Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rizky Anugrah Perdana, S.H.

Antara Kepatuhan dan Ketakutan, Demi Ketertiban dan Ketentraman Masyarakat

Hukum | Friday, 13 Sep 2024, 09:10 WIB
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dalam Kamus Istilah Hukum, tertib dalam bahasa Belanda adalah Rechtsorde yaitu keadaan dalam masyarakat berjalan seperti apa yang dikehendaki dan menjadi tujuan dari hukum dan segala sesuatu dilakukan sesuai dan selalu didasarkan pada hukum. Ketertiban artinya aturan peraturan, kesopanan, perikelakuan yang baik dalam pergaulan, keadaan serta teratur baik. (1)

Ketertiban umum adalah prinsip mendasar dalam menjaga kehidupan berdampingan yang damai dan berfungsi dalam masyarakat. Pemahaman tentang bagaimana norma-norma sosial, hukum, dan etika saling berinteraksi untuk membentuk kerangka kerja yang memastikan keseimbangan antara hak-hak individu dengan kepentingan bersama. (2)

Dalam mencapai kesejahteraan masyarakat, penyelenggaraan roda pemerintahan perlu didukung kondisi yang tentram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan arnan. Ketentraman dan ketertiban umurn merupakan salah satu faktor yang mendukung terciptanya kondisi yang kondusif.

Secara filosofis, negara sebagai pernegang mandat dari rakyat bertanggungjawab untuk menyelenggarakan ketertiban umum sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Dalam hal lni, posisi negara adalah sebagai pelayan masyarakat (public service) dari pengguna layanan.

Dengan demikian untuk mewujudkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, pemerintah berwenang menetapkan kebijakan dalam bentuk peraturan yang diikuti dengan adanya pengawasan dan penegakan hukum dalam hal ini aparat penegak hukum.

Sayangnya, fakta yang terjadi dalam penyelenggaraannya, masyarakat masih salah menginterpretasikan hal ini sebagai beban yang menyiksa bagi masyarakat, padahal konsep yang benar ketertiban dan ketentraman masyarakat adalah hak masyarakat dan wajib dipenuhi oleh Negara. Dengan demikian, ketika pemerintah dalam hal ini representasi dari Negara menetapkan kebijakan dalam bentuk peraturan serta melengkapinya dengan sistem pengawasan dan penegakan, bukan kepatuhan terhadap nilai dan norma hukum dalam aturan yang dijunjung tinggi, tapi pola pikir yang tertanam justru menjunjung tinggi rasa ketakutan terhadap sistem pengawasan dan penegakan yang ada dalam hal ini takut kepada aparat yang mengawasi dan menegakkan hukum yang akan memberikan sanksi sewaktu terjadi pelanggaran.

Kepatuhan Paripurna

Kepatuhan hukum adalah kesadaran kemanfaatan hukum yang melahirkan bentuk "kesetiaan" masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang diberlakukan dalam hidup bersama yang diwujudkan dalam bentuk perilaku yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri yang dapat dilihat dan dirasakan oleh sesama anggota masyarakat. (3)

Dengan demikian kepatuhan pada aturan yang berlaku bukan di sebabkan oleh adanya sanksi yang tegas atau hadirnya aparat negara. Kepatuhan adalah sikap yang muncul dari dorongan tanggung jawab sebagai warga negara yang baik. Inilah hakikat daripada kepatuhan paripurna.

Dampak dari rasa ketakutan masyarakat terhadap aparat penegak hukum adalah tidak optimalnya penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Masyarakat menjadi patuh dikarenakan kehadiran aparat penegak hukum bukan karena menjunjung tinggi nilai dan norma yang terdapat dalam peraturan. Sehingga ketidakhadiran aparat dianggap sebagai kemerdekaan bagi masyarakat.

