Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Buzzer, Bukan Ban Serep Biasa

Gaya Hidup | 2024-09-16 06:08:43

Viral sindiran Andhika Pratama ke Kiky Saputri di acara “Lapor Pak” dengan perkataan, “Gue enggak mau dicap seperti Kiky. Kritiknya sok keras, tapi ditawari buzzer enggak nolak,” (tribunnews.com, 10-9-2024). Sepertinya di era serba sulit ini profesi buzzer cukup menjanjikan. Asal mau “cebokin” salahnya rezim maka cuan mengalir. Dan memang yang dicitrakan buzzer adalah bersedia menjadi “ban serep” tameng menutupi bobroknya perilaku pejabat di negeri ini. Jelas bukan ban serep biasa.

Media sosial sebelumnya dihebohkan dengan penggunaan gambar berlambang Garuda Pancasila berlatar belakang warna biru dengan kalimat “Peringatan Darurat” . Gambar tersebut disandingkan dengan tagar #KawalPutusanMK yang sempat trending di platform X (Twitter).

Kemudian, media sosial kembali memanas usai beredar postingan dengan gambar serupa namun memiliki narasi “Indonesia Baik Baik Saja” ( Suara.com, 23-8-2024). Dibagikan oleh akun X @siimpersons, dan terkuak bahwa seruan tersebut diduga merupakan gerakan buzzer. Warganet pun menemukan sejumlah akun Instagram lainnya seperti @rcyberprojo14 dan @benpro.tv terpantau sudah mengunggah gambar tersebut.

Fantastisnya, untuk setiap unggahan yang diposting di Instagram akan mendapatkan Rp10 juta, sementara postingan di TikTok mendapat Rp15 juta, sehingga total Rp 25 juta untuk dua kali posting. Tidak salah jika banyak yang “ berjuang” UU untuk menjadi buzzer.

Buzzer Bergerak Demi Pencitraan

Soal pencitraan, negeri ini rasanya tak pernah kering dari aktifitas yang satu ini. Terutama para pejabat yang seolah ingin dilihat baik atau bekerja untuk rakyat, maka apapun itu sejauh bisa mencitrakan dirinya dan semakin mendekatkan kepada tujuan akan dilakukan. Meskipun harus makan teman, menjilat, menipu, memfitnah hingga mematikan idealisme sendiri.

Dalam level negara jelas ini sangat berbahaya, sebab sistem hari ini, kapitalisme demokrasi menjadikan negara tidak fokus pada solusi atas persoalan umat yang banyak. Belum selesai persoalan satu sudah muncul persoalan baru, bahkan solusi itu justru menutupi kondisi yang sudah rusak.

Tagar Indonesia baik-baik saja bertolak belakang degan kondisi Indonesia. Karena semua orang tahu, apa yang terjadi, pemerintah sedang mempertontonkan arogansinya di hadapan rakyat dengan membegal keputusan MK dan menggantinya dengan undang-undang yang sesuai kebutuhan rezim. Sungguh memalukan! Benar sajalah jika masyarakat emosi, sudahlah sejahtera tak pasti, para elit politiknya malah sibuk sendiri.

Inilah bentuk pencitraan dengan mengerahkan buzzer. Seolah mengkounter kejadian yang sudah ada, padahal sejatinya hanyalah kamuflase. Mengapa buzzer dibutuhkan? Apakah negara benar-benar membutuhkan? Dalam sistem bobrok ini kehadiran buzzer memang niscaya menjadi tameng negara.

Berbagai persoalan umat kian rumit, tak ada amar makruf nahi mungkar. Beban hidup kian berat, depresi hingga banyak yang memilih bunuh diri, tawaran buzzer cukup menggiurkan.

Mirisnya sebagian masyarakat tidak memahami persoalan secara mendasar dan kesadaran politik juga rendah. Masyarakat masih beranggapan politik itu kotor dan berkutat pada segmen pemilihan pemimpin saja. Padahal, apa yang mereka alami hari ini adalah hasil dari penerapan politik.

Biaya hidup mahal, kesehatan, pendidikan hingga keamanan mahal adakah akibat penerapan sistem kapitalisme yang subur dalam demokrasi sebagai sistem politik. Keduanya landasannya memisahkan agama dari kehidupan, sehingga yang berlalu adalah hukum manusia.

Manusia sendiri banyak kepentingan, jelas, siapa yang memiliki uang banyak dialah penguasa dan bebas membuat hukum. Pemerintahan yang juga sekuler adalah alat jitu bagi mereka untuk terus mewujudkan setiap keinginan para pemodal itu.

Bagi rakyat apa dampaknya apa akibatnya tidak memahami realita yang sedang terjadi hari ini? mudah terkecoh dengan propaganda buzzer itu hanya salah satunya. Dampak lainnya masih banyak, di antaranya mudah dipecah belah, cinta tanah air tapi justru memperjuangkan demokrasi dan berharap sejahtera dengannya, kemudian umat juga tidak paham bahwa negara seharusnya sebagai raa’in atau pengurus umat.

Rasulullah Saw. bersabda, “ Imam (pemimpin) itu Pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari dan Ahmad). Berdasarkan hal ini, jelas hanya Islam yang mampu menyelesaikan setiap persoalan umat, sebab pemimpinnya diwajibkan hanya fokus pada urusan rakyat yang ia pimpin, bukan malah menyenangkan pemodal atau investor.

Islam Sistem Paripurna

Islam membina rakyatnya agar berpikir cemerlang dan mendalam juga berani beramar ma’ruf nahi munkar sebagai upaya agar tetap berada di jalan Allah. Sebab, setiap individu akan mempertanggungjawabkan setiap amalnya ketika di dunia, termasuk bagi seorang pemimpin. Jika tertutup pintu muhasabah (evaluasi) apalagi diketahui bukan menerapkan hukum syara jelas yang berdosa adalah seluruh kaum muslim.

Itulah mengapa, pendidikan sangat penting, dan Islam memiliki kurikulum pendidikan yang akan membangun kesadaran politik dan juga semangat untuk taat syariat, dengan pendidikan berbasis akidah, yang memunculkan pemahaman yang benar terkait politik, akan secara alamiah mendorong umat untuk melakukan amar makruf nahi munkar.

Makna politik sendiri dalam Islam adalah mengurusi urusan umat dengan syariat. Dalam hal apapun,tidak sekadar persoalan ibadah, tapi juga muamalah, pendidikan, kesehatan, dan lainnya yang berhubungan dengan bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.

Jelas dalam Islam negara tidak membutuhkan buzzer pencitraan karena semua aparat taat syariat juga professional dalam berkarya dan menjalankan amanah. Untuk apa bersusah payah memelihara buzzer jika Allah SWT. yang Maha Mengawasi telah menjadi kesadaran setiap individu? Bahkan yang ada adalah saling meringankan beban saudaranya agar sama-sama mendapat rida Allah.

Bahkan menjadi amal yang sia-sia, sebab negara sebagai penerap hukum syariat tak perlu bersusah payah mengotak-atik hukum demi kepentingan golongan,kelompok bahkan pribadi. Maka, patutlah kita mampu menjawab retorika Allah SWT. Ini, "Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS Al-Maidah:50). Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image