Saatnya Bicara Islam Kafah
Politik | 2024-09-01 22:28:36Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2023, ekonomi syariah Indonesia berada di peringkat tiga secara global. Pencapaian itu menandai peningkatan signifikan dari posisi keempat yang diduduki Indonesia pada 2022 (republika.co.id, 1-9-2024).
SGIE (State of the Global Islamic Economy) adalah laporan tahunan yang mengulas perkembangan ekonomi Islam di seluruh dunia. Laporan ini diterbitkan oleh Dinar Standard, lembaga riset strategis dan manajemen yang berbasis di Dubai, Uni Emirat Arab.
Laporan yang setiap tahun itu juga menjadi panduan komprehensif tentang keadaan ekonomi Islam Global. Manfaat utama SGIE adalah membuka peluang luas bagi negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim untuk memperluas cakupan pasar ekonomi mereka. Dalam membuat laporannya, Dinar standart bekerja sama dengan Salaam Gateway serta didukung oleh Dubay Economy and Tourism.
Peneliti INDEF yang sekaligus Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Risza mengatakan, ini artinya sektor ekonomi Islam sangat menjanjikan karena pada tahun 2002 sudah mencapai 2,29 dolar AS atau tumbuh 9,5 persen yoy. Artinya juga, ekonomi syariah sudah menjadi tren global. Dan Indonesia, dengan penduduk mayoritas muslim, sudah seharusnya dijadikan role model bagi ekonomi syariah dalam perkembangan ekonomi global.
Data menunjukkan di tahun 2022 saja, aset keuangan syariah global sudah sebesar 11 persen atau 4,5 miliar dollar AS, Handi memprediksi tahun 2027 sudah mencapai 6,6 miliar dolar AS. Capaian ini menunjukkan bahwa industri keuangan global dapat bertahan di tengah berbagai tantangan ekonomi yang hadir.
"Untuk keuangan kita berada dalam posisi ke-7, untuk perbankan posisi ke-10, asuransi ke-6, sukuk ke-3, dan dana syariah ke-9. Total aset keuangan syariah Indonesia pada tahun 2023 adalah Rp 2.582,25 triliun” tuntas Handi.
Handi berharap, pemerintahan Prabowo-Gibran nanti, menjadikan ekonomi dan keuangan syariah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN 2025-2029) dan jangka panjang (RPJPN 2025-2045). Sekaligus memberikan ruang dan kesempatan bagi Ekonomi dan Keuangan Syariah dalam pengelolaan keuangan negara, baik dalam bentuk belanja maupun pembiayaan; membangun ekosistem ekonomi dan keuangan Syariah yang terintegrasi dalam bentuk kawasan ekonomi khusus (KEK).
Artinya, menjadikan Indonesia sebagai pusat atau hub perkembangan Ekonomi dan keuangan Syariah secara global, Industri keuangan, Industri halal, Pariwisata halal; dan Mendorong lahirnya regulasi payung (omnibus law) percepatan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia.
Syariat Dibled Kapitalis, Serius?
Sekilas, pencapaian ini terlihat membahagiakan. Bagaimana tidak, syariat meski hanya ekonominya saja sudah menunjukkan keunggulan, apalagi jika diterapkan secara menyeluruh ( kafah). Tentukan kejayaan Islam akan kembali sebagaimana dulu pernah dijalani oleh generasi muslim awal.
Sekilas tegaknya negara Islam di Madinah dengan Rasulullah Saw. sebagai kepala negaranya, dilanjut oleh Khulafaur Rhosyidin dan khalifah-khalifah selanjutnya. Tegak peradaban cemerlang, sepanjang 1300 tahun, menguasai dua pertiga dunia, tak hanya karena ekonominya yang kokoh, tapi juga sistem sosial, pendidikan, keamanan dan politik luar negerinya yang berdaulat.
Bukan bermaksud nostalgia sejarah, namun secara alamiah hingga hari ini masih ada gerakan penerapan ekonomi syariah ditengah gempuran ekonomi kapitalisme yang asasnya sekuler.
