Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Ibu Jual Bayi, di Manakah Hati Nurani?

Politik | Tuesday, 03 Sep 2024, 21:19 WIB

Oleh Ana Ummu Rayfa

Aktivis Muslimah

Keterpurukan ekonomi masyarakat Indonesia menyebabkan banyak terjadinya tindakan-tindakan kriminal. Seperti kasus yang baru saja terjadi, seorang ibu rumah tangga berinisial SS (27) di Medan, Sumatera Utara yang ditangkap polisi karena kedapatan menjual bayinya melalui perantara seharga Rp20 juta.

Disampaikan oleh Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Medan AKP Madya Yustadi, bahwa SS menyerahkan bayinya kepada perantara yaitu MT (55) untuk dijual dengan harga Rp20 juta. Berdasarkan informasi dan penyelidikan, polisi menangkap 4 orang pelaku yaitu SS (ibu bayi), MT (perantara), Y dan NJ yang merupakan pembeli bayi yang sedang bertransakai di Jalan Kuningan, Medan pada Selasa, 6 Agustus 2024. Pelaku mengaku tega menjual bayinya sendiri dikarenakan alasan ekonomi. (media online tempo.co)

Sungguh miris, seorang ibu yang baru saja melahirkan, bisa begitu tega menjual darah dagingnya sendiri. Proses kehamilan sampai melahirkan yang harusnya makin memunculkan fitrah keibuan, terasa tiada artinya. Kuatnya nilai materi pada diri pelaku dapat mengalahkan sifat-sifat keibuan yang telah diciptakan pada dirinya. Kebutuhan ekonomi yang menghimpit, ditambah tidak adanya supporting system dari orang yang seharusnya dapat dijadikan tempat bergantung, diperparah dengan lemahnya keimanan membuat ibu tega menukarkan bayi yang baru dilahirkannya dengan sejumlah uang.

Maraknya PHK dan sulitnya lapangan kerja saat ini membuat para suami tidak dapat menjalankan tanggung jawabnya menafkahi keluarga. Hal ini membuat banyak ibu akhirnya mau tidak mau harus berjuang sendiri, berjibaku melawan kerasnya kehidupan hingga akhirnya mematikan naluri keibuannya.

Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini menyebabkan negara juga abai dalam mengurus rakyatnya. Negara lebih mementingkan keuntungan materi pribadi dan syahwat kekuasaannya. Rakyat dibiarkan mengurus dirinya sendiri. Harga-harga kebutuhan yang tinggi, mahalnya biaya kesehatan, termasuk biaya persalinan, membuat seorang ibu berpikir bahwa mengurus bayi pada saat ini hanya menjadi beban. Biaya susu, makanan, pakaian, bahkan pendidikannya kedepan pun sudah pasti membutuhkan biaya yang tinggi. Dijauhkannya agama dari kehidupan juga menyebabkan masyarakat menggunakan segala cara untuk bertahan hidup, tanpa peduli halal atau haram.

Islam yang bukan hanya sebagai agama ritual tetapi juga merupakan sistem kehidupan, memiliki solusi untuk semua permasalahan. Islam menetapkan tugas negara adalah sebagai pengurus rakyat, sehingga negara bertanggung jawab dalam pemenuhan semua kebutuhan rakyatnya. Negara dalam Islam akan memastikan terpenuhinya semua kebutuhan rakyat seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Negara akan menyediakan lapangan kerja dan mewajibkan semua laki-laki yang sehat untuk bekerja sehingga para suami dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Sumber keuangan negara dalam Islam yang berasal dari sumber daya alam, ghanimah, fai', dan kharaj, membuat negara dapat menyelenggarakan pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis untuk seluruh rakyatnya, tanpa pandang bulu. Pendidikan berbasis akidah Islam juga akan menghasilkan individu yang bertakwa yang menyandarkan semua perbuatannya pada perintah dan larangan dari Allah SWT.

Kesejahteraan hidup seperti ini dapat menjadikan fungsi ibu sebagai ummun warobatul bait (pengatur dan pengurus rumah tangga) akan terjaga. Seorang ibu dengan ketakwaan dan kesejahteraan hidup akan menjalankan perannya dengan tenang dan bahagia, tanpa dihantui kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Oleh karena itu, hanya negara dengan sistem Islam yang dapat menjaga naluri seorang ibu dan mengembalikan fungsinya untuk mengurus dan mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang dan hati yang tenang.

Wallahualam bissawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image