Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Mulutmu Harimaumu!

Sastra | 2024-09-19 09:03:15

Karya: Eni Siti Nurhayati
Juara 1 Lomba Menulis Cerita Anak Bersama Leguty Media

“Hai, Gembul, kamu kok di sini?” sapa Aida kepada seorang anak yang baru keluar dari tempat praktik ibunya. “Oh iya, tadi kamu nggak masuk sekolah, kan? Sakit apa?”

Anak bertubuh subur yang disapa Gembul itu tidak menjawab. Dia acuh tak acuh dan memilih berjalan menuju mobil di luar halaman. Hanya bunda temannya itu yang melirik tajam ke arah Aida. “Mbul, besok masuk, ya?” seru Aida sambil melambaikan tangannya. Tiba-tiba ....

“Aida, coba ulangi sapaanmu tadi! Siapa yang mengajarkan itu?” Nada tinggi suara ibunya menutup kalimat Aida untuk temannya. Ibu rupanya mendengar ucapannya!

Malamnya, ibu menceritakan kenangan masa lalu kepada Aida. Sebuah kisah masa kecil yang sepertinya disimpan rapat-rapat oleh ibunya!

***

... Dulu, aku pernah dipanggil dengan sebutan badak bercula satu. Muasalnya, saat praktik menceritakan hewan langka, aku mendapat tugas mencari tahu tentang si badak. Hingga ada yang berseloroh. “Badan gempalmu kayak badak bercula satu.”

Awalnya hanya satu anak yang memanggilku dengan sebutan itu. Lama-lama meluas ke seluruh kelas. Bahkan menyebar ke kelas lain.

Tanpa ba bi bu lagi, kudatangi sumber suaranya. “Hei, Monyet, sedang apa?” dengan sewot dia menjawab, “Enak aja manggil aku Monyet.”

“Kamu kan yang duluan menyebut aku badak bercula satu,” jawabku tak kalah sengit. “kalau sampai besok aku masih mendengar ada anak yang memanggilku seperti itu, aku akan melapor ke wali kelas dan kepala sekolah!”

Aman dan damai sesudahnya. Bisa jadi dia takut ancamanku benar-benar kulakukan.

Tapi lain lagi saat nama bapakku yang jadi bahan olok-olokan. Begini kalimatnya, ... Juni, Juli, Jupri ... seakan teman-teman menghafal nama bulan tapi ... ekor kata-katanya itu membuatku naik darah. Jupri itu nama bapakku! Aku benar-benar sakit hati hingga tidak mau masuk sekolah seminggu lamanya. Bagiku, nama orang tua itu keramat. Harus dijunjung tinggi.

Hingga wali kelas pun turun tangan. Aku tidak tahu persisnya. Pokoknya, di hari keenam aku tidak masuk sekolah, teman sekelas menjenguk ke rumah. Dan, si pelaku utama pengolok-olok minta maaf secara terbuka kepadaku.

***

Aida terkesiap. Cerita ibu menohok dadanya. Berkelebat di pelupuk mata apa yang dia lakukan kepada beberapa temannya. termasuk kepada Gembul!

Oon, mana? Lelet amat. Ketiduran atau ngambilnya dari luar angkasa?” Oon itu istilah untuk anak yang lambat dalam melakukan sesuatu. Satu!

“Kalau jalan itu pakai mata, jangan asal nubruk aja. Dasar item!” Item itu sebutan Aida kepada teman yang berkulit hitam manis. Dua!

Ada lagi yang berupa pantun, ... Kecik isinya sawo, rambut berintik kayak Genderuwo. Kalau pantun ini ditujukan buat teman yang berambut keriting dan kriwul. Tiga!

Banyak lagi lainnya. Ketiga, keempat, dan seterusnya, Aida sampai lupa. Begitulah, lidah Aida memang paling pandai memberi sebutan untuk teman-temannya.

***

Akhirnya, ...

“Pepatah mengatakan, mulutmu harimaumu, Aida. Baik buruknya perilakumu terwujud dari apa yang keluar dari mulutmu. Camkan, ya?” ujar ibu.

“Ibu, panggilanku ke teman-teman kan sekadar bergurau, apakah aku harus minta maaf?” ujar Aida lirih. “mereka tidak ada yang marah, kok!”

“Harus!” jawab ibu tegas. “Membuat malu teman itu bukan gurauan!” ***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image