Menulis untuk Dakwah Meninggikan Kalimat Allah
Pendidikan dan Literasi | 2024-09-02 20:49:09Menulis untuk Dakwah Meninggikan Kalimat Allah
Oleh: Eci Aulia
(Pegiat Literasi Islam)
Dunia semakin menerobos era kecanggihan teknologi digital. Semua orang semakin akrab dengan sajian yang sarat dengan informasi dan gagasan. Yang dikemas dalam beragam bentuk, dari video hingga tulisan. Dengan keunggulan yang sangat cepat dan mudah diakses.
Sayangnya, dari beragam ide dan gagasan yang muncul ke permukaan, didominasi oleh hagemoni barat dan kaum kuffar yang semakin menenggelamkan umat Islam pada jurang kemerosotan. Buktinya, nitizen lebih menggandrungi ide dan gagasan yang lahir dari perspektif barat dan sekularisme. Pun lebih hanyut dengan gagasan yang sejatinya tidak disandarkan pada wahyu Allah Swt.
Baku hantam pemikiran sedang berjalan. Pertarungan haq dan batil makin tak terelakkan. Beribu propaganda terus dilancarkan kaum munafik. Bahkan ide dan gagasan mereka mewarnai panggung digital.
Lantas, sebagai seorang muslim yang di pundaknya terpangku kewajiban amar makruf nahi mungkar, hanya terpaku melihat ini? Dari sinilah muncul urgensi harus ada gagasan yang mencerdaskan dan menyelamatkan umat dari pemikiran kufur. Sayyid Quthb pernah berkata,
"Satu peluru hanya dapat menembus satu kepala, tapi satu tulisan dapat menembus ratusan hingga ribuan kepala."
Kutipan inspiratif ini barangkali bisa menjadi motivasi diri untuk segera mulai mengangkat pena dan menorehkannya melalui tulisan. Akan ada banyak kepala yang dicerahkan tanpa digurui. Akan menjadi lentera, goresan pena di hitam pekat kebatilan.
Sebagai umat nabi Muhammad Saw. goresan pena kita semestinya bukan lagi tentang keluh kesah, dan gundah gulana yang menyemesta. Tulisan bernapaskan nilai-nilai Islam dan bermuatan dakwah akan lebih dibutuhkan di tengah umat yang dahaga pemahaman Islam.
Sebaris kalimat yang memiliki ruh Islam lebih berharga daripada puluhan baris kalimat yang mengajak umat pada kekufuran. Karena menulis bukan tentang panjang singkat tulisan, melainkan tentang kebaikan yang bisa dipetik dan diamalkan dari isi tulisan tersebut.
Menulis tidak sesulit dan serumit yang dibayangkan. Yang membuat sulit adalah keengganan untuk memulai. Ketika akidah dan kekuatan ruhiyah jadi penggerak, maka tidak akan ada yang bisa menghentikannya.
Menulis karena dan untuk Allah akan berefek pada tulisan. Jari mungil yang tadinya seolah memikul beban berat menjadi ringan merangkai diksi yang dipilih untuk membentuk makna pada kalimat menjadi paragraf dan tulisan yang utuh. Maka menulislah dengan benar dan sederhana, agar pesan yang ingin disampaikan dapat dicerna oleh pembaca.
Dalam buku "Menulis untuk Melayani Islam, yang ditulis oleh muslimah negarawan Cut Putri Corry dijelaskan kisah tentang dua penulis penjejak Yahudi, yang karyanya sampai hari ini masih tetap menginspirasi kaum Yahudi untuk mencitra positif apartheid yang dilakukan Israel di Baitul Maqdis. Salah satunya adalah Theodor Herzl, jurnalis Yahudi yang dengan ide gilanya berhasil meletakkan fondasi negara Yahudi.
Betapa luar biasa peran pena, seorang Napoleon Bonaparte pernah menyatakan ketakutannya pada senjata pena yang digenggam oleh seorang penulis. Ia mengatakan, "aku lebih takut dengan seseorang yang memegang pena (penulis) daripada prajurit bersenjata lengkap."
Kaum kuffar saja gigih menuliskan ide batilnya, bahkan berhasil mengejawantahkan dalam kehidupan. Lantas apa yang menghalangi kita dari menoreh sesuatu yang sempurna dan mulia yaitu Islam.
Mari kita berkaca pada para ulama. Jika kita membaca sejarah perjalanan menulis mereka yang mati-matian mengorbankan waktu dan tenaga. Tatkala semua orang tertidur lelap, mereka justru mengangkat pena di antara remang-remang cahaya apa adanya.
Mereka berkhidmat kepada ilmu lewat tulisan, hingga melahirkan karya emas dalam kitab-kitab besar yang menjadi rujukan keilmuan di masa sekarang. Maka, bisa jadi apa yang kita tuliskan hari ini akan menjadi inspirasi dan rujukan keilmuan pula di masa mendatang.
Maka jangan pernah katakan saya tidak mau menulis karena saya bukan ulama. Jika menunggu pintar seperti ulama, maka selamanya kita tidak akan pernah menulis. Maka menulislah sampai pintar. Menulis bukan soal bakat, tapi soal kemauan, dan kebulatan tekad.
Ambillah peran besar ini, ciptakan sesuatu yang menjejak. Agar saat raga tiada, ada amalan yang tetap mengalir mengisi bahagia. Pun akan menjadi legacy bagi anak cucu kita. Menulislah hanya untuk meninggikan kalimat Allah, menyeru umat agar kembali pada landasan kebenaran yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Wallahu alam bissowwab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.