Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Ketika Rumah Hantu Disulap Menjadi Rumah Literasi

Kisah | 2024-10-04 10:39:27

KETIKA “RUMAH HANTU” DISULAP MENJADI MARKAS LITERASI

Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)

Kini umurku menjelang kepala lima. Ibarat perjalanan hari, telah mencapai waktu shalat Ashar. Sebentar lagi waktu Maghrib (saat ajal tiba). Aku tak lagi fokus pada urusan dunia, atau sibuk mencari uang dan mengumpulkan harta-benda. Aku mulai berpikir untuk pengabdian, pelayanan, melakukan aktivitas sosial, maupun amal kebaikan lainnya.

Ada ungkapan dalam ajaran agamaku, khairunnaas anfa’uhum linnaas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Aku mencoba memahami dan merenungkannya. Ber-tafakkur. Hingga sampai kepada pemahaman bahwa kesalehan pribadi saja tidaklah cukup tanpa diiringi dengan kesalahen sosial.

Bahkan, dalam falsafah Jawa juga ada ungkapan “urip iku urup”. Hidup itu menyala. Dalam pengertian bahwa orang hidup seyogyanya bisa menerangi (bermanfaat) bagi orang-orang di sekitarnya. Termasuk menerangi alam semesta. Kehadiran kita tidak hanya membawa kebaikan bagi sesama, makhluk hidup lain pun mendapatkan pancaran cahaya terang.

Terdorong oleh kedua hal tersebut, akhirnya aku memutuskan untuk mendirikan sebuah taman baca. Terlebih setelah mengamati fenomena yang terjadi di lingkungan desa tempat tinggalku. Sepulang sekolah, banyak anak-anak yang menghabiskan waktu dengan kegiatan-kegiatan yang kurang berfaedah. Menongkrong di pos ronda, memancing di sungai, berkeliaran di jalan atau kebun, dan sebagainya. Termasuk juga kecanduan bermain smartphone.

Terkendala Tempat (Lokasi)

Setelah mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah taman baca, hambatan terbesar adalah tempat untuk taman baca. Kalau mau ditempatkan di ruang tamu atau serambi rumahku, tidaklah memungkinkan. Mau mendirikan bangunan tersendiri di halaman rumah atau di sisa lahan yang tersedia, tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Maklumlah, aku mendirikan taman baca hanya bermodalkan niat semata. Sebuah dorongan murni dari dalam hati. Atau boleh juga dikatakan panggilan jiwa. Panggilan untuk melakukan sesuatu bagi orang lain. Motivasi untuk berkarya, membangun negeri lewat gerakan literasi. Kalau soal buku-buku tidak menjadi masalah, untuk sementara bisa memakai koleksi pribadiku.

Di tengah-tengah sedang berpikir keras untuk mencari lokasi, tiba-tiba ada tetangga beda RT yang menawariku untuk memanfaatkan rumah kosongnya. Ia mengetahui kalau aku ingin mendirikan taman baca, karena aku pernah mengungkapkan niatku ini di depan ibu-ibu sewaktu ada kegiatan kumpulan rutin.

Ia bercerita, sejak suaminya meninggal, rumah itu sengaja dikosongkan dengan alasan takut tinggal di rumah sendirian. Ia takut kalau-kalau roh suaminya suatu saat akan menampakkan diri, sehingga ia memutuskan untuk tinggal bersama keluarga anaknya yang tak jauh begitu dari rumah itu. Saking takutnya, bahkan ia tak berani untuk sekedar menengok rumahnya, terutama di waktu malam.

Dari cerita beberapa tetangga sekitar, karena sudah cukup lama tidak dihuni, konon rumah itu ada hantunya. Ada yang mengaku pernah mendengar suara-suara tertentu, bahkan ada yang mengaku pernah melihat sosok aneh yang berkelebat atau menampakkan diri. Yah, itu hanya sekedar cerita. Bisa jadi itu hanyalah dongeng, dikarang-karang sendiri. Fiktif belaka. Laksana kicauan burung kenari di pagi hari. Sepertinya mereka cocok menjadi penulis cerpen atau novel.

Aku tak memedulikan itu semua. Aku benar-benar butuh tempat. Apalagi aku tak begitu percaya akan kehadiran hantu-hantu. Adanya makhluk halus aku percaya seratus persen. Namun cerita tentang hantu yang menampakkan diri agak sulit dipercaya, terlebih aku sendiri belum pernah melihatnya secara langsung.

Aku memutuskan untuk menerima tawaran itu.

