Statistik Korupsi Meningkat? Berantas Akar Korupsi yang Sesungguhnya!
Hukum | 2024-09-27 17:45:41Apa itu Gratifikasi?
Berbicara soal korupsi, sepatutnya masyarakat sudah tidak asing dengan istilah gratifikasi. Dalam kenyataannya, korupsi tidak semata-mata muncul begitu saja. Banyak sekali hal-hal kecil yang secara tidak sadar dapat menciptakan permasalahan korupsi yang lebih besar dan kompleks. Salah satunya adalah permasalahan gratifikasi.
Mengutip dari laman resmi KPK, gratifikasi telah diatur dalam undang-undang, yaitu UU No. 20 tahun 2001 dalam pasal 12b ayat (1), yang menjelaskan bahwa “gratifikasi merupakan pemberian baik uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Baik diterima di dalam maupun luar negeri.” (1)
Secara singkat gratifikasi merupakan suatu pemberian baik berupa uang, barang, atau suatu fasilitas secara cuma-cuma, tanpa adanya unsur kesepakatan kedua pihak (antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima), dengan memberikan keuntungan pribadi bagi penerimanya.
Padahal, hal tersebut bukanlah semata-mata suatu pemberian hadiah saja, namun perbuatan tersebut yang nyatanya menjadi celah awal masuknya korupsi yang lebih besar di Indonesia. Hal ini yang membuat gratifikasi mudah masuk dalam lingkup sosial tanpa disadari, terlebih dalam lingkup pemerintahan yang rentan terhadap budaya gratifikasi ini.
Apakah Gratifikasi adalah Akar dari Korupsi yang Berlanjut?
Menurut data terbaru Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), tindak pidana korupsi berdasarkan instansi dalam publikasi datanya menyentuh angka 1.512 kasus, terhitung sejak tahun 2004 sampai tahun 2023. Dengan kasus gratifikasi yang terjadi di instansi pemerintah dalam data terbaru 31 Desember 2023, mencapai angka 3.701 kasus terlapor. (2)
Ini memperkuat fakta bahwa, kasus gratifikasi telah menjadi akar dari permasalahan korupsi. Dengan data kasus gratifikasi yang membeludak, besar kemungkinan hal tersebut sudah berkembang menjadi kasus korupsi yang sebenarnya. Hal ini membuktikan bahwa instansi pemerintahan menjadi sasaran empuk dalam kasus gratifikasi dan korupsi ini.
Bagaikan mata tombak, pemerintah merupakan unsur penting dalam struktural bangsa. Jika kasus korupsi dan gratifikasi masih belum dapat diminimalisir, maka akan mempengaruhi eksistensi Indonesia di dunia global. Hal ini dipengaruhi oleh statistik Indeks Persepsi Korupsi Globa yang berpotensi besar terhadap kredibilitas Indonesia di mata Internasional.
Bagaimana Langkah Awal Menghilangkan Budaya Gratifikasi?
Meskipun sudah ada lembaga yang menaungi tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), serta banyaknya regulasi hukum dan undang-undang dalam memberantas gratifikasi dan budaya korupsi, hal tersebut akan terasa sia-sia apabila tidak adanya penegakan hukum yang tegas dan menyeluruh.
Maka dari itu, demi membangun integritas yang baik dalam struktur pemerintahan dan masyarakat, diharapkan penegak hukum mampu melalukan pengawasan yang lebih terjamin, serta mampu melibatkan masyarakat dalam upaya membangun budaya anti gratifikasi di Indonesia, agar tercipta Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bebas dari akar permasalahan korupsi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.