Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea Bagi Perdamaian Dunia
Politik | 2024-08-28 15:54:55Semenanjung Korea terletak di Asia Timur dengan luas sekitar 220.847 km². Di utara berbatasan dengan China dan Rusia, di timur dengan Laut Jepang, di barat dengan Laut Kuning dan China, serta di selatan dengan Laut China Timur. Iklimnya sub tropis dengan empat musim: musim dingin (-5°C – 5°C), musim semi (5°C – 20°C) dengan angin debu kuning di Korea Utara, musim panas (25°C – 35°C) yang panas dan lembab, serta musim gugur (10°C – 25°C) yang indah karena dedaunan berwarna-warni.
Semenanjung Korea bagian utara kaya akan mineral seperti batubara, bijih besi, seng, tembaga, tungsten, emas, dan grafit, namun eksplorasinya terbatas. Sebaliknya, Korea bagian selatan memiliki sumber daya laut yang melimpah, sedikit sumber daya mineral, serta sektor pertanian. Meskipun Korea Utara kaya akan sumber daya, perkembangannya terhambat oleh infrastruktur yang buruk, teknologi yang tertinggal, dan sanksi internasional. Sebaliknya, Korea Selatan mampu mengatasi keterbatasan sumber daya alamnya melalui industrialisasi dan inovasi, menjadikannya salah satu negara paling maju di dunia.
Semenanjung Korea adalah satu dibawah pemerintahan Dinasti Josean (1932 – 1897) dengan pengaruh ajaran Konfusianisme perjalanan pemerintahan ini relative stabil. Pada tahun 1897 Dinasti Josean diganti dengan Kekaisaran gojong karena pengaruhi korupsi dan pembrontakan petani hingga bertahan hingga tahun 1910. Kemudian Jepang menganeksi semenanjung Korea sebagai daerah jajahannya hingga tahun 1945.
Latar belakang sejarah, kondisi geografis dan pengaruh ajaran serta pemahaman serta terutama pengaruh idiologi mempengaruhi penduduk semenanjung Korea sehingga terbagi menjadi dua bagian yaitu Korea bagian Utara dan Selatan. Sosialis Komunis (Rusia, China) ini di bagian utara sedangkan Demokrasi (USA, Sekutunya) di bagian Selatan.
Korea Utara menerapkan ideologi "Juche" yang berarti kemandirian, dikembangkan oleh pendirinya, Kim Il Sung. Prinsip Juche meliputi independensi politik (tidak bergantung pada kekuatan asing), kemandirian ekonomi (mengembangkan ekonomi sendiri), dan pertahanan mandiri (memiliki kemampuan pertahanan yang kuat). Korea Utara menganut sistem politik satu partai yang otoriter, dengan Partai Buruh Korea sebagai satu-satunya partai yang berkuasa. Negara ini sangat mengekang kebebasan politik, berekspresi, dan beragama, serta mengontrol ketat kehidupan rakyatnya. Ideologi Juche juga mencakup kepemimpinan yang diwariskan, dimulai dari Kim Il Sung, dilanjutkan oleh putranya Kim Jong Il, dan sekarang Kim Jong Un, yang dipandang sebagai sosok hampir Ilahi dengan kebijaksanaan dan otoritas tertinggi.
Korea Selatan menerapkan ideologi "Demokrasi Liberal" yang didasarkan pada prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pasar bebas, dan supremasi hukum. Kebebasan politik dijamin melalui pemilihan pemimpin secara bebas dan adil, dengan sistem politik yang memisahkan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ekonomi pasar bebas memungkinkan Korea Selatan berkembang pesat dengan kebebasan berusaha dan berinovasi, serta menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia. Pluralisme dihormati dengan kebebasan beragama, berekspresi, dan hak-hak sipil lainnya, serta adanya berbagai partai politik, media yang bebas dan bertanggung jawab, dan masyarakat sipil yang aktif. Korea Selatan memiliki hubungan internasional yang kuat, terutama dengan Amerika Serikat dan sekutunya, serta berperan aktif di organisasi internasional seperti PBB dan WTO.
Perbedaan ideologi ini mencerminkan pemisahan politik dan sosial yang mendalam, yang memicu Perang Korea (1950–1953). Pada 25 Juni 1950, Korea Utara menginvasi Korea Selatan dengan tujuan menyatukan semenanjung di bawah kepemimpinan komunis. Dewan Keamanan PBB merespons dengan membentuk pasukan yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk membantu Korea Selatan, sementara Korea Utara didukung oleh Uni Soviet dan China.
Perang Korea berlangsung selama tiga tahun dan berakhir dengan kebuntuan. Perang ini menyebabkan banyak korban di kedua belah pihak dan berakhir di sekitar garis paralel ke-38, hampir sama dengan garis demarkasi sebelum perang dimulai. Pada 27 Juli 1953, perjanjian gencatan senjata ditandatangani untuk mengakhiri permusuhan aktif, meskipun tanpa perjanjian damai resmi. Sebagai bagian dari kesepakatan, zona demiliterisasi (DMZ) dibentuk sebagai zona penyangga antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Terdapat 8 event perundingan berdasarkan time line upaya damai disemenanjung Korea yang signifikan, dimulai dari tahun 1972 - 2016
- Deklarasi Bersama Korea Utara dan Selatan pada tahun 1972 menyepakati penyatuan Semenanjung Korea tanpa campur tangan pihak asing, berdasarkan prinsip kemandirian, rekonsiliasi nasional, dan persatuan bangsa. Namun, kesepakatan ini belum menghasilkan realisasi damai yang konkret.