Memulai Berkarya

Dalam Yesaya 41:12 (Alkitab) disebutkan “Akulah yang menjadikan bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya, tanganKu-lah yang membentangkan langit, dan Akulah yang memberi perintah kepada seluruh tentaranya”. Tuhan telah berkarya menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang berada di antara keduanya.

Kalau Tuhan telah berkarya, kita sebagai salah satu ciptaanNya, semestinyalah juga ikut berkarya. Berbuat sesuatu untuk memakmurkan dunia. Dalam Islam, beramal saleh, amar ma’ruf nahi munkar. Menjadi khalifah di muka bumi (khalifatul fil ardl). Sebagai bekal untuk dipersembahkan di hadapan Tuhan kelak di hari kiamat.

Usai aku membersihkan dan merapikan rumah kosong itu serta berbekal koleksi buku pribadi dan sebuah rak buku bekas, aku memulai karya. Melayani orang-orang yang datang untuk membaca atau meminjam buku. Melayani ngobrol kepada mereka yang sekedar ingin tahu atau berkunjung. Termasuk mendampingi anak-anak yang berkumpul dan bermain.

Setiap Minggu pagi jam 08.00-10.00 WIB adalah kegiatan khusus anak-anak usia SD ke bawah. Ada bercerita, mendongeng, menggambar, mewarnai, membuat kerajinan, bermain game atau permainan tradisional, belajar membaca, belajar bahasa Inggris, dan lain-lain. Dalam bidang agama, ada hafalan doa-doa, hafalan surat-surat pendek, berlatih adzan, termasuk praktik berwudlu dan shalat.

Sebulan sekali ada pemberdayaan untuk remaja. Kegiatannya meliputi bincang-bincang tentang kewirausahaan, dunia IT, kesehatan reproduksi, dan tema lainnya. Ada pula pemberdayaan untuk perempuan (ibu-ibu) dengan materi tentang keluarga, pemberdayaan ekonomi, pendidikan anak, termasuk kegiatan pengajian untuk pembinaan rohani.

Kami mencari sukarelawan sebanyak mungkin untuk mengisi di taman baca. Mulai dari kalangan mahasiswa, guru, profesional, pelaku usaha, termasuk dari taman baca lain. Kami menyampaikan terus terang kepada mereka, bahwa kami tidak memiliki dana untuk memberikan honor atau sekedar uang transpor kepada para pemateri (pengisi acara).

Ketika ada mahasiswa yang sedang KKN di desa kami, hal ini sungguh membantu. Mereka kami minta untuk berpartisipasi mengisi kegiatan di taman baca. Beruntungnya mereka biasanya memiliki anggaran, sehingga terkadang mereka mengadakan lomba dan hadiahnya dari mereka. Atau memberikan bantuan berupa buku, alat tulis, alat peraga, perlengkapan olahraga, rak buku, dan sebagainya.

Lalu, Dananya Dari Mana?

Berbekal niat dan tekad. Itulah modal utama kami. Soal dana atau biaya operasional awalnya tak pernah terpikirkan oleh kami. Have an idea, then action. Tidak terlalu banyak berpikir. Tak terlalu banyak pertimbangan. Bergerak melangkah. Untuk sebuah karya, mengapa mesti ditunda-tunda. Fastabiqul khairat. Bersegera dalam kebaikan.

Taman baca kami bukanlah milik pemerintah, bukan milik lembaga, bukan pula milik perusahaan. Taman baca kami adalah taman baca mandiri. Tidak ada yang mendanai kegiatan kami. Tidak pula ada anggaran yang membiayai aktivitas mandiri. Lantas, siapa yang mendanai? Bagaimana bisa kegiatan berjalan tanpa dana?

Modal utama kami dalam mengelola taman baca bukanlah uang, melainkan iman. Tuhanlah yang akan mendanai kegiatan kami lewat perantaraan orang-orang baik (donatur). Kami yakin sepenuhnya, kami percaya seutuhnya, Dia akan membantu setiap amal baik, Ia akan mendukung setiap karya pemberdayaan. Bukankah Tuhan akan menolong hambaNya selama ia mau menolong sesamanya?(HR. Muslim).

Sebagaimana yang dicontohkan oleh murid-murid Yesus, mereka menyebar ke seluruh penjuru negeri untuk mewartakan perihal kerajaan Allah, tidaklah ada yang membiayai mereka selain atas dasar kesadaran iman. Demikian halnya para pengikut Sang Buddha, mereka mengembara ke negeri-negeri yang amat jauh untuk menyampaikan ajaran welas-asih atas dasar Dharma.

