Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

PP 28/2024, Mencegah Atau Memfasilitasi Zina?

Politik | Monday, 26 Aug 2024, 10:51 WIB

Oleh Atik ummu Umar

Aktivis Muslimah

Pemerintah akhirnya mengatur ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 26 Juli 2024 lalu.

Pasal 103 menyebut soal upaya Kesehatan sistem reproduksi anak sekolah. Anak usia sekolah dan remaja diwajibkan mendapat edukasi Kesehatan reproduksi mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi.

Adapun pelayanan kontrasepsi tercantum dalam pasal 103 ayat 4 dengan detail seperti berikut:

a. deteksi dini penyakit atau skrining;

b. pengobatan;

c. rehabilitasi;

d. konseling; dan

e. penyediaan alat kontrasepsi

Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menilai, PP tersebut perlu dievaluasi hingga direvisi. Ia menyebut aturan tersebut justru berdampak buruk pada perilaku seks remaja dibandingkan tujuan menyosialisasikan pembelajaran seks.

"Tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Alih-alih menyosialisasikan risiko perilaku seks bebas kepada usia remaja, malah menyediakan alatnya, ini nalarnya ke mana," ungkap Fikri kepada wartawan di Jakarta.

Dari sisi pendidikan, Fikri justru mendorong, konseling sekolah bagi siswa dan remaja terkait edukasi kesehatan dan fungsi reproduksi. Ia menekankan, konseling pendidikan seks kepada siswa dan remaja perlu pendekatan norma agama dan nilai pekerti budaya ketimuran.

"Tradisi turun temurun kita adalah mematuhi perintah agama dalam hal menjaga hubungan dengan lawan jenis dan resiko penyakit menular yang menyertainya. Salah langkah kalau kita malah mengkhianati tujuan besar pendidikan nasional yang sudah kita cita-citakan bersama," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan Netty Prasetiyani menilai, PP tersebut dapat menimbulkan dampak negatif. Ia mengatakan, aturan tersebut dapat dianggap sebagai pembolehan hubungan seks pada anak usia sekolah dan remaja.

Dari ranah kesehatan, Netty justru mendorong pendidikan seks sesuai dengan usia serta mengikuti tuntutan agama dan budaya Indonesia. Ia mendesak, agar PP tersebut dapat dikaji ulang untuk dilakukan revisi dengan melibatkan sejumlah pihak terkait.

Dikutip dari PP tersebut, dalam pasal 103 menjelaskan upaya mewujudkan kesehatan sistem reproduksi anak sekolah dan remaja. Mereka diwajibkan mendapat edukasi kesehatan reproduksi, mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi manusia.

Anggota Komisi VIII DPR yang membidangi keagamaan, Lukman Hakim menilai PP tersebut bertolak belakang dengan prinsip keagamaan. Ia mengatakan, aturan tersebut dapat berpotensi menimbulkan persepsi pelegalan terhadap aktivitas seks bebas atau seks di luar nikah.

Sekjen Pengurus Besar PGRI, Dudung Abdul Qodir pun mempertanyakan metode penyediaan alat kontrasepsi yang bakal diberikan pemerintah kepada siswa dan remaja.

"Penyediaan dalam bentuk seperti apa, siswa akan dibagikan alat kontasepsi? Jika siswa dibagikan alat kontrasepsi, bagi seorang guru itu seperti memberikan sebuah kewenangan kepada para peserta didik kita."Dudung mengkhawatirkan, generasi penerus bangsa terancam masa depannya.

Jika sampai, tidak mendapatkan penjelasan rinci oleh pemerintah terkait pasal 103 ayat 4 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

"Generasi kita akan berbahaya kalau sampai nanti mendapatkan hal yang tidak sewajarnya," ujarnya.

"Dalam proses pembuatan perundang-undangan yang akan berdampak pada pelajar. Harusnya merangkul organisasi profesi (terkait)." lanjut Dudung. (rri.co.id,10/8/2024)

Bantahan Kemenkes Fasilitasi Seks Bebas

Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi membantah, soal anggapan PP itu memfasilitasi seks bebas (di luar pernikahan). Sebab, menurut Nadia, pelayanan kontrasepsi tidak untuk semua remaja.

"Pelayanan tersebut ditujukan untuk pasangan muda yang sudah terikat pernikahan. Terutama yang ingin menunda kehamilan sampai usianya cukup untuk hamil," kata Nadia. Menurutnya ada syarat khusus yang harus terpenuhi oleh remaja atau pelajar untuk mendapatkannya, yaitu mereka yang telah menikah, karena di beberapa daerah anak perempuan yang telah menstruasi dinikahkan oleh keluarganya.

