalah yang menimpa. Masih banyak fakta lain yang menimpa remaja saat ini, karena isu kesehatan mental ini bagaikan gunung es yang hanya nampak di permukaan saja.

Narasumber kedua mengidentifikasi beberapa faktor non-medis yang mempengaruhi kesehatan mental, yaitu keluarga, lingkungan, dan negara. Ia menjelaskan bahwa pola asuh yang kurang tepat dapat menyulitkan anak dalam menyelesaikan masalah, sementara lingkungan serba bebas mendorong perilaku remaja berdasarkan keinginan semata. Beliau juga memberikan contoh, seperti seorang istri yang terpaksa sibuk bekerja alih-alih fokus mendidik anak, serta meningkatnya pergaulan bebas di kalangan remaja. Selain itu, media memudahkan akses remaja terhadap konten negatif, yang berkontribusi pada kasus kekerasan seksual dan pembunuhan yang melibatkan remaja.

Fakta-fakta miris di atas muncul akibat pemahaman yang memisahkan agama dari kehidupan, yaitu sekulerisme. Paham sekulerisme ini menjauhkan manusia dari fitrahnya untuk beribadah kepada Allah SWT, sehingga dapat memicu penyakit mental dan tindak kriminal.

Narasumber kedua menyampaikan solusi dari perspektif Islam untuk masalah kesehatan mental. Beberapa di antaranya adalah memperbanyak dzikir (Q.S. Ar-Rad: 28), membaca Al-Qur’an sebagai penyembuh jiwa (Q.S. Fushilat: 44), dan pentingnya ketaatan individu, masyarakat, dan negara dengan menerapkan aturan Allah SWT yang sesuai dengan fitrah manusia. Untuk remaja, menjaga kesehatan mental di era sekarang dapat dilakukan dengan menjaga akal dan hati melalui Islam, terus mengkaji ajaran Islam, mencari lingkungan yang baik, serta peka dan peduli terhadap kondisi sekitar dengan menumbuhkan budaya saling mengingatkan.

Setelah kedua narasumber menyampaikan materi, moderator membuka sesi tanya jawab yang menunjukkan antusiasme peserta. Salah satu remaja bertanya, “Apa yang menyebabkan terjadinya bullying?” Narasumber menjelaskan bahwa perilaku bullying dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pendidikan, pengasuhan yang kurang mendapat validasi, serta lingkungan dan pergaulan. Umumnya, pelaku bullying kurang dibentuk untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Pertanyaan berikutnya adalah, “Bagaimana jika kita sudah berusaha menjalankan aturan Islam, tetapi lingkungan tidak mendukung?” Narasumber kedua menjawab bahwa kita perlu berperan aktif dalam mengubah lingkungan yang tidak mendukung, melalui amar ma’ruf nahi munkar, agar tidak hanya menjadi baik sendiri tetapi juga menjaga lingkungan dari kemaksiatan. Negara juga harus berperan dalam menciptakan lingkungan yang aman.

Seorang peserta bertanya, “Mengapa anak di bawah umur bisa terlibat dalam kejahatan?” Narasumber pertama menyatakan bahwa hal ini berkaitan dengan faktor lingkungan, baik online maupun offline, serta kurangnya pengawasan orang tua. Narasumber kedua menambahkan bahwa pemahaman syariat Islam harus diberikan sejak pra-baligh, agar anak-anak dapat memahami aturan ini secara utuh saat usia baligh.

Talkshow ditutup dengan closing statement dari para narasumber. Narasumber pertama memberikan pesan untuk para peserta terutama para remaja untuk mulai mengenali dirinya sendiri, mengetahui penyebab stres yang mereka alami, dan bagaimana solusi terbaik untuk menghadapi kondisi tersebut.

Kemudian narasumber kedua mengajak para peserta untuk menjaga kesehatan mental dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Agar menjadi pribadi yang tangguh dan tidak sedikit-sedikit kena mental, kita harus memiliki pemahaman yang benar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image