Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mahfuzi Irwan

Refleksi Maulid Nabi dan Munculnya Literasi

Rubrik | Sunday, 15 Sep 2024, 22:47 WIB

Setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, umat Islam di seluruh dunia diajak untuk kembali merenungi perjalanan hidup manusia mulia ini. Nabi Muhammad bukan hanya menjadi teladan dalam menjalankan syariat agama, tetapi juga membawa misi besar dalam membangun peradaban melalui ilmu pengetahuan dan literasi. Peringatan Maulid Nabi, yang jatuh pada 12 Rabiul Awal, tidak sekadar upacara seremonial belaka, melainkan sebuah momen untuk merefleksikan bagaimana Nabi Muhammad menanamkan semangat literasi dan pembelajaran di tengah masyarakat yang kala itu masih dikuasai oleh kebodohan dan ketidakadilan.

Penerimaan wahyu pertama, yakni "Iqra'" (bacalah), menjadi awal dari perubahan besar dalam peradaban umat manusia. Meskipun Nabi Muhammad sendiri tidak bisa membaca dan menulis, perintah ini menegaskan betapa pentingnya literasi dalam Islam. Literasi, dalam perspektif Islam, lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis. Literasi mencakup kemampuan memahami, merenungi, dan mengaplikasikan pengetahuan untuk membangun masyarakat yang beradab dan berkeadilan.

Dalam konteks Indonesia, momentum Maulid Nabi menjadi sangat relevan ketika kita bicara tentang tantangan pendidikan dan literasi di era modern. Literasi tidak lagi hanya tentang kemampuan membaca huruf dan angka, tetapi juga meliputi kemampuan berpikir kritis, memahami informasi secara mendalam, dan memanfaatkan pengetahuan untuk memajukan masyarakat. Di sinilah peran pendidikan, khususnya pendidikan nonformal, semakin penting.

Literasi dalam Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal di Indonesia telah lama menjadi bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Berbeda dengan pendidikan formal yang kaku dalam struktur dan kurikulumnya, pendidikan nonformal lebih fleksibel dan mampu menyasar masyarakat yang kurang terjangkau oleh sistem pendidikan formal. Lembaga-lembaga seperti madrasah, pesantren, majelis taklim, hingga pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) telah menjadi kanal penting untuk menyebarkan literasi di kalangan masyarakat.

Nabi Muhammad SAW sendiri memberikan contoh bagaimana literasi bisa menjadi alat pemberdayaan sosial. Dalam sejarah, kita mengenal bagaimana Nabi memanfaatkan perjanjian dengan para tawanan perang Badar, di mana para tawanan yang mampu membaca dan menulis diminta mengajarkan keterampilan tersebut kepada anak-anak Muslim sebagai tebusan. Langkah ini menunjukkan bahwa sejak awal Islam, literasi telah dianggap sebagai modal penting untuk membangun masyarakat yang lebih baik.

Di Indonesia, pendidikan nonformal telah menjadi sarana bagi banyak kelompok masyarakat untuk mendapatkan akses pendidikan yang tidak mereka peroleh melalui jalur formal. Namun, tantangan literasi di era digital menuntut pendekatan yang lebih luas. Literasi digital, misalnya, kini menjadi kemampuan yang tak terhindarkan bagi masyarakat agar mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan informasi. Pendidikan nonformal di Indonesia harus mampu merespons tantangan ini dengan menyediakan program-program yang tidak hanya mengajarkan literasi dasar, tetapi juga literasi yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Tantangan Literasi di Era Modern

Meskipun Indonesia telah mengalami peningkatan signifikan dalam hal akses pendidikan, tingkat literasi kita masih berada pada level yang memprihatinkan. Laporan dari PISA (Program for International Student Assessment) menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata dunia. Fakta ini menjadi alarm bagi kita semua, bahwa di tengah gempuran informasi dan teknologi, masih banyak masyarakat yang belum memiliki keterampilan literasi yang mumpuni.

Salah satu tantangan terbesar dalam meningkatkan literasi di Indonesia adalah disparitas geografis dan sosial. Di perkotaan, mungkin akses terhadap pendidikan dan informasi sudah cukup baik, tetapi di daerah-daerah terpencil, masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses pendidikan. Dalam situasi ini, pendidikan nonformal bisa menjadi solusi yang efektif. Dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual, pendidikan nonformal dapat menjangkau masyarakat yang tidak terjangkau oleh sistem formal.

Pentingnya literasi dalam kehidupan modern juga semakin nyata dengan semakin maraknya disinformasi dan berita palsu yang beredar di masyarakat. Literasi kritis sangat diperlukan agar masyarakat mampu menyaring informasi yang valid dari yang tidak, sehingga tidak mudah terjebak dalam hoaks atau propaganda yang menyesatkan. Dalam hal ini, pendidikan nonformal bisa berperan aktif dalam mengembangkan literasi kritis di masyarakat, baik melalui program-program literasi media, literasi digital, maupun literasi kebudayaan.

Literasi dan Pemberdayaan Perempuan

Salah satu aspek penting dari literasi yang patut kita perhatikan adalah perannya dalam pemberdayaan perempuan. Sejarah Islam mencatat bagaimana Nabi Muhammad SAW mengangkat derajat perempuan melalui pendidikan. Istri beliau, Aisyah RA, dikenal sebagai seorang perempuan yang cerdas dan menjadi rujukan ilmu bagi para sahabat. Nabi Muhammad sendiri selalu menekankan pentingnya pendidikan bagi semua, termasuk perempuan. Dalam konteks modern, literasi perempuan menjadi kunci penting dalam upaya pemberdayaan sosial dan ekonomi.

Di Indonesia, pendidikan nonformal telah banyak memberikan kontribusi dalam pemberdayaan perempuan. Program-program keaksaraan fungsional, keterampilan hidup, hingga pendidikan kewirausahaan telah membantu banyak perempuan, terutama di pedesaan, untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Semangat literasi yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW harus terus dikembangkan agar semakin banyak perempuan yang mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas, sehingga mereka bisa lebih berdaya dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

Refleksi Maulid Nabi dan Masa Depan Literasi

Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah momen untuk merefleksikan kembali nilai-nilai yang diajarkan oleh beliau, termasuk semangat literasi dan pengembangan pengetahuan. Dalam konteks Indonesia, di mana tantangan literasi masih menjadi persoalan besar, kita perlu mengambil pelajaran dari teladan Nabi dalam membangun peradaban berbasis ilmu pengetahuan.

Pendidikan nonformal, dengan fleksibilitas dan pendekatan yang kontekstual, dapat menjadi salah satu instrumen penting dalam meningkatkan literasi masyarakat. Namun, kita tidak bisa hanya bergantung pada upaya formal dan nonformal saja. Literasi harus menjadi gerakan bersama yang melibatkan semua elemen masyarakat, dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat sipil. Semua harus terlibat dalam membangun masyarakat yang cerdas, kritis, dan berdaya melalui literasi.

Maulid Nabi adalah pengingat bahwa literasi bukan hanya soal kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga tentang bagaimana ilmu pengetahuan dapat membebaskan manusia dari kebodohan, ketidakadilan, dan ketidakberdayaan. Literasi adalah pintu menuju peradaban yang lebih baik, dan tugas kita semua adalah memastikan bahwa pintu itu terbuka bagi siapa saja yang ingin memasuki dunia yang lebih cerdas dan beradab.

Penulis adalah Dosen dan Praktisi Pendidikan Masyarakat Universitas Negeri Medan

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image