- Pertemuan puncak antar Korea pada 15 Juni 2000 antara Presiden Korea Selatan Kim Dae Jung dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Il di Pyongyang menekankan pentingnya dialog dan kerja sama untuk penyatuan Korea. Pertemuan ini juga menghasilkan izin untuk pertemuan keluarga yang terpisah sejak Perang Korea sebagai upaya rekonsiliasi.
- Pada tahun 2007, pertemuan antara Presiden Korea Selatan Roh Moo Hyun dan Kim Jong Il menghasilkan "Deklarasi Perdamaian dan Kemakmuran," yang menekankan pentingnya kerja sama ekonomi dan kemajuan hubungan bilateral. Deklarasi ini memicu beberapa proyek kerja sama ekonomi, meskipun hubungan memburuk setelah perubahan pemerintahan di Korea Selatan.
- Dialog Enam Pihak, yang berlangsung dari 2003 hingga 2009, melibatkan Korea Utara, Korea Selatan, Amerika Serikat, China, Jepang, dan Rusia. Dialog ini berfokus pada denuklirisasi Semenanjung Korea sebagai upaya untuk mencapai perdamaian. Namun, dialog ini terhenti tanpa mencapai kesepakatan akhir.
- Pada April 2018, Presiden Korea Selatan Moon Jae In dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu di Panmunjom, di Zona Demiliterisasi (DMZ), dan menandatangani Deklarasi Panmunjom untuk perdamaian, kemakmuran, dan penyatuan Semenanjung Korea. Kedua pemimpin sepakat untuk bekerja menuju denuklirisasi total Semenanjung Korea, mengakhiri perang secara resmi, dan meningkatkan kerja sama lintas batas. Namun, implementasi praktis dari deklarasi tersebut masih menghadapi berbagai kendala.
- Pertemuan Puncak Singapura (2018):
Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Kim Jong Un di Singapura, menandai pertemuan pertama antara pemimpin kedua negara. Meskipun tidak ada kesepakatan konkret yang dicapai, kedua pemimpin berkomitmen untuk melanjutkan dialog.
- Pertemuan Puncak Hanoi (2019):
Pertemuan kedua antara Trump dan Kim di Hanoi, Vietnam, berakhir tanpa kesepakatan. Namun, pertemuan ini menegaskan niat kedua belah pihak untuk melanjutkan dialog.
- Pembukaan Zona Industri Kaesong (2004 – 2016):
Zona Industri Kaesong adalah proyek kerja sama ekonomi antara Korea Utara dan Korea Selatan yang dimulai pada tahun 2004. Zona ini berada di Korea Utara dan memungkinkan perusahaan Korea Selatan untuk beroperasi di sana dengan mempekerjakan tenaga kerja lokal. Namun, pada tahun 2016, zona industri ini ditutup akibat ketegangan dalam hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Ancaman nuklir disemenanjung Korea bagi perdamaian dunia tergantung dua faktor yaitu faktor internal Korea Utara dan faktor eksternal kondisi geo politik. Faktor internal Korea Utara adalah kepentingan eksistensi negara yang berhaluan idiologi “Juche”, dan senjata nuklir yang dimiliki sebagai alat untuk posisi tawar kemandirian negara, seperti peristiwa tahun 2003 Korea Utara melakukan pelanggaran perjanjian Non-Profilerasi Nuklir (NPT) kesepakatan program mencegah penyebaran senjata nuklir, sedangkan faktor eksternal hanya reaksi dari ancaman dari proses pengembangan senjata nuklir yang tidak dapat di monitor oleh badan IAEA (International Atomic Energy Agency) Tenaga Atom Internasional.
Upaya untuk mencegah ancaman nuklir disemenanjung Korea dapat dilakukan melalui pendekatan humanis kepada tokoh utama pemimpin Korea Utara (Kim Jong Un) dan ekonomi. Pendekatan yang mempertimbangkan karakter kepemimpinan Kim Jong Un berfokus pada jaminan keamanan, insentif ekonomi, pengakuan internasional, serta menghormati kebanggaan nasional Korea Utara. Pendekatan ekonomi menawarkan insentif ekonomi imbalan untuk denuklirisasi. Sedangkan pendidikan sangat penting diberikan melalui pelatihan program denuklirisasi senjata kearah yang lebih positif dibidang pertanian, kesehatan, energi dan teknologi industri yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan harkat martabat rakyat Korea Utara.
Pemerintah Indonesia dapat berperan melalui upaya diplomasi melalui badan Internasional yang keanggotannya diikuti bersama pemerintah Korea Utara seperti: FAO, WHO, UNESCO, ITU, Palang Merah Internasional, IMO, dan upaya pendekatan melalui diplomasi dengan negara negara yang sering berselisih paham mengenai denuklirisasi dengan Korea Utara yaitu: USA, Japan, Korea Selatan, Rusia dan China.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.