Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sarie Rahman

Sekuler Liberal Menyuburkan Pergaulan Bebas yang Berujung Aborsi Bayi

Agama | 2024-09-14 19:25:17

Oleh: Sarie Rahman

Pada 15 Agustus 2024 sepasang kekasih muda (28 dan 23 tahun) diciduk polsek Kalideres Jakarta Barat akibat dari perbuatannya melakukan aborsi. Pasangan haram yang telah tinggal bersama ini sepakat menggugurkan janin dalam kandungan berusia 8 bulan dengan alasan sang lelaki sudah beristri. Berdasar keterangan tersangka, mereka membeli obat menggugurkan kandungan seharga 1 juta rupiah melalui online (Tribunnews, 30/8/2024).

Tak berselang lama kasus serupa juga terjadi di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sepasang kekasih mahasiswa berusia 21 dan 22 tahun juga diciduk polisi akibat ulah mereka yang tega membunuh bayi yang baru dilahirkan dengan cara sangat kejam. Bermula sang mahasiswi meminum pil menggugurkan kandungan, tetapi sang bayi lahir dengan selamat dan menangis. Kemudian mahasiswa bapak si bayi menyumpal mulutnya dengan kain hingga bayinya meninggal dunia (Borneonews, 30/8/2024)

Sungguh memprihatinkan, maraknya pergaulan bebas di kalangan anak muda mengakibatkan tingginya praktik aborsi. Dari data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada 2017 lalu, BKKBN mencatat sekitar 60 persen remaja usia 16-17 tahun telah melakukan hubungan seksual, sedangkan remaja usia 14-15 tahun sebanyak 20 persen dan 20 persen di usia 19-20 tahun.

Adapun penelitian Nurhafni pada 2022 lalu menyebutkan bahwa 95 persen dari 405 kehamilan tidak direncanakan terjadi pada remaja usia 15 hingga 25 tahun. Dan di Indonesia kasus aborsi mencapai angka 2,5 juta dengan 1,5 diantaranya dilakukan remaja. Telah banyak dibuktikan penelitian lain bahwa aborsi begitu erat kaitannya dengan pergaulan bebas. Mengapa ini bisa terjadi?

Pergaulan Bebas Lekat di Sistem Sekuler Liberal

Berawal dari pergaulan bebas mengakibatkan maraknya aborsi, hal ini sangat melekat di kehidupan masyarakat sekuler liberal. Menjadikan remaja tidak mengenal agama serta tidak mengetahui standar halal haram dalam syariat. Tingkah lakunya tidak berpedoman pada agama, lahirlah sikap liberalisme yakni kebebasan bertingkah laku. Para remaja merasa bebas, cenderung hanya mencari kepuasan dan kesenangan jasadi tanpa mengindahkan dampak perbuatannya bagi diri sendiri apalagi bagi lingkungannya. Melakukan aborsi mereka anggap wajar, bukan pelanggaran terlebih dosa.

Liberalisasi tidak terbentuk begitu saja, pemahaman ini telah dirancang Barat akan menjadi bagian kehidupan sehari-hari generasi muda muslim, tak terkecuali Indonesia. Barat merancang agar negeri-negeri muslim mengimpor budaya Barat sampai pada pemerintahnya membuat berbagai kebijakannya sejalan dengan nilai-nilai Barat yang telah ditancapkan. Terbukti saat ini makanan yang dikonsumsi, pakaian yang dipakai serta tontonan yang ditonton masyarakat muslim mengikuti budaya Barat ataupun meniru agennya di Timur sebagaimana Korea Selatan. Sedangkan yang ditugaskan menjaga kebebasan tersebut adalah pemerintah.

Alhasil pemerintah seakan menjadi regulator terjadinya pergaulan bebas, terlihat dari penerapan regulasi yang kontraproduktif dalam mengatasi pergaulan bebas, misal kebijakan pendidikan kespro di sekolah-sekolah, diharapkan mampu mensolusi masalah pergaulan bebas, padahal justru akan menjerumuskan remaja pada pergaulan bebas itu sendiri. Pun yang tengah berpolemik, kebijakan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja, yang tertuang dalam PP 28/2024 perihal pelaksanaan UU Kesehatan (UU 17/2023), justru menjadi jalan anak- anak melakukan pergaulan bebas dengan mudah. Sejumlah kebijakan tersebut diatas konon sebagai upaya mencegah terjadinya aborsi. Sejatinya praktik aborsi terjadi imbas dari kehamilan yang tidak diinginkan kaum remaja. Sedangkan akar masalah kehamilan tak diinginkan tersebut adalah pergaulan bebas, maka seharusnya pemerintah menutup heterogen celah pergaulan bebas ini.

Begitu pula dengan UU TPKS yang kental dengan ide sekuler liberal patut kita perhatikan. UU ini berimplikasi pada legalisasi perzinaan akibat adanya klausul persetujuan seksual. Juga dengan UU legalisasi aborsi bagi kehamilan akibat pemerkosaan, yang meskipun dianggap sebagai langkah untuk melindungi korban, sejatinya berpotensi membuka jalan bagi meningkatnya praktik aborsi legal.