Di sini kita perlu bersikap kritis, sebab, yang dimaknai sebagai ekonomi syariah hari ini bukan yang murni berasal dari Islam, melainkan telah diblend dengan ekonomi kapitalisme. Sebab, pada praktiknya masih mengandalkan mualamah berbasis riba seperti seperti industri keuangan, industri halal, pembuatan regulasi payung hukum Omnibuslaw, pembentukan KEK, pariwisata halal dan lainnya. Yang mana semua fokusnya pada profit dan manfaat.
Sementara dalam Islam , penerapan ekonomi syariah adalah untuk menjamin terpenuhinya semua kebutuhan pokok rakyat. Setiap produksi dipastikan bisa terdistribusikan dengan baik sehingga bisa dikonsumsi oleh semua kalangan. Inilah yang dimaksud dengan sistem ekonomi, yaitu cara atau aturan dalam rangka pemenuhan kebutuhan berdasarkan cara pandang tertentu ( mabda/idiologi).
Jika Islam sebagai idiologinya, maka akan distandarkan pada halal haram, tidak peduli apakah suatu produksi itu akan mendatangkan profit atau tidak, jika haram maka terlarang untuk memproduksi, distribusi bahkan konsumsi. Halal haram bukan komoditas, apalagi uang, bukan industri melainkan hanya sebagai mata uang atau alat tukar.
Di titik inilah yang sebetulnya harus waspada, laporan tahunan yang diadakan oleh lembaga yang konsen kepada ekonomi Islam sekalipun tak menjamin Islam akan menguasai secara hakiki, sebab dunia masih menerapkan sistem ekonomi global. Dimana negara pengemban kapitalisme masih bercokol dan berkuasa mengendalikan perekonomian global sesuka hati mereka.
Berbagai konflik di negeri-negeri muslim sengaja dipelihara. Krisis dibuat, isu diblow up, hanya demi apa? Hegemoni kapitalisme tetap langgeng, bebas mengekploitasi kekayaan negeri -negeri muslim, pemilik sejatinya (kaum muslim) dibuat bodoh dan terus diadu domba dengan ide nasionalisme hingga ukhuwah Islamiyyah rusak. Kemiskinan merajalela, akibatnya kriminalitas meningkat. Dan Islam dibuat ledekan, maka, dengan mengambil ekonominya apakah lantas hal itu berarti mereka berpihak pada Islam? Tidak, dan sekali-kali bukan itu maksud sesungguhnya!
Islam Kafah Solusi Hakiki
Kita harus mengadakan perubahan, tak akan ada kejayaan jika Islam masih dikurung dalam bingkai kapitalisme sekuler. Tak akan ada kesejahteraan jika Dollar masih mendominasi setiap transaksi di dunia ini. Sejatinya, dollar bukan semata-mata mata uang yang kita dipaksa percaya ada nilainya karena didukung undang-undang, melainkan ia adalah manifestasi nyata penjajahan atas dunia, terutama atas negeri muslim yang kaya.
Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al-Baqarah:208). Kaffah artinya menyeluruh atau totalitas, tidak pilah-pilih dan menjalankan syariat Islam dan melaksanakan dengan sepenuh hati.
Ayat 208 dalam surat Al Baqarah ini juga menghendaki orang-orang beriman untuk melaksanakanlah Islam secara total, tidak setengah-setengah. Ayat tersebut juga memperingatkan akan godaan setan yang menyeru kepada jalan tercela.
Maka jelas, menginginkan perubahan keadaan, totalitas, tak sekadar pencapaian di bidang ekonomi saja tak bisa diwujudkan dalam sistem sekuler, pemisahan agama dari kehidupan. Hal itu mustahil, seberapa kuat pun usaha kita.
Secara akidah, kita kaum muslim sudah diperintahkan untuk menyeluruh menjalankan Islam, maka tak ada pilihan lain kecuali mewujudkannya. Sistem sekuler batil ini harus kita cabut, dan kita ganti dengan sistem Islam. Apakah hal demikian mustahil? Tentu tidak, sebab Allah SWT. sudah menjanjikan kepada kita kemenangan.
Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik “. (TQS al-Nur:55).
Syaratnya hanya beriman dan tidak mempersekutukan Allah dengan apapun, termasuk sistem tandingan seperti kapitalisme sekuler ini yang jelas buatan manusia. Wallahualam bissawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.