Pada awalnya kami menggunakan uang pribadi untuk mendanai kegiatan taman baca. Seiring berjalannya waktu, hadirlah para donatur. Ketika kami mengadakan lomba, buka puasa bersama, kegiatan pemberdayaan remaja dan perempuan, atau kegiatan lainnya, selalu saja ada donatur yang menyumbang baik berupa uang, snack, barang, doorprize, maupun perlengkapan acara.

Koleksi buku pun semakin bertambah banyak. Ada sumbangan dari perseorangan, penerbit buku, pemerintah, termasuk dari Gramedia. Melalui tulisan ini, secara khusus kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Gramedia yang telah memberikan donasi beberapa kardus besar yang berisi buku-buku yang masih baru, baik buku fiksi maupun nonfiksi, buku untuk anak-anak maupun buku untuk dewasa, dan buku umum maupun buku agama.

Semakin banyak memberi, maka akan semakin banyak menerima.

Beberapa waktu lalu, taman baca kami mendapat kunjungan dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah beserta Duta Baca Provinsi Jawa Tengah. Pernah pula mendapat kunjungan dari Tim Dinas Sosial Kabupaten Boyolali. Termasuk kunjungan dari perorangan maupun lembaga.

Saat ini, taman baca kami sudah dipasang WiFi yang biaya bulanannya ditanggung oleh seorang donatur. Tujuannya adalah mengenalkan anak-anak dan remaja kepada dunia teknologi informasi. Bagaimana mengoperasikan smartphone, membuat akun email dan media sosial, membaca berita dan artikel, menggunakan aplikasi, termasuk bermain game.

Awalnya kami merasa khawatir kalau anak-anak akan menjadi ketagihan bermain HP. Akan tetapi, dengan sosialisasi penggunaan gadget yang baik dan bijak, sebagian besar mereka dapat memahaminya. Walaupun sebagian kecil ada yang datang ke taman baca hanya untuk bermain HP dan berlama-lama. Kami menyadarinya sebagai sebuah dinamika dan keragaman. Kami tak menafikan bahwa setiap kemajuan teknologi selain membawa efek positif juga membawa efek negatif. Ibarat mata uang koin, ia memiliki dua wajah yang berbeda. Tinggal bagaimana kami berusaha meminimalisasi dampak buruknya.

Ketika Melayani Mendatangkan Kebahagiaan

Coba Anda bayangkan bagaimana rasanya ketika Anda berada di tengah anak-anak yang sedang bermain dan bergembira-ria. Coba Anda bayangkan bagaimana rasanya ketika Anda sedang duduk dan dikelilingi oleh anak-anak, kemudian Anda berbicara dan bercanda dengan mereka. Coba pula Anda imajinasikan ketika nama Anda sering disebut (sering dipanggil) oleh anak-anak yang membutuhkan Anda, yang meminta pertolongan Anda.

Betapa bahagia!

Menatap mata anak-anak yang berbinar-binar penuh semangat dan penuh harapan. Melihat mereka tersenyum dan terkadang bernyanyi (menari). Menikmati aura keceriaan. Seakan-akan aku juga seperti mereka, kembali menjadi anak-anak, berbicara dan berbuat seperti laiknya anak-anak – walau itu hanya sekedar pura-pura – demi membahagiakan mereka, sekaligus membahagiakan diri sendiri.

Namun, soal hidup dan kehidupan tak sepenuhnya sukacita. Ada pula dukacita. Mengelola taman baca butuh perjuangan, komitmen, dan pengorbanan. Terkadang aku menerima cibiran, cacian, dan ejekan. Terkadang pula aku diremehkan, diganggu, atau tak diapresiasi. Oleh karena itu, aku mesti punya iman yang teguh seteguh batu karang, mental yang kuat sekuat baja, dan jiwa yang luas seluas samudera.

Itulah sunnatullah kehidupan. Rintangan dan tantangan kan selalu datang menghadang. Bukan untuk dihindari, melainkan untuk dihadapi. Semua itu akan membuatku tumbuh dan berkembang. Membuatku semakin dewasa. Memperkaya pengalaman. Bukankah sejak awal aku telah memutuskan untuk mengabdi, melayani, dan memberi.

Apalagi taman baca kini tak lagi menempati “rumah hantu”, tapi sudah menempati sebuah gedung wakaf yang berada di komplek sebuah musholla.

Inilah kuasa Tuhan. Itulah cinta-kasihNya.

Asam rasanya belimbing wuluh

Tumbuh menjulang di dekat perigi

Selamat ultah yang ke limapuluh

Terus berkarya membangun literasi

*) Pegiat literasi dan pendiri TBM Klungsu

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image