Penyebab Maraknya Pergaulan Bebas

Gagalnya sistem pendidikan menjadi salah satu penyebab maraknya aborsi akibat pergaulan bebas. Dikarenakan pendidikan sekuler fondasi kurikulumnya bukanlah akidah. Kurikulum di sistem ini tidak mengajarkan bahwa agama adalah pedoman hidup, tetapi menyesuaikan anak didik dengan pola pikir global sesuai standar PISA. Alhasil kurikulum ini mustahil bisa bahkan gagal mencetak generasi berakhlak mulia. Anak- anak tidak dimotivasi untuk belajar dengan baik dalam pendidikan sistem sekuler, yang terjadi mereka justru lebih banyak terlibat dalam aktivitas negatif (narkoba dan geng motor). Akhirnya pergaulan bebas di kalangan pelajar kian tak terkendali.

Kondisi ini makin diperparah dengan sistem sanksi hukum negara yang tidak mampu memberikan efek jera pada pelaku. Sanksi yang berlaku hanya menjatuhkan hukuman penjara maksimal 4 tahun pada pelaku, padahal perbuatan mereka menghilangkan nyawa, dimana Allah melarang hal itu. Begitu pun bagi pelaku pergaulan bebas atau zina, jika tidak ada unsur paksaan atau aduan perselingkuhan, mereka tidak dikenai hukuman. Realitasnya pun hukuman yang dijatuhkan sering tidak adil bahkan merugikan bagi tersangka yang tidak berharta dan punya jabatan, acapkali tumpul ke atas tajam ke bawah.

Cara Jitu Islam Atasi Problem Aborsi

Berbeda dengan hukum sanksi zina dalam Islam, tegas dan menjerakan sebagaimana firman Allah SWT : “Penzina perempuan dan penzina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.” (QS An-Nur [24]: 2).

Jika dalam sistem sekuler liberal ada klausul persetujuan seksual, namun tidak dalam Islam, dengan tegas mengatur bahwa yang boleh melakukan aktivitas seksual hanya pasangan halal suami istri. Andai saja negara dalam menetapkan kebijakan landasannya Islam, pergaulan bebas yang menjadi pintu gerbang perbuatan zina tentu diharamkan, begitu pula dengan praktik aborsi. Karena hakikatnya masalah dari semua masalah yang terjadi di negara ini adalah efek tidak di terapkannya syariat secara menyeluruh. Negara pilah pilih dalam menerapkan syariat Islam, mengambil sebagian dan membuang sebagiannya.

Rasulullah saw. bersabda, “Umatku akan terus ada dalam kebaikan selama belum menyebar di tengah mereka anak (hasil) zina. Jika di tengah mereka menyebar anak (hasil) zina maka Allah nyaris meratakan sanksi (azab) atas mereka.” (HR Ahmad)

Problem pergaulan bebas ini harusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah, upaya semaksimal mungkin mesti dilakukan untuk menutup celahnya. Islam memiliki dua cara jitu mengatasinya, yaitu upaya kuratif dan preventif. Kuratif berupa penerapan sanksi hukum yang adil bagi pelaku zina juga aborsi. Adapun upaya preventif terdiri dari beberapa hal. Pertama, menerapkan sistem pergaulan Islam untuk menjaga pergaulan laik-laki dan perempuan sesuai syariat Islam. Negara juga akan memberikan edukasi tata cara pergaulan antar lawan jenis, sekaligus memastikan mereka paham pelaksanaannya. Edukasi tersebut mencakup perintah wajibnya menutup aurat, menundukkan pandangan, termasuk berbagai larangan kegiatan semisal berkhalwat ( berduaan dengan lawan jenis bukan mahram), ikhtilat ( bercampur baur laki-laki dan perempuan), sampai pada larangan bepergian bagi Muslimah kecuali dengan mahram, dan tabarruj (cara berpakaian/sikap wanita yang berlebihan untuk menarik perhatian orang lain saat di luar rumah).

Kedua, pendidikan berbasis akidah Islam, dengan menanamkan pemahaman tentang tujuan hidup pada anak-anak sedari dini dan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup. Yang akan memotivasi ruhiah mereka serta menghindarkannya dari pergaulan bebas.

Upaya preventif ketiga mengatur media agar hanya menyiarkan hal-hal yang bersifat kebaikan yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan masyarakat. Terlebih media sosial, hanya boleh digunakan sebagai sarana menjaga akidah dan menyebarkan tsaqafah Islam.

Seluruh upaya, baik kuratif maupun preventif tersebut idealnya akan terlaksana sempurna manakala tiga pilarnya difungsikan dengan baik, antara ketaqwaan individu, adanya kontrol dari masyarakat, ditunjang penerapan syariat Islam secara utuh oleh negara yang kemudian dirangkum menjadi satu dalam bingkai daulah. Andai ketiga pilar tersebut berjalan optimal maka bukan hanya persoalan pergaulan bebas dan aborsi yang dapat diatasi, tapi juga melahirkan masyarakat yang beriman dan bertakwa. Sebagaimana pernah terjadi di masa kejayaan Islam pada masa kekhilafahan, yang berhasil memimpin peradaban dunia selama kurang lebih 1.300 tahun, secara gemilang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image