Namun perlu diperhatikan, pada Pasal 109 ayat 3 diatur bahwa pelayanan kontrasepsi hanya dilakukan terhadap dua kelompok, yakni pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. Pasangan usia subur pastinya adalah mereka yang telah menikah. Kemudian, siapa yang dimaksud dengan ”kelompok usia subur yang berisiko”? Hal ini mengundang kecurigaan bahwa yang dimaksud adalah para pelajar dan remaja yang belum menikah, tetapi aktif melakukan seks di luar nikah. Artinya, bisa ditafsirkan menurut PP ini mereka juga berhak mendapatkan pelayanan pemberian alat kontrasepsi.

Kebijakan yang Lahir dari Sistem Sekuler

Bukan rahasia lagi jika pergaulan remaja kini sudah pada tahap mengkhawatirkan. Merujuk pada data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada 2017, BKKBN mengungkap bahwa 60% remaja usia 16—17 tahun telah melakukan hubungan seksual, usia 14—15 tahun sebanyak 20%, dan usia 19—20 sebanyak 20%. Dan informasi dari Kepala BKKBN Hasto Wardoyo yang mengatakan, pada 2023, 80% dispensasi nikah karena faktor hamil di luar nikah.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengatakan bahwa ada 1.362 dispensasi nikah anak yang diterbitkan di Jember, Jawa Timur. Disampaikan pula oleh Direktur Yayasan Prakarsa Swadaya Masyarakat (YPSM) Jember, Rizki Nurhaini, bahwa penyebabnya adalah mayoritas karena kehamilan yang tidak diinginkan. (kumparanNEWS, 24/2/2024)

Fakta data di atas menunjukkan perilaku seks bebas telah marak terjadi di kalangan remaja, menyebabkan kehamilan yang justru disolusi dengan solusi yang sama sekali tidak tepat.

Sistem sekuler liberal yang memisahkan agama dari kehidupan, menganggap kehidupan dan perbuatan manusia bebas diatur sesuai kehendak manusia. Standar perbuatan tidak bersandar pada halal dan haram, tetapi berkiblat pada nilai kebebasan yang dijajakan paham liberalisme. Imbasnya, kemaksiatan dinormalisasi dan aturan Islam makin terasing dari kehidupan. Negeri ini, walaupun mayoritas penduduknya muslim, tetapi aturan yang dipakai sangat jauh dari Islam dan lebih memilih menggunakan aturan manusia. Alhasil sistem pendidikannya pun tak mampu menjadikan para remajanya menjadi generasi yang bertakwa.

Penerbitan PP 28 Tahun 2024 makin menegaskan status Indonesia sebagai negara sekuler yang memaklumi dan menormalkan zina atas nama kebebasan berperilaku.

Islam Solusi Hakiki

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah untuk mengatur kehidupan manusia. Manusia tidak dibiarkan bebas memenuhi nalurinya, melainkan Islam mengatur pemenuhan naluri tersebut agar tidak mengantarkan manusia pada kesesatan dan kerusakan bagi manusia itu sendiri.

Zina menurut hukum syarak adalah hubungan badan antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan yang sah. Sedangkan zina sendiri sudah jelas keharamannya, bahkan termasuk dosa besar. Dalam QS Al Isra ayat 32, Allah Subhanahuwata'ala berfirman

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.

Dari sini, jelaslah keharaman zina. Sedangkan terkait penyediaan alat kontrasepsi untuk berzina, berlaku kaidah usul, “al-wasîlah ilâ al-harâm muharramah (sarana yang dapat mengantarkan kepada sesuatu yang haram, hukumnya adalah haram).”

Demikianlah, penyediaan alat kontrasepsi anak usia sekolah dan remaja yang belum menikah adalah haram karena identik dengan melegalisasikan zina. Maka tolak dan revisi PP no 28/2024!

Adalah kewajiban negara untuk memelihara rakyatnya dari sumber sumber kemaksiatan dengan memberikan pendidikan yang Islami, menutup serta memberikan sanksi yang tegas dan keras agar dapat membuat seseorang jera dan dapat mencegah bagi yang lainnya.

Tentu saja semua itu hanya bisa dilakukan dalam sistem pemerintahan Islam dalam bentuk daulah khilafah.

Wallaahualam bissawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image