Tengah Malam di Ruang 1970
Sastra | 2024-09-19 22:02:42
Sebelum berangkat, Sinta mengecek ponselnya apakah sudah masuk pesan dari Pak Ketua untuk menjemput kontingen lomba menyanyi. Tetapi, sampai sekarang ia belum menerima pesan apapun sehingga Sinta merasa bosan telah lama menunggu sambil mengomel sendiri.
"Jika tidak jadi, mengapa harus membuatku menunggu. Dasar buang-buang waktuku saja". Sinta kembali ke tempat duduknya karena lelah mondar-mandir. Ia sibuk menjenguk ponselnya yang tercas.
"Mana hp satu lagi dipinjam si bocil manja itu. Kalau bukan karena ibu, udah aku bawa lari. Kalau ngak kena omel kayak aku aja yang banyak salah." Sinta berkoar-koar sehingga membangunkan seekor kucing yang tertidur.
"Hahaha lucu juga si gemes ini " Sinta yang melihat kucing dengan bulu lebat membuatnya merasa ada teman. Tapi saat Sinta menghampirinya kucing itu melarikan diri. Sinta geram dengan kucing yang tak mau dipegang olehnya. Akhirnya, Sinta dan kucing tersebut saling kejar-kejaran dan Sinta menabrak pintu keluar yang bunyinya sampai terdengar ke panitia sebelah.
"Ada apa kak?"
" Ngak apa-apa dek hehehe."
"Kok benjol kepalanya" Tanya pemuda jangkung yang memegang tugas sebagai panitia peralatan.
"Hah benjol. Biasanya kalau benjol kan gk langsung nampak sekarang." Jawab Sinta dalam hati.
Sinta yang penasaran dengan bentuk benjolan di kepalanya langsung berlari ke cermin untuk memeriksa. Ternyata benjolan itu benar-benar ada. Sinta merasa heran dengan apa yang telah terjadi. Tak lama kemudian, kucing itu kembali berada di dekatnya. Kali ini ia seperti ingin disentuh oleh Sinta. Kucing itu mengeluskan kepalanya ke kaki Sinta. Gadis itu yang sejak awal ingin memegang kucing tersebut langsung mengambil kesempatan terutama suasana makin sepi dan ponselnya belum berdering, membuatnya harus ditemani oleh si kucing.
"Pushh...push ..sini sini." Panggilnya dengan nada manja. Akhirnya kucing dengan bulu berwarna cokelat itu berada di pangkuannya. Saat tangannya memulas tubuh si hewan lucu itu, ia melihat pergelangan tangannya merah memar. Sinta kaget melihat tangannya yang tiba-tiba merah tanpa sebab. Sakit tidak dirasakan, tetapi mengapa tangannya seperti baru ditimpa benda-benda berat.
"Apa yang terjadi. Tadi tidak ada apa-apa." Pungkasnya dengan wajah bingung. Kucing tersebut telah tertidur nyenyak di samping Sinta. Ia merasa tidak kesepian lagi. Walaupun ini telah tengah malam masih saja belum ada telepon untuk menjemput artis ibu kota itu.
Sinta mengantuk, iapun tertidur. Tiba-tiba pintu terbuka lebar. Angin kencang masuk menerbangkan gorden-gorden dalam ruangan tersebut. Lampu berkedap kedip. Suasananya membuat Sinta merinding. Iapun berlari dari ruangan tersebut. Tetapi saat mencoba melangkah kakinya tertahan sesuatu. Seperti ada yang memegang sehingga membuatnya susah untuk berjalan. Bayangan hitam raksasa muncul dari atas. Sinta berteriak meminta pertolongan agar ia segera bisa pergi. Kucing yang tadinya menemani terlihat ketakutan dan lari terbirit-birit sampai kucing itu terpeleset karena lantai yang licin dan lembab.
Sinta membaca doa dengan suara tinggi. Tetapi tetap saja ia susah untuk keluar. Bayangan tadi tiba-tiba menghilang. Pintu tertutup rapat dan terkunci sendiri. Sosok berambut panjang tepat dihadapannya, dan menampakkan wajah tanpa hidung juga mata. Hanya bibir tipis tetapi penuh darah. Sinta lemas melihat sosok tersebut. Iapun pingsan dan esoknya ditemukan dalam kondisi hidung berdarah.
Saat menyadarkan diri, teman-temannya meminta agar Sinta beristirahat. Tetapi, salah satu sahabatnya Rama tidak sabar bercerita. Bahwa, semalam Sinta sedang berada di Kafe bersama mereka, tetapi mereka tidak menyangka Sinta juga berada di ruang make up artis 1970-an di waktu yang sama. Karena ternyata, ruang itu adalah tempat pembunuhan seorang artis ternama yang wajahnya diremuk oleh mantan istri yang telah berselingkuh dengannya. Hantu itu akan bergentayangan tepat di sepuluh sampai subuh. Apalagi sangat suka dengan Sinta yang saat itu sedang datang bulan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.