Kekerasan Terhadap Perempuan Bukti Kapitalisme Gagal Menciptakan Keamanan
Politik | 2024-09-14 16:06:53Oleh Sahna Salfini Husyairoh, S. T
(Aktivis Muslimah)
Problem kekerasan terhadap perempuan masih belum terselesaikan bahkan meningkat setiap tahunnya. Jumlah kasus kekerasan di sepanjang tahun 2024 berdasarkan real team. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa) tercatat 15.173 hingga 11 Agustus 2024, dimana dominasi oleh perempuan 80,1% (cnbcindonesia.com)
Adapun bentuk kekerasan yang dialami korban di antaranya kekerasan seksual (6.996 kasus), kekerasan fisik (5.222 kasus), kekerasan psikis (4.506 kasus), penelantaran (1.329 kasus), eksploitasi (184 kasus), trafficking (143 kasus), dan lainnya (1.772 kasus).
Kekerasan terhadap perempuan tidak lepas dari adanya atmosfer kehidupan yang memicu terjadinya kekerasan yaitu kehidupan ala sekularisme-kapitalisme. Pelaku kekerasan, orang yang berpikir kriminal dan jauh dari karakter takwa. Ini merupakan bentuk gagalnya negara membangun karakter mulia dalam diri warga negaranya. Hal ini dipicu oleh sistem pendidikan sekuler. Sekularisme merupakan paham yang memisahkan agama dari kehidupan yang mendorong individu berbuat sesukanya termasuk melakukan kejahatan seksual.
Selain itu sistem sanksi yang berlaku pada pelaku kekerasan juga tidak menjerakan pasalnya kekerasan seolah dianggap biasa dan seringkali diabaikan. Hal ini terbukti dari banyaknya kasus kekerasan yang tidak dituntaskan sehingga tidak memberikan keadilan bagi korban. Kasus kekerasan terhadap perempuan baru ditangani setelah viral di media sosial. Hal ini menunjukkan tidak adanya keseriusan dari negara menyelesaikan persoalan tersebut.
Belum lagi pengaruh media yang berorientasi untung atau media kapitalis yang dibangun negara. Media seperti ini jauh dari unsur edukatif sebab tayangan atau apapun bebas ditayangkan. Sehingga tayangan-tayangan kekerasan mudah didapatkan di platform media sosial terutama media sosial yang banyak digunakan masyarakat.
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) bahkan sudah ada UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PDKRT) selama 20 tahun yang digadang-gadang mampu menyelesaikan permasalahan terhadap perempuan. Namun nyatanya kekerasan terhadap perempuan justru semakin marak sebab UU tersebut masih berasaskan Sekularisme yang menolak agama mengatur kehidupan. Pasal-pasal yang dibuat tetap memberi peluang terjadinya kekerasan, tidak adanya pengaturan terkait pacaran, perzinaan yang merupakan tindak kejahatan.
Sejatinya sistem sekuler kapitalisme hanya memandang perempuan sebagai objek eksploitasi. Sampai kapanpun sistem kapitalis pasti akan akan gagal memberi ruang aman bagi perempuan. Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Penerapan syariat Islam dalam bingkai khilafah terbukti mampu menjamin kehormatan serta keamanan perempuan. Kemampuan ini lahir dari prinsip-prinsip Islam terkait dengan kepemimpinan.
Salah satu diantaranya penguasa dalam Islam diposisikan sebagai perisai (pelindung), Rasulullah saw. bersabda "Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng." (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, ketika memandang masalah perempuan, penguasa harus menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang wajib dijaga. As Syari' menempatkan beberapa hukum terkait perempuan supaya kehormatan dan kemuliaan kaum perempuan tetap terjaga. Hukum tersebut diantaranya Islam melarang perempuan berdua-duaan dengan lelaki. Lelaki dan perempuan juga tidak boleh berinteraksi campur baur (ikhtilat) tanpa ada kebutuhan syari. Konsep ini akan menutup celah hubungan romansa yang tidak halal. Islam mewajibkan perempuan didampingi mahram ketika melakukan safar menempuh perjalanan 24 jam. Perempuan juga diwajibkan menutup aurat secara sempurna yakni menggunakan jilbab dan Khimar (kerudung).
Negara khilafah membentuk ketaqwaan individu masyarakatnya sehingga perilaku masyarakat dikontrol oleh pemahaman yang benar terhadap akidah dan syariat Islam. Tindakan maksiat akan dijauhkan apapun bentuknya. Islam juga melarang media yang menayangkan unsur-unsur kekerasan dan pornografi termasuk pemikiran Barat yang rusak dan merusak. Konten media yang diperbolehkan hanyalah konten edukasi yang mendidik dan menguatkan ketaqwaan.
Wallahualam bissawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.