Tentu potensi pengulangan pelanggaran akan menjadi lebih tinggi karena ketidakhadiran aparat menjadi peluang bagi masyarakat untuk berperilaku bebas tanpa terikat aturan kebijakan yang dibuat oleh Negara. Padahal konsep awalnya peraturan dan kebijakan dibuat pemerintah untuk memenuhi hak masyarakat untuk hidup menikmati kondisi Negara yang aman, tertib, teratur namun justru diingkari oleh masyarakat itu sendiri yang menginginkan hidup bebas tanpa diatur.

Kondisi Masyarakat

Kepatuhan yang terjadi di masyarakat sekarang adalah bentuk compliance, yaitu bentuk kepatuhan yang disebabkan karena adanya sanksi bagi pelanggar aturan. Sedangkan kepatuhan paripurna adalah ada pada bentuk internalization, yaitu bentuk kepatuhan hukum masyarakat di karenakan masyarakat mengetahui tujuan dan fungsi dari kaidah hukum tersebut. (4)

Contoh kecil ketika saya bersama tim Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Belitung melaksanakan Patroli Wilayah melakukan sosialisasi kepada remaja di bawah umur di tempat-tempat keramaian untuk tidak berkumpul lewat jam malam. Saat pertama dilakukan sosialisasi, mereka akan menuruti arahan untuk meninggalkan lokasi berkumpulnya remaja tersebut. Akan tetapi ketika tim patroli wilayah sudah melewati lokasi tersebut untuk melanjutkan ke lokasi selanjutnya, remaja-remaja itu kemudian kembali ke tempat semula. Ini menandakan bahwa mereka menuruti arahan hanya karena kehadiran aparat di lokasi tersebut.

Contoh lain ketika saya bersama tim menemukan remaja yang mengkonsumsi minuman beralkohol di fasilitas umum. Setelah ditegur untuk tidak mengkonsumsi dan diberikan peringatan secara lisan ia akan menuruti teguran aparat. Tapi sama saja, ketika aparat sudah meninggalkan lokasi remaja tersebut kembali ke tempat semula untuk mengkonsumsi minuman beralkohol.

Hukum itu tidak bisa menegakkan dirinya sendiri sehingga dalam penegakan hukum aparat sebagai subjek yang melakukan penegakan melalui sebuah due process of law kemudian barulah sampai pada penjatuhan sanksi pada pelanggar. Sehingga ketika aparat tidak melakukan kontrol di masyarakat maka sanksi tidak dapat dijatuhkan dan masyarakat akan merasa bebas berperilaku.

Akibat dari bentuk kepatuhan masyarakat demikian adalah tidak optimalnya penegakan hukum sehingga pengulangan pelanggaran adalah hal yang biasa terjadi. Pembangkangan dan konflik antara masyarakat dan aparat menjadi permasalahan yang tidak akan pernah selesai.

Oleh karena itu, solusi yang paling efektif mengatasi ini adalah bukan memperketat aturan hukumnya, bukan memperberat sanksi hukumnya, bukan menambah jumlah kekuatan aparatnya. Tapi bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat untuk patuh secara paripurna terhadap aturan dan kebijakan yang diterapkan pemerintah. Yaitu melalui pendidikan baik formal maupun informal, menyadarkan masyarakat betapa pentingnya untuk patuh dan tertib, memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa ketertiban dan ketentraman adalah hak yang harus dipenuhi negara melalui peraturan dan kebijakan yang dibuat. Sehingga ketika masyarakat sudah sadar dan paham untuk patuh secara paripurna, tidak akan ada lagi pengulangan pelanggaran, tidak akan ada lagi konflik antara masyarakat dengan aparat, pada akhirnya penegakan hukum akan berjalan dengan optimal.

Sumber:

1. Annisa Rahmadanita “(TREN PENELITIAN KETERTIBAN UMUM (PUBLIC ORDER): SEBUAH PENDEKATAN BIBLIOMETRIK” Jurnal Tatapamong 5 (1), Maret 2023: 81-100;

2. Jonaedi Efendi dkk, “Kamus Istilah Hukum”, (Jakarta, KENCANA, 2016). h. 188;

3. S. Maronie, “Kesadaran Kepatuhan Hukum”;

4. Soerjono Soekanto, “Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum” (Jakarta: CV. Rajawali,1982), 152.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image