Rinduku pada Rasulullah
Agama | 2024-09-17 11:16:33Oleh: Ummu Dandi
Bulan Rabiul Awal adalah bulan yang sarat historis bagi kaum Muslimin. Lahirnya baginda agung Rasulullah saw yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, menjadi Khairul Anam (sebaik-baiknya manusia), Khairul Khalqillah (sebaik-baiknya ciptaan Allah), Imam Al-Anbiya wal Rasul (imam para nabi dan Rasul), Sayyidul walad Adam (penghulu seluruh umat manusia), serta pemberi Syafaatul Udzma kelak di Yaumil Akhirah.
Senin 15 September sebagai tanggal merah yang ditetapkan pemerintah untuk libur Maulid Nabi saw, terdengar di masjid-masjid lantunan gema shalawat atas baginda sebagai rasa syukur atas lahirnya sang Nabi. Tapi, di sisi lain media memberitakan kawasan Puncak, Dieng, Lembang nyaris padat karena tumpah ruahnya masyarakat mendatangi tempat-tempat rekreasi. Mungkinkah dalam rangka mengingat kemuliaan baginda Rasulullah?
Bulan Rabiul Awal tahun ini pun malah turut diramaikan dengan seruan toleransi agama yang jelas-jelas mengarah pada islam moderat. Hadirnya salah satu pemuka agama ke negeri ini memang tidak dilarang. Islam pun menganjurkan untuk menghormati tamu sebaik-baiknya tanpa membeda-bedakan latar belakang agamanya. Akan tetapi, apa yang dilakukan oleh para tokoh agama di negeri ini sudah berlebihan. Mengapa adzan harus diganti dengan running teks? padahal biarkan panggilan itu terdengar oleh tamu yang datang, berharap akan mendapat hidayah dengah memperkenalkan suasana kehidupan di negara mayoritas muslim. Mengapa juga tokoh agama menyanjung berlebihan pada kesederhanaannya? padahal Rasulullah sudah memberikan teladan dalam hal itu. Andai Rasul mengambil bagian 1/5 dari ghanimah di setiap jihad bersama kaum Muslimin, tentulah beliau sudah kaya raya. Rasanya, adanya keberagaman yang ada di negeri ini sudah memberikan bukti nyata sikap toleransi umat antar agama. Kenyaman kaum minoritas di negeri ini sudah merupakan toleransi yang nyata dimana setiap agama diberikan ruang untuk beribadah sesuai kepercayaannya masing-masing. Adapun keteladanan dalam toleransi itu sendiri sebenarnya pun sudah dilakukan oleh Rasulullah saat bernegara dalam Khilafah. Itulah contoh yang konkrit dengan batasan yang jelas.
Allah Swt Berfirman "Sungguh telah ada pada diri Rasulullah Uswatun Hasanah" (QS. Al-Ahzab 21).
Adapun langkah meneladani Rasul sekurang-kurangnya meliputi 3 aspek yaitu Rasul sebagai individu, bagian masyarakat dan negarawan. Aspek pertama dan kedua hampir selalu dibahas dalam majlis pengajian maulid nabi. Namun, aspek yang ketiga yakni meneladani Rasul dalam aspek aktivitas politik nyaris jarang dibahas. Sepertinya untuk aspek yang ketiga ini kaum muslimin mulai melupakan, tauladan Rasul sebagai pemimpin umat dimana beliau hanya menerapkan syariat islam dalam kepemimpinannya. Tidak ada kompromi dalam menegakkan syariat Islam.
Syariat menjadi pijakan dalam membangun peradaban Islam hingga meraih hasil yang gilang gemilang. Cahaya Islam bersinar di seluruh jazirah Arab karena kesungguhannya dalam menyebarkan Islam. Hal ini juga diakui oleh penulis dari kalangan non muslim Jules Marsesman Prof Univ Chicago As, bahwa pada diri Muhammad ada proses kepemimpinan yang baik, menaungi kesatuan umat yang berbeda keyakinan, mampu mewujudkan sebuah sistem masyarakat yang manusia dapat hidup di dalamnya dengan aman dan tentram. Apabila non-muslim saja menilai bahwa dengan sistem Islam yang diterapkan oleh Rasulullah membuat hidup masyarakat aman dan tentram, lalu kenapa kita kaum muslimin yang setiap harinya menyebut nama Rasulullah berharap syafaatul udzma masih ragu dengan hal ini?
Peringatan Maulid ini kita bermuhasabah untuk senantiasa istiqomah meneladani Rasul secara maksimal, termasuk dalam memperjuangkan sistem kehidupan masyarakat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah yakni sistem Islam. Jika masih ada ragu dalam hati, maka periksa keyakinan cintamu pada Rasulullah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.