Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Siti Conieta Farren Universitas Airlangga Bah

Kebudayaan Balas Budi Orang Jepang Gimana Sih? Yuk Kepoin

Gaya Hidup | 2024-10-05 09:18:24

Giri menurut Befu dalam Suyana (1996:24-25) adalah kata giri (義理) terdiri dari dua karakter kanji yaitu gi(儀)yang memiliki arti keadilan; kebenaran; kewajiban; moralitas; kemanusiaan; kesetiaan; perasaan hormat, dan ri(理)yang memiliki arti alasan; logika; prinsip. Dalam penggunaannya, giri merujuk kepada suatu tanggung jawab; kehormatan; keadilan; hutang budi; kewajiban sosial., yang dapat diterjemahkan sebagai 'utang sosial,'. Giri tidak hanya berlaku dalam lingkup hubungan pribadi, tetapi juga mencakup hubungan dengan orang yang tidak memiliki ikatan darah, atau bahkan orang yang baru dikenal. Jika seseorang yang menerima kebaikan dari orang lain, diharapkan untuk bisa membalas kebaikan tersebut dengan hal yang setara, baik dari segi jumlah maupun kualitas, dan dalam waktu yang dianggap pantas, berarti tidak menunda-nunda. Menurut Ruth Benedict (1982), giri adalah sebuah kewajiban sosial yang bersifat timbal balik dan harus dipenuhi dengan nilai yang sama seperti kebaikan yang diterima.

Konsep giri ini sudah ada sejak zaman kuno yang pada dasarnya, giri dapat dipahami sebagai "kebiasaan membalas kebaikan dengan kebaikan yang setara." Meskipun pada zaman prasejarah istilah ini belum dikenal, tetapi prinsip dasarnya sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat agraris pada zaman Yayoi. Kehidupan masyarakat Jepang kuno pada saat itu sangat bergantung pada padi sebagai tanaman pokok. Seperti yang telah diketahui, proses menanam serta memanen padi memerlukan kerja sama intensif dalam jangka waktu yang tidak singkat. Oleh karena itu, aktivitas ini mendorong terbentuknya kelompok kecil yang penduduknya saling membantu untuk mencapai hasil yang optimal.

Dari contoh di atas sudah mencerminkan sikap giri. Ketika seseorang menerima bantuan di sawah, baik itu dalam bentuk tenaga saat menanam atau memanen padi, muncul keinginan untuk membalas kebaikan tersebut. Di sisi lain, orang yang memberikan bantuan biasanya juga mengharapkan balasan atas jasanya.

Konsep giri berlanjut pada zaman Meiji. Pada saat itu, masyarakat Jepang gencar memberikan hadiah untuk merayakan Chuugen dan Bon di bulan Juli sebagai tanda bahwa memberikan hadiah termasuk menandakan rasa terima kasih atas kebaikan yang pernah dilakukan. Untuk saat ini, konsep ini masih tetap berjalan dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat Jepang. Contohnya pada saat musim panas dan akhir tahun, masyarakat Jepang memberikan teman, keluarga, bos dan orang terkasih sebuah ochuugen (barang musiman, seperti permen, buah, atau minuman. Jelly dan bir biasanya menjadi pilihan) dan seibo (biasanya berupa makanan, seperti ham, sosis, bacon, atau satu set nabe (hot pot) yang cocok untuk musim dingin).

Selain itu, masyarakat Jepang juga turut memberikan hadiah pada hari Valentine. Ada dua jenis coklat yang diberikan, yaitu girichoco (wanita memberikan coklat kepada lelaki yang tidak mereka sukai sebagai tanda untuk tetap menjaga keharmonisan hubungan) dan honmei choco (wanita memberikan coklat kepada lelaki yang mereka sukai). Untuk membalas hadiah tersebut, para lelaki biasanya dapat kesempatan untuk melakukan okaeshi di hari putih atau white day. Mereka bisa mengembalikan coklat tersebut dan juga bisa memberikan coklat kepada wanita yang mereka sukai.

Nengajo (年賀状) dan shochu mimai (暑中見舞い) turut hadir dalam konsep giri karena nengajo dan shochu mimai merupakan kartu ucapan yang paling populer di Jepang. Kartu ini dapat melambangankan ketululusan dan kesungguhan terhadap perasaan satu sama lain. Kartu ini biasanya dikirim secara pribadi dan khusus karena bersifat intim.

Untuk membangun hubungan yang baik dalam budaya Jepang, sangat penting untuk memahami dan terlibat dalam nilai-nilai sosial seperti giri. Menunjukkan antusiasme yang tulus dalam menjalankan giri tidak hanya memperkuat hubungan, tetapi juga menciptakan kesan positif yang bertahan lama di antara masyarakat Jepang.

Referensi

Davies, R. J., & Ikeno, O. (Eds.). (2002). The Japanese Mind: Understanding Contemporary Japanese Culture. Tuttle Publishing.

Indriana, R. (2013). Gimu dan giri dalam masyarakat Jepang = Gimu and giri in Japanese society, 2.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image